*Diangkat dari imajinasi seorang penyendiri.
Cerita ini mengisahkan seorang lelaki penyendiri yang selalu menutupi kelemahannya dengan berbagai alasan. Dia selalu merasa tak membutuhkan orang lain selain orang tuanya, dan karena itulah dia di cap se...
Terbangun di pagi yang sunyi. Tanpa suara gaduh dan suara lainnya.
Dengan baju polos yang berantakan dan celana pendek, aku turun dari lantai dua dan menuju dapur. Membasuh wajahku lalu membuka pintu kulkas.
Kosong? Benakku tanpa ekspresi.
Saat menutup pintu kulkas, aku melihat sebuah surat yang di tempelkan pada pintu kulkas itu. Isinya..
Mulai Sabtu ini, ayah dan ibu akan pergi ke luar kota untuk pekerjaan sampai hari Minggu... kamu sudah besar, harus bisa mengurus diri sendiri. Keluarlah untuk berbelanja... pakai saja kartu kredit yang kamu pegang. Kalau kamu tak bisa sendiri, minta tolonglah pada Kak Muthia.
Ibu
Itu aku di 3 tahun yang lalu, saat itu aku baru memasuki jenjang SMP dan aku sangat bingung bagaimana caranya berbelanja di supermarket.
Meminta tolong pada Kak Muthia adalah ide yang sangat buruk.
Kak Muthia adalah siswi kelas 2 SMA, dia adalah tetanggaku. Terkadang ia datang ke sini untuk sarapan bersama. Dan... dia sangatlah merepotkan.
Tapi aku tak punya pilihan lain... jadi, akupun mengajak nya untuk menemaniku berbelanja. Dan dia menjawab itu dengan ekspresi yang sangat senang. Agh... aku bisa mencium sesuatu yang buruk akan terjadi.
••
"Hei! Dorong itu... cepatlah sedikit!"
dengan memegang troli, aku terdiam dan teringat masa lalu, sialan. Kini dia menjadi seorang diktator... apa dia tak bisa menjadi lebih menyebalkan?
Dalam Troli yang ku dorong saat ini, barang dan bahan makanan berserakan. Itu penuh setengahnya. Entah itu benar atau tidak.
Tempat yang luas ini adalah supermarket. Aku benci disini. Entah kenapa supermarket itu selalu ramai pengunjung. Ah... aku tak bisa....
"Nara!" teriak perempuan itu yang sudah berada di depan sana. Aku mendorong troli dengan malas. Berat.
"Hei... tolong ambilkan itu," ucap perempuan itu sembari menunjuk ke tempat yang lumayan tinggi.
Aku menoleh ke arah tunjukannya lalu kembali menatapnya, "Apa itu ada dalam daftar? Aku tak pernah ingat harus membeli yang seperti itu." Begitulah ucapku dengan nada datar.
"Sudah... ambilkan saja, cepat," jawabnya sambil menatap secarik kertas panjang yang ia pegang sedari tadi.
Aku mengambil barang yang ia pinta tadi dan memasukkannya kedalam troli.
••
Sesi berbelanja telah selesai, kami pun singgah di tempat makan bergaya Jepang. Perempuan itu memilih tempat duduk di samping jendela yang langsung menghubungkan ke luar bangunan. Aku pun duduk disana.
Waitress datang dan menanyakan pesanan kami. Perempuan itu... dia... memesan makanan dengan bahasa Jepang. Sialan, aku tak mengerti!
"Kamu mau pesan apa, Nara?" tanyanya dengan menatap ku. Agh... aku bingung.
"Emm... anu... samakan saja," ucapku dengan tanpa ekspresi. Agh... mati aku. Semoga dia tidak memesan makanan yang aneh.
Sang waitress pergi dan perempuan itu terus menatap ku. Apa apaan sih dia?
"Apa?" tanyaku dengan mengeluarkan smartphone ku dari saku.
"Apa kamu tahu apa yang kamu pesan?" Wajah prempuan itu seperti menahan tawa. Aku terdiam lalu menggelengkan kepala dengan pelan.
Ya... dia langsung tertawa terbahak bahak... ini bahaya....
Tawanya mereda. Dia mengusap matanya dan menarik buku menu yang berada di tengah meja.
"Ini yang aku pesan... aku ragu kamu akan menyukainya." Perempuan itu menunjuk apa yang ia pesan.
"Memangnya ini apa? Hanya makanan biasa kan?"
"Terlihat biasa... tapi, berjuanglah untuk memakannya." Perempuan itu menahan tawanya sampai wajahnya memerah.
Tak lama kemudian, makanan itu datang. Perempuan itu belum menyentuh makanannya. Dia memegang erat smartphone nya dengan menahan tawanya.
Dia... merekamku!? Memang ada apa dengan makanan ini?
Ini layaknya makanan orang Jepang biasa, dengan benda bulat kecil berwarna oranye di atasnya dan diselimuti oleh rumput laut. Apa masalahnya?
Aku mengambil sumpit dan mulai mengangkat makanan itu. Aku baru sadar, benda bulat berwarna oranye ini terlihat menjijikan. Aku tak bisa memakannya.
Tapi dia terus merekamku. Aku pun memakan itu dengan menahan napasku.
Gigitan pertama, benda bulat oranye itu langsung berlarian dalam mulutku, aku tak bisa mengunyahnya. Sulit... Agh... Sialan! Rasanya juga aneh.
Tanpa pikir panjang, aku langsung menelan semuanya. Perempuan itu merekamku dengan tertawa terbahak bahak.
Aku mengambil segelas air yang berwarna hijau dan meneguknya.
Agh sialan, minuman apa ini.
Tawa perempuan itu membuat kami menjadi pusat perhatian.
Aku menelan ludahku berkali kali.
"Hei... hentikan! Cukup tertawanya," bisikku padanya.
Tawanya terhenti dan ia pun memakan makanannya dengan ekspresi yang sangat senang.
Aku meneguk segelas air hijau tadi sembari melihat ke arah yang berlawanan.
Aku melihat seseorang sedang memperhatikan kami, dia... perempuan berambut pendek yang tempo hari memperhatikan kami juga.
Dia sadar kalau aku membalas tatapannya. Dia pun pergi dengan cepat ke arah lobi.
Stalker?
••
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🍵Wah.. terimakasih sudah membaca Part 5 ini.
🍵Jangan lupa, tinggalkan jejak kalian dengan Vote dan komen AKA votment.