Chapter 10

379 6 0
                                    

Hai maaf ini cerbung ngaret setengah tahun :D habisnya gak ada ide buat ngelanjutin. Tapi pas liat notif banyak yang masukin ke reading list jadi semangat lagi buat lanjutin. Maaf kalau jelek, gak ngefeel, pendek atau apalah. Soalnya masih penulis pemula. Makasih yang udah nungguin cerbung ini. Kritik saran vommentnya di tunggu ya ! Happy Reading!!

Mata Cakka terbelalak kaget melihat seorang wanita dan lelaki yang sedang berdiri di depan rumahnya. Wajah Cakka yang baru saja berubah berseri menjadi merah padam lagi.

          “Kka, kami mau ambil Ara kembali ke tangan kami,"

 BAB 10

            “Maksud kamu apa? Seenaknya saja kamu meninggalkan Ara sendirian dan menjadi bahan rebutan, sekarang kamu malah ingin mengambilnya kembali?” Mendengar Cakka yang marah seperti itu, Ara semakin mengeratkan pelukannya dalam tubuh Oik.

          “Kka, sudah. Kamu enggak liat apa ada Ara? Kamu marah-marah seperti itu malah membuatnya ketakutan. Itu berpengaruh pada kondisi psikis Ara!” ingat Oik. Cakka menghempaskan tangan yang sudah ia genggam dan siap untuk melayang pada Alvin.

“Sampai kapanpun aku enggak bakalan ngasih Ara ke kalian.” Cakka menggandeng tangan Oik dan membawanya masuk ke dalam rumah.

“Kami udah berubah, Kka!” Cakka mendengarkan sayup-sayup itu, namun sama sekali tak dihirraukannya. Dia menatap Ara sekilas dan ingin sekali menggendongnya. Baru saja dia ingin menyentuh kulit Ara namun dia malah menjauh.

“Kamu kenapa sayang?”

“Ayah sekarang jadi suka malah-malah. Ala takut.” Mendengar pernyataan itu, Oik langsung mengelus punggung Ara menenangkan. “Miss Oik, Ala boleh kan tidul di lumah miss?” Oik mengangguk dan tersenyum.

“Tapi,” Belum sempat Cakka melanjutkan perkataannya, Telunjuk Oik sudah mendarat di bibirnya.

“Stt.... Ara akan baik-baik aja. Dia butuh untuk menenangkan diri. Biar nanti aku yang jelasin.” Cakka menghela nafas frustasi. “Oh ya sepertinya pesta coklat panasnya juga ditunda dulu. Enggak memungkinkan kalau kitangadain pesta sekarang. Lagipula Deva juga enggak bisa dateng. Tadi dia ngabarin aku.” Cakka hanya menganggguk pasrah.

Oik membuka pintu rumah Cakka. Dia merapatkan mantelnya untuk menembus suasana bersalju itu. Matanya menatap dua orang itu masih ada di depan rumah Cakka. Dia hanya memberinya senyuman hangat. Namun, lelaki itu malah menyengkal tangan Oik dan membuat Oik menghentikan langkahnya.

“Kamu kekasihnya Cakka kan?” Oik hanya mengangguk.

“Anda Alvin dan Sivia kan?” Mereka berdua mengangguk. “Aku sudah tahu tentang kalian berdua, tentang kejadian itu pula. Cakka yang menceritakan semuanya.”

“Apa kamu juga membenci kami Atas perilaku kami yang dulu begitu kekanak-kanakan?”

“Sebenarnya aku juga kecewa sama kalian. Tapi aku tahu bagaiamana perasaan orang tua yang dipisahkan dengan anaknya.”

“Kalau begitu, kamu bisa bantu kami agar Cakka mau melepaskan Ara??”

“Semua keputusan ada di Cakka. Aku hanya bisa membujuknya. Lebih baik kita ke rumahku saja. Kasian Ara nanti sakit karena terlalu lama di luar apalagi sedang bersalju seperti ini.” Alvin dan Sivia mengikuti Oik berjalan ke rumahnya.

Oik membuka pintu rumahnya. Dan mempersilahkan Alvin dan Sivia untuk duduk. Oik menurunkan Ara dari gendongannya dan mendudukkan tubuhnya di atas sofa.

“Silahkan duduk. Ara duduk di sini sebentar ya! Miss mau buatin coklat panas buat tamu. Kamu mau juga kan coklat panas?” Ara mengangguk. Tapi wajahnya mengisyaratkan ketakutan. “Sayang, kamu enggak usah takut tante sama Om ini baik kok. Ini namanya tante Sivia dan disebelahnya om Alvin.” Kedua orang itu tersenyum dan itu membuat Ara menjadi lebih tenang.

Chocolate LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang