Impossible Hope

411 56 8
                                    


~°~

Tanpa sadar satu titik cairan hangat jatuh dari pelupuk matanya yang memerah, setelah mengingat sekian kejadian yang membawanya ke dalam masa lalu. Entah sudah berapa lama ia duduk ditempat yang sama, namun kini seluruh tubuhnya yang membeku itu terasa hangat akibat rindu.

Rindu yang tak pernah terbalaskan.

Ia terlalu sibuk dengan pikirannya yang berkecamuk, hingga tak sadar bahwa kini ada seorang wanita yang berjalan menuju ke arahnya, membawa setangkai bunga yang ia rasa adalah mawar berwarna biru.

Wanita tersebut memberikannya senyum tipis dengan anggukan pelan sebagai sapaan, lantas dengan sopan meletakkan benda yang ia bawa ke atas bangku besi yang ia duduki, tepat di sebelah dirinya mengistirahatkan letih.

Ia hanya diam memperhatikan saat wanita itu bersimpuh dihadapan bunga yang ia tidurkan, lantas mengepalkan tangan sembari memejamkan mata. Tengah memanjatkan doa dengan wajah yang riang dan bahagia.

"Mau ikut berdoa?"

Lamunannya buyar kala wanita yang ia perhatikan lekat itu berbicara dengannya, dan dengan perlahan ia pun turut bersimpuh di sebelahnya, mengepalkan tangan dan memejamkan mata turut merapal doa yang ia pun tak tahu ditujukan pada siapa.

Dan tentu saja, dikepalanya ditawarkan sebuah nama. Dan ia pun menyebut nama itu salah doa pilunya.

"Adik saya selalu minta saya untuk taruh bunga disini, setahun sekali."

Mungkin menyadari akan rasa ingin tahunya, wanita yang cukup cantik dengan rambut sepinggang di kuncir kuda itu menjelaskan tanpa diminta. Keduanya serempak bangkit setelah merapal doa, dan saling bertukar senyum ramah layaknya teman lama yang baru berjumpa.

"Buat apa?"

Han Jisung, lelaki itu dengan keberanian memilih bertanya, sebab wanita yang kini berhadapan dengannya tak tampak canggung dengannya yang padahal adalah orang asing.

Yang ditanyai mengendikkan bahu, "Gak tau juga, bilangnya sih untuk seseorang yang bilang dia suka definisi dari mawar biru."

Jisung melirik mawar biru yang masih berada di tempat yang sama, kelopaknya tampak sedikit bergerak ditiup angin.

"Kamu tahu makna dari mawar biru?" Wanita itu kembali bertanya, keduanya masih berada dalam posisi yang sama. Berdiri pada sisi masing-masing dengan fokus yang tak jauh beda, pada si mawar yang sendirian.

Jisung mengangguk, sudah barang tentu ia mengetahui makna mendalam dari mawar biru. Bunga itu adalah jenis bunga kesukaannya.

"Pengharapan terwujudnya sesuatu yang tidak mungkin. Meskipun gak mungkin, tapi mawar biru seolah memberi harapan akan sesuatu yang nggak mungkin terwujud."

Wanita yang masih belum menyebutkan namanya itu tersenyum simpul, dari wajahnya tersirat rasa puas akan jawaban yang ia dapat dari sosok pria asing tersebut.

"Adik saya juga bilang yang sama persis."

Jisung menyamarkan senyumnya kala ia tak sengaja mengingat sebuah sungging manis ketika menjelaskan soal mawar biru kesukaannya.

"Dia bilang, cinta pertamanya memang nggak mungkin, tapi dia masih berharap itu terwujud."

~°~

Dua remaja dengan umur masih belia itu saling menautkan jemari mereka, berjalan dengan langkah yang disepadankan sembari menikmati sejuknya angin musim gugur, serta mengagumi cantiknya daun maple yang gugur dari tangkainya. Jatuh bergerombol bak riak hujan.

Hubungan yang masih berjalan selama dua minggu kurang itu terasa manis, setidaknya bagi salah satu dari mereka. Tidak mempedulikan tatapan orang akan cinta tabu yang diharapkan tidak sepihak.

Namun, ia tahu betul bahwa hal itu tidak akan mungkin. Tuhan sudah terlalu baik memperkenankan jarinya digenggam, dan ia tak mungkin meminta lebih.

"Bunga paling unik dan cantik, menurut kamu apa?"

Ia yang tengah tenggelam dengan pikiran manisnya itu menolehkan kepala setelah ditanyai sesuatu secara tiba-tiba. Bibirnya mengerucut kecil sembari memikirkan jawaban yang tengah ditunggu untuk dilontarkan.

"Eumm, mawar biru?"

Langkah dua pasang kaki itu terhenti saat sampai pada sebuah bangku besi yang terdapat di pinggir jalan yang disepanjang sisinya dipenuhi pohon maple. Bagaikan jalan pada negeri dongeng.

"Alasannya?"

Ia menyimpul senyum, kemudian meletakkan tangan mereka yang masih bertaut erat keatas pahanya, memandangi dua tangan yang saling mengunci menyalurkan hangat tersebut.

"Mawar biru itu unik dan langka, karena sebenarnya gak ada jenis mawar biru dengan warna alami. Itu adalah mawar putih yang diberi pewarna biru dengan cara tradisional, makanya tetap keliatan cantik dan indah. Karena itu, mawar biru punya makna yang bikin aku kagum sekaligus percaya, bahwa sesungguhnya nggak ada yang nggak mungkin meskipun rasanya terlalu mustahil."

"Pengharapan terwujudnya sesuatu yang tidak mungkin."

Genggaman tangan itu makin terasa erat, kala ia merasakan satu tangan lagi menggenggam jarinya. Kepalanya kontan mendongak untuk mencari tahu alasan tindakan tersebut.

Sebuah simpul tulus hadir yang membuatnya tak yakin, apakah itu benar-benar dimaksudkan untuknya atau hanya sebagai bentuk empati semata.

"Maknanya bagus juga. Kalau gitu, aku bakalan ingat kamu sebagai bunga mawar. Dan bakalan kasih kamu bunga mawar setahun sekali, gimana?"

"Ck, pasti cuma bercanda."

Remaja dengan mata sorot mana yang mampu membuatnya kagum itu tampak menggerutu akan ucapannya. Dan malah membawa tubuhnya yang kedinginan dalam sebuah dekapan tanpa permisi, yang membuat ia mengigit bibir.

"Seriusss. Aku bakal mulai musim gugur tahun depan. Jadi kalo ada kiriman bunga mawar, itu dari aku ya."

Ia harap janji itu tak hanya sekedar kalimat yang terucap demi menyenangkan hati.

Namun ia seharusnya tahu diri untuk tak terlalu banyak berharap.

Karena janji itu tak pernah ditepati, bahkan setelah dirinya memilih untuk pergi.


~°~

~°~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
2012 | H.Jisung & S.Changbin | 3 | [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang