So What?

736 79 26
                                    


~°~

Musim semi adalah musim dimana bunga-bunga bermekaran. Mulai dari kuncup hingga kelopak yang melebar dengan warna terang yang cantik, sedap untuk dipandang mata. Suasana romantis yang selalu diidamkan oleh sebagian orang, yang diharap sebagai pendukung momen untuk memadu kasih.

Sepasang anak Adam dan Hawa berdiri diantara puluhan bahkan ribuan pohon maple yang daunnya tengah memerah cantik. Saling berhadapan bertukar pandang. Meski salah satu diantara mereka terkadang lebih memilih untuk mengalihkan pandang, sebab gugup di dada sukar untuk ditahan.

"Bin, aku suka kamu."

Yang disebut namanya tampak sedikit terperangah akan pengakuan secara tiba-tiba tersebut. Meskipun pada dasarnya telah mengira skenario yang sama, namun tetap tak menyangka bahwa kalimat itu akan terucap tanpa aba-aba.

Lagipula, tujuan apa lagi yang hendak diraih ketika berada di tempat tenang dan sunyi seperti sekarang ini. Apalagi dengan rona merah muda yang tak pernah lepas dari wajah manis anak gadis berusia tujuh belas tahun di hadapannya tersebut. Sudah barang tentu, gadis itu akan menyatakan cinta terpendamnya yang tak lagi dapat ditampung.

Klise, ia sering membacanya di novel fiksi dengan alur serupa.

"Aku udah suka sama kamu dari dulu. Dari pertama kita kenal."

"Kita kenal waktu sekolah dasar. Kamu suka aku dari kecil? Yakin?"

"Iya, aku suka kamu sejak itu. Yakin, aku yakin banget Bin. Dua belas tahun aku pendam rasa suka ini, dan aku pikir, cuma aku satu-satunya orang yang bisa ngerti kamu dengan baik. Aku cinta kamu, Changbin."

Ia tidak setuju dengan pemikiran itu. Changbin menentang akan pengakuan gadis yang mengatakan bahwa dialah satu-satunya orang yang mengerti akan dirinya. Tidak, itu tidak benar.

"Sama, aku juga cinta diriku sendiri."

~°~

"Seorang Seo Changbin di tembak cewek, gak salah?"

Decakan kesal terlontar dari bibirnya yang mengerucut maju akibat penuturan dari temannya tersebut. Yang kini menidurkan tubuh diatas ranjang empuk yang rapi, dengan seragam sekolah yang masih lengkap. Serta tangannya kini sibuk membalas pesan singkat dari kekasihnya.

Changbin menyandarkan tubuhnya di bibir ranjang, mengembus napas pelan dan lelah.

"Aku juga lumayan populer, tau. Bukan kamu doang," balasnya yang dihadiahi kekehan pelan.

"Terus, kamu terima nggak?"

Changbin menggeleng, mengembus napas letih seraya mengalihkan perhatiannya dari rubik yang sedari tadi ia mainkan dengan tak minta.

"Enggak, lagi gak pengen pacaran."

"Loh kenapa? Pacaran tuh enak, kita disemangatin tiap hari, dinyanyiin pas tidur, pokoknya manis banget."

"Ck, bullshits iya. Kenyataannya aku tiap hari dengerin kamu ngeluh gara-gara pacarmu yang overprotektif. Sampe panas telingaku."

Han Jisung, sahabatnya itu akhirnya menyudahi kegiatan mengirim pesan manis ke kekasihnya, kini menelentangkan tubuhnya menatap langit-langit kamar.

"Kalo gak gitu gak seru, namanya juga hubungan."

Changbin yang masih tabu dengan jalinan percintaan itu hanya mengangguk kecil. Tidak mengiyakan ataupun menyanggah, toh dirinya pun tak tahu menahu.

"Kalau punya pacar, kamu bisa ngerasain ciuman. Kebanyakan anak-anak remaja seumuran kita penasaran sama sensasi itu," Jisung melanjutkan, mengisi sepi yang hampir menggantung keduanya.

2012 | H.Jisung & S.Changbin | 3 | [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang