Setahun

1.5K 106 5
                                    


Sudah setahun lelaki bernama Cho Kyu Hyun itu tidak pulang, Rhae Hoon tengah duduk di atas ayunan kayu di depan rumah mereka, wajahnya yang cantik sudah semakin cekung dari hari ke hari, begitupun dengan tubuhnya yang kian kurus dari hari ke hari. Sesekali di telinganya terdengar gelak tawa putra kesayangannya, Cho Ji Ho yang tengah bermain beberapa meter dari tempat Rhae Hoon duduk. Bocah laki-laki yang keberadaannya adalah satu dari dua alasan Rhae Hoon bertahan hidup. Alasan keduanya adalah tentu saja harapan bahwa suatu saat suaminya akan pulang, akan tersenyum dan memeluknya erat seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
Sudah setahun Kyu Hyun tidak pulang, tapi bahkan Rhae Hoon masih bisa mencium wangi tubuhnya di seluruh penjuru rumah. Pikiran dan benaknya masih merekam semua memori mereka dengan sangat baik, tentang bagaimana senyum yang mengembang di wajah pria itu di hari pernikahan mereka, juga bagaimana hangat jemari Kyu Hyun ketika menggenggam tangannya saat keduanya memeriksakan kandungan dan melihat rupa anak mereka lewat layar USG 4D, bahkan binar mata itu masih membekas kuat di ingatan Rhae Hoon. Seolah semua kenangan itu baru saja terjadi kemarin sore.
Sudah setahun Kyu Hyun hilang, tidak, Rhae Hoon menolak semua orang yang memintanya mengikhlaskan kepergian pria itu, dalam ingatannya suaminya itu akan segera pulang. Di hari-hari tertentu, wanita itu bahkan bepergian ke Cina, pergi menjelajah ke semua tempat yang mungkin saja dikunjungi Kyu Hyun, tapi usahanya tidak pernah membuahkan hasil.

Satu titik air mata yang bahkan belum mengering itupun akhirnya terhapus oleh sapuan sapu tangan dari seorang perempuan paruh baya yang tengah menekan hatinya kuat-kuat supaya tidak ikut menangis.

"Rhae Hoon-ie, jangan menangis," ujarnya pelan.

Rhae Hoon hanya tersenyum tipis menanggapi kata-kata yang terlontar dari bibir ibu mertuanya, yang kali ini datang dengan misi yang sama seperti yang ia lakukan ratusan kali dalam setahun ; mengajak Rhae Hoon dan Ji Ho tinggal bersama mereka. Namun Rhae Hoon selalu menolak dengan alasan yang sama, 'bagaimana jika Kyu Hyun pulang dan aku dan Ji Ho tidak ada? Betapa bingung dan takutnya dia jika kami tidak ada.'
Lalu Nyonya Cho akan pura-pura mengerti dan mengiyakan penolakan menantunya, jadi beliau dan ibu Rhae Hoon akan bergantian datang dan menginap di rumah itu untuk menemani dan membantu Rhae Hoon merawat Cho Ji Ho.

Mengenai Ji Ho, anak itu mewarisi garis wajah yang nyaris sama dengan ayahnya, bahkan satu tahi lalat di bawah mata kanan Kyu Hyun pun menurun sempurna di wajah Ji Ho. Tubuh anak lelaki itu gemuk dan kulitnya putih seperti salju, matanya sehitam malam dan hidungnya mancung seperti perosotan taman kanak-kanak.

Sudah setahun Kyu Hyun menghilang, orang-orang di stasiun TV masih suka membicarakan perihal raibnya pria itu dari dunia ini, ada rumor yang berkembang kalau Kyu Hyun tidak pernah naik ke dalam pesawat karena mobil yang mengantarkannya mengalami kecelakaan sepulang dari bandara, naasnya supir yang mengendarainya meninggal di tempat, jadi tidak ada saksi atau bukti yang bisa menguatkan rumor itu.
Changmin datang, pria tinggi itu menghela napas dalam melihat Rhae Hoon yang menahan tangis dengan wajah memerah, lalu lelaki itu menggendong Ji Ho yang ada di dekapan Ye Seul, membawanya mendekat pada ibunya dan Nyonya Cho.

"Hai, jagoan!" sapa Changmin lalu memijit hidung Ji Ho, membuat anak lelaki itu memekik kecil, dengan senyum berbinar ia duduk di pangkuan ibunya setelah Changmin menurunkannya.

"Kubawakan vitamin untukmu dan Ji Ho," katanya setelah menyapa Nyonya Cho lebih dulu. Changmin menatap sekitar, menahan suara di dalam tenggorokan, mengenang apa yang Kyu Hyun katakan padanya satu jam sebelum pria itu naik pesawat, pria itu berpesan supaya Changmin menengok keadaan Rhae Hoon satu hari setelah keberangkatannya karena saat itu Rhae Hoon tengah hamil besar. Andai Changmin tahu jika Kyu Hyun tidak akan kembali, sudah pasti ia melarang sahabat karibnya itu pergi.
***

Di tempat lain, di sebuah rumah yang berada di pinggiran kota Seoul, seorang pria duduk di atas kursi roda dengan tangan yang mengepal. Tatapannya nyalang ke arah jalan besar, merangkai satu persatu serpihan cara yang memungkinkan dirinya untuk bisa pulang ke rumah.

SORRY✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang