LIMA - 1

822 137 55
                                    


It was three weeks! Maaf banget yaaaa... belakangan ini aku lagi nggak enak badan, mohon do'anya semoga aku hamidun kayak Mbak Zaskia Sungkar hihihi... walau penantianku baru dua tahun tapi udah bosen denger orang-orang nanya ahahhah. Jadi curhat. maaf sekali lagi, cuma bisa nulis setengah bab huhuhu.

================================================================================

Aghnia merasa dirinya hampir gila karena prosesi pranikah yang ternyata begitu panjang dan melelahkan. Dia pikir, proses pernikahan hanya sebeatas akad nikah, tapi ternyata tidak. Ini seperti dia benar-benar akan menikah. Hm... sebenarnya dia memang benar-benar akan menikah, hanya tidak menyangka akan benar-benar semeriah ini. Dia harus melewati malam henna tiga hari berturut-turut dengan konsep yang berbeda. Harus tetap tersenyum walau lelah luar biasa, padahal tidak ada satupun tamu yang dia kenal.

"Ma'am, anda harus menganti baju dan membersihkan wajah anda terlebih dahulu." Suara Laila, salah satu dari dua pelayan pribadi yang ditugaskan Kalven untuk mengurus semua kebutuhan Aghnia.

"Hmm..." hanya itu jawaban yang mampu Aghnia berikan. Kedua matanya terpejam seolah ada perekat yang menempelkannya.

"Ma'am..." panggilan itu terdengar samar, sampai akhirnya dia benar-benar terlelap tanpa mempedulikan apapun.

Aghnia terbangun dengan kaget. Tidurnya terasa sekejap mata yang berlalu tanpa mimpi, tapi nyenyak sekali. Tubuhnya sudah berbalut selimut, dan abayanya sudah berganti dengan gaun tidur. Bahkan wajahnya sudah bersih dari makeup.

"Aku tidak tau manusia bisa tidur seperti orang mati." Suara Kalven mengejutkan Aghnia. Lelaki itu sedang duduk di sofa yang tidak jauh dari tempat tidurnya. Ada dua cangkir kopi yang sudah kosong di atas meja yang ada di depannya. Asap mengepul dari cerutu yang terselip diantara jemarinya. Cerutunya wangi sekali. Dan baru kali ini Aghnia melihat Kalven merokok. Mungkin dia sudah terlalu kalut. Siapa yang menyangka ternyata kehidupan istana begitu melelahkan, untuk seorang raja sekalipun.

Aghnia menatap waspada. "Kenapa kau ada di sini?" tanyanya lebih terdengar seperti menuduh. "Bukan kau yang mengganti pakaianku, kan?" lanjutnya lagi diiringi dengan kedua tangannya menyilang menutupi dada.

Kalven tertawa, mematikan cerutunya. "Tidak perlu ditutupi. Tidak ada apa-apa di sana."

Aghnia mencebik kesal. walau kecil, dadanya cukup bagus. Kencang dan berisi. Tapi tidak mungkin, kan, Aghnia menunjukannya pada Kalven. "Lagi pula buat apa sih pagi-pagi kau kesini? Senang menonton aku tidur?"

"Pagi? Ini sudah hampir tengah hari!" Kalven berdiri dan berjalan menuju jendela. Lalu menarik gorden, membuat sinar matahari masuk dan menyilaukan.

Aghnia memincingkan mata, mencoba melindungi netranya dari cahaya yang tiba-tiba menusuk. Jadi sebenarnya dia tertidur sudah cukup lama. "Ada apa kamu kesini? Bagaiamanpun ini kamar wanita, kamu tidak bisa seenaknya masuk." Katanya lagi agak kesal.

"Tidak masalah, inikan kamar calon istriku."

"Jangan bercanda!" Aghnia menyingkap selimut dan turun dari tempat tidur. Menghampiri Kalven yang masih berdiri di depan jendela, menatap keluar dengan tatapan hampa.

"Itu, kan, memang kenyataan. Besok, kau resmi menjadi istriku." Nada suara Kalven sudah berubah. Tidak penuh canda seperti tadi. Kali ini terdengar sedih.

Jadi Aghnia diam, tidak menanggapi kesal seperti sebelumnya. Dia ikut menatap keluar jendela tanpa benar-benar melihat apapun.

"Maafkan aku." Kata Kalven pada akhirnya. "Aku benar-benar tidak berpikir panajang ketika menyeretmu kedalam masalah ini. Sebenarnya, jika kau ingin kabur, kau masih punya waktu."

THE KING AND HIS MISTAKEN #2ndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang