PART 1

410 44 2
                                    

Butuh masa lalu untuk melangkah ke masa depan

Prilly Kanaya Dewi, duduk sebuah kafe klasik langganan meraka. Ditemani mug putih beraroma caffein pekat yang sudah tak mengepulkan awan putih tipis. Terlihat dingin tapi masih berasa sedikit pait, seperti biasanya. Sesekali menatap luar jendela, nampak awan pekat yang berkumpul siap memuntahkan isinya.

"Maaf ya Ay, aku terlambat."

Suara berat yang sudah sangat dikenal oleh gadis dengan kacamata itu walau tanpa menolehkan kepala. Kedua mata jernih berbingkai itu melihat bagaimana seorang laki-laki tampan yang terlihat mendominasi sekitar. Walau wajah lelah yang didukung dengan dasi yang sudah tak rapi dan jas hitam tak terkancing.

"Kau tau Ay, Manda dan Randy sedang tidak baik. Manda menangis histeris saat aku akan kesini jadi maafkan aku."

----

Aku menunggunya 'lagi' seperti yang sudah-sudah. Kopi yang aku pesanpun sudah mendingin. Hampir 1 jam aku duduk disini berteman sepi. Dan kopi yang ku pesan sudah hampir tandas.

"Maaf ya Ay, aku terlambat."

Aku menolehkan kepalaku, melihat gurak kelelahannya.

Apakah dia sedang ada masalah dikantor? Lemburkah ia? Kenapa tidak menghubungiku.

"Kau tau Ay, Manda dan Randy sedang tidak baik. Manda menangis histeris saat aku akan kesini jadi maafkan aku"

Bukan itu yang ingin aku dengar, bukan itu alasan yang ingin aku coba mengerti. Bisakah dia sedikit berbohong untuk membuat hatiku sedikit lega.

"Hm" mencoba terlihat aku mengerti.

Dia laki-laki tampan yang selalu membuatku berangan-angan menjadi pasangannya. Laki-laki dengan segala sifat baik dan senyum cerahnya. Dia kakak kelas yang pernah menolongku saat aku terkena hukuman, mengulurkan tangannya dengan senyum matahari yang membuatku selalu terbayang.

Dan angan-anganku terwujud, saat ternyata kami dijodohkan setelah hampir 3 tahun tak bertemu. Yang membuatku berteriak girang saat dia masih dengan senyum yang sama mengingatku. Aku seperti gadis labil yang kembali dipertemukan dengan pangeran impianku. Nyatanya debaran itu masih ada, aku tak menampik kalau aku amat sangat bahagia terjebak dalam perjodohan konyol orang tua kami.

"Kau sudah menunggu lama Ay?"

Apakah dia bodoh! Aku ingin berteriak padanya dan meneriaki betapa bodohnya laki-laki lulusan Harvard itu.

"Baru saja, aku tadi juga ada urusan sedikit." Tersenyum walau sebenarnya hatiku sakit.

Dia tersenyum hangat, nyatanya senyum yang selalu bisa membuatku kembali jatuh semakin dalam padanya. "Aku akan memesan makanan."

Dia memanggil seorang pelayan dan memesankan makanan kesukaan kami. "Bagaimana harimu dikantor?" kami selalu menyempatkan untuk saling mendekatkan diri dengan bertukar cerita keseharian kami. Walaupun sudah hampir satu tahun berlalu tapi laki-laki di depanku belum berencana membawa hubungan kami ke jenjang yang lebih serius. Tapi aku tak boleh berprasangka, karena menjadi tunangan seorang Ali Mahendra merupakan anugrah yang menyenangkan sekaligus menyakitkan.

..

"Jangan melamun, Pril!" Alexa duduk didepan meja kerja temannya yang sedang menopang dagu itu.

"Hm."

"Kalau memang tak bisa dipertahankan lepaskan, gue udah sering bilang loh!"

"Nggak bisa semudah itu Al."

Alexa tau semuanya, karena mereka tinggal di apartmen yang sama. Prilly memang memutuskan untuk bekerja dengan kemampuannya sendiri tanpa bantuan orang tua maupun tunangannya. Dia lebih memilih hidup mandiri bersama sahabatnya sejak sekolah menengah atas.

"Ayo makan, gue traktir!" Alexa tak melanjutkan bahasannya, dia tau tempat dan keadaan. Menyeret Prilly dengan susah payah agar mau makan di kantin kantor bersamanya.

Kedua gadis itu menempatkan dirinya di sudut bangku yang seharusnya berisi 4 orang. Keduanya nampak membawa nampan berisi makanan mereka masing-masing.

"Eh Prill, lo tau nggak si Ibra dari kemarin nglirik-nglirik tau." Prilly tampak berbisik dan memberikan kode lewat ekor matanya. Prilly tau Ibra teman se-kantor mereka walau beda divisi menaruh hati padanya. Bukannya dia GR tapi melihat bagaimana seorang Ibra yang terang-terangan selalu memperhatikannya membuatnya tau jika laki-laki berkacamata itu tertarik padanya.

"Apaan si lo! Nggak usah mulai deh." Prilly bersungut-sungut.

"Lo sama dia aja, trus putusin tuh si onoh yang lagi gandengan sama selingkuhannya!"

Mata Alexa memicing benci, tatapan lurusnya seakan menguliti dua sosok yang sialnya terlihat serasi itu. Dari sekian banyak tempat kenapa bos besar mau menghabiskan makan siangnya yang berharga itu di kantin kantor yang terkesan untuk bawahan.

..

Aku menoleh ketika melihat sorot mata Alexa terlihat berubah garang pada sesuatu di belakangku. Aku melihatnya, melihat sosok laki-laki tampan dengan setelan jas mahalnya berjalan beriringan dengan seorang wanita berambut ikal itu.

Mataku memanas sial! Aku menghembuskan nafas panjang berharap sesuatu yang memaksa keluar dapat kutahan. Aku buru-buru mengalihkan pandanganku sesaat aku sempat melihat tatapan mata elang itu menatapku kaget. Entah hanya halusinasiku.

"Brengsek!" bukan aku, sekalipun ingin sekali mengatakannya. Aku melotot melihat Alexa yang memakinya tapi untung hanya berupa desisan tapi masih bisa ku dengar.

"Al! sabar, mereka hanya sahabatan." Aku berusaha menjelaskan terlebih pada hatiku sendiri. Entah rasanya sangat sakit melihat mereka berdua bisa dengan gampangnya memamerkan kedekatan mereka sebagai 'sahabat' sedangkan aku tunangannya tak sebebas mereka bermesraan.

Kami memang tak mempublikasikan hubungan kami, hanya keluarga dekat dan teman dekat kami. Bahkan Manda maupun Randy sepertinya tak tau tunangan Ali adalah aku salah satu stafnya dikantor.

"Prill, lo baik-baik aja?" Aku benci tatapan Alexa yang terlihat mengasihaniku itu. Aku benci keadaan dimana aku tak bisa berbuat apapun. Aku hanya mampu tersenyum, semoga senyumanku bisa terlihat tulus dan meyakinkan.

Tak selang lama sebuah pesan masuk di gawaiku, tak perlu tau siapa yang mengirimkannya karena aku bisa melihat jika sosok bosku yang sialnya tunangan tercintaku itu terlihat sekali melirik sambil mengetikan sesuatu pada benda pipihnya itu.

Kak Ali

Ay, Manda tiba-tiba ke kantor mengajakku makan karena dia kesepian tak memiliki teman.

Ini cerita pertamaku yang menggunakan cast imaginasi aku sendiri. Maaf ya kalau ceritanya kurang menatang tapi berimajinasi itu mudah pada awalnya kalo udah dapet 2 paragraf langsung ambyar he he he

Hati-hati typo bertebaran

Selamat membaca, kalau bersedia silahkan di vote dan komen... terimakasih ^^

Just You, Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang