Bulu-bulu mata lentik itu mengerjap diterpa kemilau cahaya matahari. Ia kemudian mulai membuka kedua matanya dan menatap langit-langit. Aroma Lavender yang menenangkan menyambut indera penciumannya, membuat sang gadis perlahan bangkit dan menghirup aroma di pagi harinya dengan khidmat.
Evangelline Fay menyibak selimutnya dan memilih duduk di tepi ranjang. Gadis itu kemudian meneguk segelas air putih di atas nakas, kemudian ia berjalan ke arah balkon seraya sibuk meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku.
Masih berbalutkan gaun tidurnya yang menjuntai di atas pualam marmer tempat kedua kakinya melangkah tanpa alas kaki itu, Evangelline Fay membuka pintu balkon, kemudian menghirup udara segar, dan berjalan ke arah pembatas balkon yang menyuguhkan panorama kota tua bersejarah, yakni London.
Gadis itu mengamati hiruk-pikuk kota dari atas balkon apartemennya. Eve bisa mendengar suara-suara bising khas kesibukan kota London di pagi hari, yang senantiasa produktif dan memengaruhi orang-orang untuk bergerak cepat.
Di Inggris, orang-orang menjunjung tinggi proverb klasik Time is Money. Tak heran bila kota yang dikenal sebagai salah satu peradaban besar di Eropa ini senantiasa sibuk dengan ingar-bingarnya. Taraf hidup yang tinggi dengan persaingan kerja yang kompetitif pun dijadikan landasan filosofis atas etos kerjamereka.
Setiap kali berbicara tentang London, Evangelline seringkali teringat akan masa-masa sulitnya di kota ini. Dulu sekali, ketika ia datang ke London untuk mengikuti casting iklan produk makanan di usianya yang masih belia, ia juga pernah menghadapi banyak persaingan keji yang membuatnya terombang-ambing tanpa arah dan tujuan di kota besar ini.
Eve teringat, dahulu, ketika dirinya pergi ke London secara diam-diam meninggalkan Brendford yang damai untuk mengejar impiannya sebagai actress papan atas, ia pernah tinggal di sebuah flat kecil dan seringkali mengalami diskriminasi sosial.
Tidak seperti calon-calon bintang papan atas lainnya, ia kerap kali dipandang sebelah mata karena background pendidikannya yang bukan berasal dari akademi seni ternama. Agency besar manapun acapkali meragukan kemampuannya. Selama 7 tahun, ia telah menikmati porsinya sebagai pemeran pendukung di setiap project perfilm-an. Dirinya yang masih belia harus bertahan hidup di kota besar dengan sudut pandang masyarakat metropolitan yang kejam lagi tak kenal kompromi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑬𝒅𝒆𝒗𝒆 ( 𝑻𝒉𝒆 𝑯𝒂𝒓𝒓𝒊𝒔𝒔𝒐𝒏'𝒔 𝑺𝒆𝒓𝒊𝒆𝒔 )
Romance¤ Genre : Romance Politic ¤ Writer : Liebe_Aimer ¤ Status : On Going The Harrisson Couple Series "Edeve" Sang Perdana Menteri Inggris yang terlampau skeptis terhadap percintaan, pada akhirnya menemukan European Goddess sebagai belahan jiwanya. ...