Chapter 8

614 8 0
                                    

Meeting yang cukup menguras tenaga dan pikiran. Melupakan rasa sakit yang menusuk perutnya sampai sampai sekarang sudah tak terasakan lagi. Ia sudah tak lagi merasakan sakit diperutnya. Tapi kenapa sakitnya berubah ke dada kirinya? Ia meremas dada kirinya.

            “Obat... mana Obat...”rintihnya sambil mencari-cari obatnya di koper kerjanya. Dan tangan yang lain meremas dada kirinya yang begitu nyeri.

            Ia tak menemukan obatnya. Apa obatnya tertinggal dirumah? Lantas sekarang ia harus bagaimana?

***

            Hingga senja ia menemani sahabatnya walau hanya diberlakukan seperti supir. Hampir saja ia duduk dan beristirahat sebentar di kantornya sampai bel ruangannya berbunyi membuat ia tak jadi beristirahat.

            “Maaf pak Deva, ini saya membawakan seorang sekretaris baru buat bapak. Dari tadi dia menunggu disini sampai bapak pulang kembali ke kantor.”

            “Suruh dia masuk.” Ucap Deva sambil menyeruput kopi yang sudah tersedia diatas meja. Wanita yang menjadi sekretaris itu masuk denganwajah tertunduk dan berjalan kearah Deva dan duduk dihadapannya.

            “Jadi nama kamu siapa?” Wanita itu mendongakkan wajahnya. Menampilkan wajah orientalnya yang bersih.

            “Nama saya Zevana Caroline. Maaf pak ada noda di sekitar mulut bapak.”ucapnya sambil membersihkan noda kopi yang menempel di sudut bibir Deva. Matanya saling tertuju hingga waktu terasa berhenti seketika saat itu.

***

   

BAB 8

 

      Seorang wanita berdiri di ambang pintu sebuah ruangan melihat seorang pria yang sedang memegangi perutnya. Wanita itu mendekat kearah pria itu. Cakka.

            “Kamu, pasti butuh ini kan?” sambil menggoyang-goyangkan sebuah botol berisi butiran-butiran berwarna-warni. Cakka masih berusaha menahan sakitnya. Ia mencoba untuk mendongakkan kepalanya. Membuka mata melihat siapa yang masuk ke dalam ruangannya. “Aku tau dari dulu kamu gak akan pernah bisa kan lepas dari obat ini.” Matanya terbelalak melihat seseorang yang ada dihadapannya itu. Menerbangkan pikirannya pada masa-masa itu. Masa-masa yang tak ingin diingatnya lagi.

Flashback on

            Hujan musim semi tahun ini tak seperti biasanya. Memang ia suka akan hujan tapi sepertinya untuk hari ini tidak.

Deraian hujan itu membuat dua insan manusia terjebak di sebuah canopi sebuah toko. Wanita itu menyilangkan tangannya di depan dada.

          

          “Kamu pasti kedinginan, ini jaketku pakailah. Aku tak mau membuatmu sakit.” Wanita itu menerima jaket itu dan memakainya. “Sebenarnya, apa yang ingin kau bicarakan nanti dengan di cafe ujung sana?” Wanita itu menghela nafas berat. Lidahnya mendadak kelu tak dapat berkata apa-apa lagi.

Chocolate LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang