Chapter 11 A

399 8 2
                                    

HAI GUYS! MAAF LAMA UPDATE SOALNYA LAGI SUPER SIBUK. Ini aku post part 11 nya baru sebagian maaf, soalnya aku mau berangkat dulu ke sekolah. Maaf kalau pendek, nggak ngefeel, aneh, dan absurd. Masih penulis pemula. Vote commentnya ya guys! Nanti siang/ sore kalau urusan sekolah kalar aku langsung pos lagi. Bye!      

Happy Reading!

CHAPTER 11

            “Aku mau pamit pulang dulu. Gak enak sama Kak Via yang notabenenya sebagai tamu, tapi aku tinggal sendirian.” Cakka mencekal tangan Oik hingga membuatnya untuk mengurungkan niatnya.

          “Aku mau ikut sama kamu. Dan kamu harus nungguin aku sampai selesai sarapan.”

          “Oke. Tapi kamu harus janji akan berbuat baik sama Kak Via.” Cakka hanya mengangguk dan memakan masakan Oik yang menurutnya begitu lezat di lidahnya.

          Karena Oik sudah sarapan tadi, dia hanya duduk diam sambil memainkan smartphonenya sambil menunggu Cakka sarapan. TING.... handphonenya berbunyi menandakan ada sebuah chat masuk ke smartphonenya.       

Deva Mahesa : Hai, Selamat Natal ya! Sorry aku gak bisa dateng ke acara minum coklat panas bareng kamu. Tiba-tiba ada acara mendadak.

Clarissa Oik : No problem. Lagian tadi malem juga gak jadi pesta coklat panas.

Deva Mahesa : Why?

Clarissa Oik : Ceritanya panjang dan mungkin bisa buat jariku patah satu-satu.

Deva Mahesa : Kamu terlalu lebay. Ya udah kalau kamu enggak mau cerita di sini. Gimana kalau kita ketemuan? Kita bisa saling berbagi loh.

          Ekhemm.... Deheman keras itu membuat Oik tersadar dari fokusnya yang semula membalas chat Deva karena merasa kesepian. Dia menoleh ke arah Cakka yang sekarang sudah ada dibelakangnya dan  menampilkan wajah yang begitu kesal.

          “CALON SUAMINYA LAGI MAKAN KAMU MALAH CHAT SAMA LELAKI LAIN?”

          “Aku bukan yang ngechat duluan, Kka. Aku mohon kamu jangan salah sangka dulu. Dia yang chat duluan. Dia cuma mau minta maaf.”

          “Cuma minta maaf? Tapi dia ngajak kamu ketemuan? Kamu enggak boleh pergi! Kamu tahu kan pernikahan kita tinggal 3 hari lagi?” Oik membelalakkan matanya mendengar ucapan Cakka barusan. Ia sungguh tak percaya sampai Cakka yang memajukan tanggal pernikahan dengan seenak jidatnya. Padahal pernikahannya pun sama sekali belum ada perencanaan niatnya beberapa bulan ke depan.

“Lho kok kamu jadi majuin tanggal pernikahan sih?” ucap Oik sebal.

“Karena aku enggak mau wanita yang aku cintai menjadi milik orang lain walau dia adalah sahabatnya sendiri.” Cakka mengecup kening Oik dalam. Memberi keyakinan pada Oik kalau dia memang benar-benar sudah mantap untuk menikah dengannya. Dan memang dia yang menjadi pelabuhan terakhirnya.

***

Sebuah nomor asing masuk ke dalam handphone Deva. Ada sebuah pesan yang berasal dari no asing tersebut.

From : No number

Bisa gak kita ketemuan di cafe deket gereja. Aku mau ngomong penting sama kamu. Kalau kamu penasaran siapa yang memberi sms ini sebaiknya kamu segera datang. Aku sudah menunggumu. Aku ada di meja no 3.

Pesan singkat itu membuat Deva menjadi penasaran, tapi dia tidak boleh gegabah dalam bertindak. Namun, hatinya berkata kalau dia harus ada ke sana. Saat dia keluar dari gereja dia langsung menuju sebuah cafe dan mencari meja no 3. Pandangannya langsung tertuju pada sesosok wanita yang sedang duduk membelakanginya.

“Apa kamu yang mengirim pesan singkat padaku?” Wanita itu menoleh dan kontan membuat Deva membelalakkan matanya. Pikirannya kembali melayang pada peristiwa beberapa tahun lalu ketika dia bertarung pada seorang lelaki untuk mendapatkan sesosok wanita yang sama.

“Shilla? Kok kamu bisa di sini? Sendirian? Kamu enggak sama suami kamu?”

“Well, aku udah gak punya suami. Bahkan enggak jadi. Udahlah aku enggak ingin bahas soal itu. Karena aku tipe orang yang enggak suka basa-basi, aku mau nawarin kamu sama kamu yang pasti menguntungkan buat kita berdua.” Deva mengangguk. Shilla membisikkan sesuatu di telinga Deva dan Deva hanya mengangguk setuju.

***

          Cakka dan Oik bersama-sama memasuki rumah Oik. Di bukanya perlahan pintu rumah itu dan mereka langsung melihat pemandangan yang menghangatkan. Sebuah keluarga kecil yang begitu hangat. Entah sejak kapan Alvin sudah ada di rumahnya dan sekarang dia sedang bermain bersama Ara.

          “Kamu bilang hanya Sivia? Kenapa ada Alvin juga?” Oik mengedikkan bahunya. Menandakan dia tak tahu apa-apa.

          “Melihat mereka seperti itu, kamu tetap pada pendirianmu untuk memisahkan Ara dengan orang tuanya?”

          Cakka hanya diam dan dia langsung masuk mendekati keluarga kecil yang sedang berbahagia itu. Dalam hati Oik ia hanya bisa was-was. Entah akan terjadi kemungkinan buruk atau sebaliknya. Oik hanya mengikuti Cakka dari belakang.

          “Ayah...” Pekik Ara yang semula berada digendongan Alvin langsung memeluk ayahnya. Cakka tersenyum pada Ara.

          “Ara udah enggak marah lagi sama Ayah?” Ara menggelengkan kepalanya.

          “Kata miss, Ala enggak boleh membenci olang. Telmasuk Ayah.” Cakka mengusap puncak kepala Ara hingga membuat rambut Ara berantakan. “Ih, ayah lambut Ala kan jadi belantakan. Tadi kan udah disisilin sama Tante Sivia.”

Mengingat tentang nama Sivia dan Alvin, Ia jadi teringat. Ara saja tidak bisa membenci seseorang, bukan seharusnya dia juga tidak boleh membeci orang tua Ara yang sebenarnya. Dia juga tidak boleh egois.

“Ara mau dengerin, Ayah?” Ara menganggukkan kepalanya. “Mulai sekarang kamu panggil tante Sivia mommy dan om Alvin Daddy oke?”

“Kenapa, yah?”

“Besok kalau kamu udah besar kamu juga bakalan tahu. Kamu mau ikut yah atau daddy tinggalnya?” Ara memandangi Cakka dan Alvin secara bergantian. Sivia dan Alvin sudah memasang wajah penuh harap, tapi kembali lagi pada keputusan Ara yang akan memilih.

“Ala tetep ikut ayah.”

“Oke sekarang kamu beri pelukan hangat dong buat mommy sama daddy kamu dong.” Ara turun dari gendongan Cakka dan memeluk orang tuanya.

“Mommy, Dadddy.” Sivia langsung menangis haru karena baru pertama kalianya dia dianggap sebagai orang tua yang seseungguhnya oleh anak kandungnya sendiri.

“Dia akan bahagia bersama orang tuanya, Kka. Kebahagiaanmu enggak akan pernah hilang sama sekali. Terima kasih kamu sudah memberikan keputusan yang tepat.” Bisik Oik.

“Kalian harus jaga Ara baik-baik. Aku enggak mau dia kenapa-kenapa karena ulah kekanakan kalian lagi. Walaupun dia memilih tinggal bersamaku. Kalian boleh mengunjunginya kapanpun. Ingat jangan pernah menyakiti dia lagi.” Mereka berdua mengangguk dan tersenyum mengiyakan sedangkan Cakka memeluk pinggang Oik posesif.

“Iya kami akan menepati janji. Oh ya ngomong-ngomong kamu sama Oik cocok lho. Kenapa enggak nikah aja? Biar bisa merasakan sebuah keluarga yang hangat bersama anak-anak kalian nanti?” goda Alvin.

“Itu gampang. Kita juga akan menikah 3 hari lagi.” Oik hanya bisa menundukkan kepalanya untukmenyembunyikan mukanya yang sudah semerah tomat.

          TBC........

DITUNGGU VOTE COMMENTNYA YA!

Chocolate LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang