~°~Hubungan yang berjalan tanpa liku itu terasa semu, bagai bunga tidur yang dipenuhi tipu. Ia bahagia. Seo Changbin bahagia akan hatinya yang ditampung tanpa pamrih oleh sang teman. Namun saat dirinya mulai bangun dari mimpi indah tersebut, kenyataan suram menyapanya dengan senyum lebar.
Pada dasarnya ia sadar bahwa perasaan yang dimulai dengan cara sepihak, maka akan diakhiri oleh satu pihak pula. Sebab dirinya lah yang mengulurkan tangan meminta untuk disambut, maka suatu saat uluran tersebut bisa terlepas kapan saja tanpa persetujuan darinya.
Cukup, satu bulan sudah lebih dari cukup untuk bahagianya.
"Hanji.."
Tak ubahnya drama picisan yang dikelilingi estetika alam sebagai pendukung akan hati yang akan hancur, ia menghentikan tungkai yang sebelumnya saling melangkah dengan kompak.
"Hmm?"
Si pemilik nama hanya menggumam pelan dengan fokus masih terpatri lurus pada ponselnya. Jarinya bergerak lihai pada alat pintar tersebut, sama sekali tak menaruh ketertarikan akan cicitan yang bersahutan dengan angin pada musim gugur.
Perhatian itu luntur entah sejak kapan, namun ia tak pernah mengorasikan protes yang memang sesungguhnya bukan menjadi haknya. Sejak awal ia percaya, bahwa seuntai perasaan itu hanya diberikan demi persahabatan semata, atau malah empati akan dirinya yang berbeda.
"Aku mau ngomong sesuatu."
"Ngomong aja," sahut Jisung dengan nada antusias seperti sebelumnya. Yang Changbin tahu tak pernah terlontar tulus. Jisung hanya lelah padanya.
Ia meneguhkan hati, lantas dengan ragu mengulurkan kedua tangannya yang kemudian menyusup diantara sisi lengannya. Memeluk pinggang remaja Han itu dengan erat, sang empu jelas tersentak akan tindakan.
"Changbin--"
"Gini bentar, aku mau kamu dengerin aku dengan cara ini aja," cekalnya dengan napas tercekat di kerongkongan.
Jisung berusaha melepaskan dekapan yang ia berikan, penasaran akan alasannya melakukan hal tersebut. Namun ia tak membiarkan, akan lebih mudah jika Jisung tak perlu menatap netranya yang dengan kurang ajar mulai basah.
"Kamu mau apa? Jangan aneh-aneh."
Dari sana terdengar dengkusan bosan lolos, Changbin hanya tersenyum mendengarnya.
Dari apa yang ia ketahui, Jisung kembali mulai berhubungan dengan Rina lagi beberapa hari belakangan. Bahkan tak jarang ia mendengar seseorang yang seharusnya menjadi kekasihnya meski pura-pura itu tengah saling bertukar tawa dibalik telepon. Bahkan Jisung tak lagi segan menolak untuk bersentuhan dengannya ketika ia ingin menunjukkan kasih sayang tulus tanpa imbalan.
Sebagaimana sekarang ini. Ketika Jisung mencoba melepas lingkar lengannya pada pinggang pria itu, hingga pada akhirnya menyerah dengan desisan kesal yang begitu kentara.
"Hanji, boleh nggak, sedikitnya, aku ada diingatan kamu? Gak muluk-muluk kok, aku cuma minta kamu gak lupain aku aja. Bisa?"
Jisung kembali ingin melepaskan diri dari dekapan yang membuatnya risih tersebut, meski tak ada satupun pasang mata yang akan menghakimi kontak tersebut.
"Kenapa harus? Lagian kamu mau kenapa sih, Bin. Gak perlu berlebihan lah."
Changbin mengangguk pelan, menyetujui perkataan Jisung yang terlontar langsung padanya tersebut. Ia memang berlebihan, tak seharusnya berharap terlalu tinggi yang menyebabkan dirinya kini jatuh terbanting di tanah.
"Gak bisa ya? Hehe, yaudah, gak apa-apa."
Sembari mengigit bibir, ia melepaskan dekapan yang membuat Jisung muak tersebut. Ia yakin temannya itu lelah akan dirinya yang terlalu manja dan selalu mencari perhatian dengan sentuhan yang kelewat batas.
"Ya makanya kamu ngomong yang jelas. Maksud kamu apa?" Kala Jisung memutar tubuhnya, ia segara memalingkan muka enggan beradu tatap.
"Enggak apa-apa, iseng doang." Jarinya meremat jas seragam yang melekat pada tubuhnya tersebut, lantas menundukkan kepala. "Oh iya, aku lupa kalo hari ini ada janji sama temen, kamu pulang duluan gih."
Belum sempat Jisung membuka suara, Changbin telah berlari menjauh tanpa dipaksa. Dan Jisung pun hanya mengendikkan bahu tak berniat menyusul, sebab hari itu Changbin tahu bahwa Jisung telah memiliki janji temu dengan Rina.
Malah Jisung yang tak tahu menahu jika hari itu adalah hari terakhir pertemuan mereka.
20 November 2012
~°~
"Hubungan kamu sama Changbin, gimana?"
Rina, gadis itu tidak ada gemuruh tiba-tiba membawa Changbin sebagai topik bincangnya dengan Jisung yang kini duduk di hadapan. Tengah memangku wajah dengan sebuah buku di tangan yang halamannya terbuka.
Melirik ke arah si gadis cantik, Jisung menggeleng pelan dengan hembusan napas pelan. "Gak gimana-gimana. Ya begitulah."
"Kamu juga punya perasaan yang sama kayak dia?"
Buku di tangan itu diletakkan pada meja kafe tempat keduanya menghabiskan waktu bersama.
"Sejak awal juga kamu tau aku ngelakuin ini karena dia temenku. Ya aku tau yang aku lakuin salah, dan aku juga sadar kalo bakalan bosen suatu saat. Tapi aku gak tega ngomongnya ke dia, gak mau dia terluka."
Rina meremat jemarinya dengan wajah gusar, hal itu menyita perhatian Jisung.
"Kamu gak sadar, kalau Changbin udah gak ada kabar selama dua minggu lebih?"
"Bahkan kamu pun gak sadar, kamu udah nyakitin Changbin dari awal."
Jisung hanya mematung tanpa mampu mengeluarkan sepatah kata akibat lidahnya yang seketika kelu.
~°~
KAMU SEDANG MEMBACA
2012 | H.Jisung & S.Changbin | 3 | [✓]
FanfictionJisung menghabiskan waktunya seharian duduk pada bangku panjang di pinggiran taman, yang disekitarnya di tumbuhi pohon maple. Dan saat itu pula, ingatannya tentang tahun 2012 silam kembali. Membawa kenangannya. WARNING!! BXB! GAY! HOMO! BOYS LOVE TO...