TIGA

1K 156 27
                                    

"Maafkan saya, Baba." Ulang Kalven, tapi Baba Salaman, ayahnya Aghnia, tetap diam. Sementara di sisi Baba Salaman, Aghnia terus menunduk setelah panjang kali lebar mencaci maki. Kalau bukan karena ayahnya, mungkin Aghnia belum juga diam sekarang.

Kalven juga ikut menunduk sekarang, mulai menyesali sikap impulsive-nya. Dia sudah menempatkan Aghnia di posisi yang sulit. Tadi dia terlalu marah untuk memikirkan hal-hal lain. Hatinya bukan hanya patah, tapi remuk redam. Rasa kecewanya terlalu dalam sehinngga turut menenggelamkan akal sehatnya.

"Aku harap, kamu menikahi Aghnia secara resmi." Kata Baba Salaman akhirnya.

"Itu sudah pasti, Baba! Karena aku sudah mengatakan jika aku akan mengesahkan status Aghnia agar setara dengan istri pertama."

"Kemudian," lanjut Baba Salaman, nampak tidak peduli dengan penjelasan Kalven. "Jaga di sisimu selamanya agar dia bahagia."

"Baba!" pekik Aghnia tidak percaya.

Sementara Kalven tertegun, otaknya masih mencoba mencerna. Tunggu dulu! Apa?! "Maksudnya dengan menjaga Aghnia selamanya itu apa, Baba?" tanyanya pada akhirnya. Karena tadi dia sudah menjelaskan kepada Baba dan Aghnia jika ini hanya sementara, untuk memberi pelajaran kepada istrinya saja.

"Jika nanti kau sudah tidak membutuhkan Aghnia dan melepaskannya, apa akan ada lelaki yang menerima wanita bekas selir?" Baba hanya menatap cangkir teh yang tidak tersentuh di atas meja, dengan pandangan sedih seorang ayah yang memikirkan nasib putrinya.

"Tapi status Aghnia tidak akan menjadi selir, Baba. Dia akan menjadi istriku!"

"Apa bedanya? Dia tetap yang kedua, dan dimata orang, statusnya tetap hanyalah selir. Dia tidak bisa menyandang nama Al-Arkhan. Seperti ibumu. Kau sendiri lihat bagaimana kehidupan ibumu, kan? Suatu keberuntungan anaknya bisa menjadi raja. Walau tak kasat mata, statusnya turut naik satu tingkat. Mungkin itu tidak akan pernah terjadi pada Aghnia."

Kalven tertegun. Dia benar-benar tidak berpikir sejauh itu. Tadi dia hanya benar-benar bertindak menuruti emosi. Hal yang sangat berbahaya mengingat dia adalah seorang raja, yang dituntut untuk mengambil keputusan waras, segila apapun situasinya.

Di sisi Baba, Aghnia meringis memikirkan nasibnya. Pernikahan indah yang menjadi impian setiap wanita seperti lenyap begitu saja dari bayangan. Dia akan menjadi istri kedua seorang raja! Bagi wanita lain mungkin itu nampak menakjubkan. Tapi bagi Aghnia yang menginginkan keluarga sederhana yang bahagia dan penuh cinta, itu seperti neraka!

Baba Salaman berdiri. "Walau kecewa, aku masih percaya kau bisa memikirkan segalanya demi kebaikan Aghnia." Katanya dengan suara yang bergetar. Kalven tau Baba berusaha untuk tenang, ditengah perasaannya yang mungkin saja sama kacaunya dengan Kalven. "Biarkan aku istirahat lebih dulu. Kalian berdua bicaralah." Lanjutnya. Tanpa menunggu persetujuan dari siapapun, Baba Salaman mengambil langkah pergi.

Kalven mengalihkan pandangannya pada Aghnia, setelah Baba Salaman hilang di balik pintu. Wanita itu sedang menangkup kepalanya dengan kedua tangan, nampak sekali frustasi.

"Maafkan aku..." pinta Kalven untuk yang kesekian kalinya. Namun Aghnia bergeming. "Aku sanggup memenuhi permintaan Baba Salaman. Aku bisa menjagamu seumur hidupku. Aku bisa membahagiakanmu." Lanjutnya, dan Aghnia dengan cepat mengangkat kepalanya. Menatap Kalven dengan sinis.

"Membahagiakanku? Apa menurutmu yang akan membuatku bahagia?"

Kalven diam. Mencari jawaban. Apa yang bisa membuat Aghnia bahagia? Ketika tinggal bersamanya di Al-Madam, Aghnia selalu ceria. Dia nampak bahagia untuk semua hal. Dia bahagia ketika menemukan landak gurun dan terus mengejarnya, walau pada akhirnya dia tidak berani untuk menangkapnya. Dia selalu bahagia jika ada pohon kurma yang berbuah. Dia juga bahagia ketika hujan turun. Bahkan ketika mereka mengigil karena di malam-malam di puncak musim panas, Aghnia tidak pernah terlihat tidak bahagia.

THE KING AND HIS MISTAKEN #2ndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang