2

22 4 0
                                    

Aku menuruni tangga dan berjalan menuju meja makan. Disana telah ada paman dan sepupuku. Aku meletakkan tas di kursi dan berjalan menuju dapur untuk membantu nenek dan tante menyiapkan sarapan. Setelah semua sarapan tersaji di meja makan, kami pun mulai memakannya dan tidak lupa membaca doa makan sebelum makan.

"Om, nanti Rai pulang naik trans aja ya, karena ada kerja kelompok dan mungkin siapnya sore" kata ku memberikan penjelasan.

"Iya. Oh ya nanti malam ada film Tom Cruise yang baru itu, Rai nonton gak?" Paman bertanya. Paman dan aku pengemar berat film Tom Cruise. Tidak hanya Tom Cruise, sebenarnya masih banyak film-film lainnya yang kami gemari. Namun semua film yang di bintangi oleh Tom Cruise adalah film favoritku. Otomatis nanti malam aku akan stand by di depan TV untuk menonton film tersebut.

"Pasti dong Om, Rai kan penggemar berat Tom Cruise" jawabku dengan seulas senyum.

Meja makan langsung penuh dengan percakapan tentang film yang sangat ku sukai itu. Sepupuku, Zaya yang sekarang duduk di kelas 8 juga menyukai film ini. Hal ini terjadi karena dia ketularan diriku.

Sementara tante dan nenek mulai berbicara membahas tentang promo minyak murah. Saat ini terbagi dua pecakapan di meja makan. Makanan dengan cepat habis. Aku tidak sempat membantu nenek dan tante membereskan sisa-sisa sarapan, karena harus bergegas sebelum terlambat ke sekolah.

Akibat terlalu asyik membahas film bersama Om dan Zaya, aku sampai melupakan waktu. Om Dani telah menghidupkan sepeda motornya, aku dan Zaya menyalami nenek dan tante kemudian bergegas menaiki sepeda motor yang kemudian melaju membelah jalanan kota.

Udara pagi yang sejuk langsung menyambutku membawa ketenangan hingga ke hati. Om Dani mengendarai sepeda motor dengan kecepatan yang lumayan tinggi dan jangan lupa, ia sangat pandai menyalip kendaraan lain. Buktinya barusan ia meyalip sebuah bus transkoetaradja. Aku harus berpegangan dengan erat jika tidak ingin terjungkal dari sepeda motor.

10 menit perjalanan akhirnya aku tiba di sekolah ku. Biasanya membutuhkan waktu 20 menit, namun jika melihat bagaimana Om Dani membawa sepeda motor tadi, aku tidak heran mengapa aku sampai di sekolah hanya dalam waktu 10 menit. Aku segera turun dan menyalami Om Dani. Om Dani mulai pergi untuk mengantarkan Zaya ke sekolahnya. Aku melewati gerbang sekolah dan meletakkan helm di tempat khusus penyimpanan helm dan setengah berlari menuju kelas ku yang berada di lantai 2.

Persis aku sampai di pintu kelas, bel masuk berbunyi. Aku tersengal dan meletakkan tas di samping meja, duduk di kursi untuk mengatur napasku. Jika bukan karena pak Ahmad yang masuk pelajaran pertama, mungkin saat ini aku masih berjalan santai menuju kelas.

Pak Ahmad adalah seorang guru pelajaran Sejarah Indonesia yang sangat disiplin. Ia tidak mentolerir adanya siswa pembangkang, terlambat, tidak mengerjakan tugas yang ia berikan. Aku lebih takut kepadanya dari pada guru BK, walaupun aku sendiri belum pernah dan tak akan pernah mau berurusan dengan BK.

Baru 2 bulan yang lalu aku masuk ke sekolah ini dan atmosfer belajarnya langsung terasa. Mulai dari tugas yang bertumpuk, catatan yang harus segera di lengkapi, kerja kelompok, presentasi, hafalan. Seolah-olah hidupku hanya berputar pada itu-itu saja.

Selang beberapa saat, pak Ahmad memasuki kelas. Kelas yang semula berisik sekarang mendadak diam. Bahkan jika ada seekor lalat yang terbang, suara kepakan sayapnya mungkin saja akan terdengar.

Suasana mencekam ini terasa mencekik, seolah oksigen menghilang entah kemana. Pak Ahmad mengucapkan salam yang langsung di jawab oleh kami semua.

"Kumpulkan PR kalian" kata pak Ahmad dengan tegas. Hanya dengan 3 kata itu, dapat membuat semua murid yang tadinya tentram, sekarang compang camping memeriksa tas untuk mengambil buku. Lihat baru masuk saja ia telah meminta kami untuk mengumpulkan PR, tanpa basa basi atau mengabsen para murid.

Inilah kenapa aku menyebut Pak Ahmad sang perfeksionis. Bagaimana tidak perfeksionis, lihat penampilannya. Ia tidak terlihat seperti seorang guru. Dengan kemeja yang lengannya di lipat sampai ke siku, celana kain, dan sepatunya yang mengilap itu. Bahkan aku bisa berkaca di sepatunya saking mengilapnya. Tas kerja yang selalu ia bawa. Rambut yang tertata rapi serta satu kacamata yang bertengger di hidup mancungnya. Benar-benar perfeksionis.

Aku mulai menggeledah isi tas ku untuk mengambil buku tulisku. Setelah ketemu aku memberikannya kepada si ketua kelas yang bertugas mengumpulkan buku. Terdapat pemandangan yang seru setelah ini. Dimana setelah pak Ahmad menghitung buku, akan ada beberapa orang yang tidak mengerjakan tugas untuk maju kedepan, sebuah pertunjukan yang di tunggu-tunggu.

Ternyata tidak ada yang maju ke depan. Apakah semuanya membuat pr?. Jika semua siswa di kelasku membuat pr, makanya pertunjukan yang ku tunggu-tunggu tidak ada. Aku menghela napas. Padahal aku berharap akan ada pertunjukan hari ini. Licik sekali otak ku ini.

Tepat ketika pak Ahmad selesai menghitung buku, namaku di panggil.

"Raihana Kaniya" panggil pak Ahmad dengan suaranya yang tegas.

Ya Allah.. Ada apa ini. Tanganku mulai mendingin, jantungku berpacu cepat, keringat mengalir di punggungku, kakiku gemetar, kesunyian terasa, udara di sekitarku seperti menghilang, membuatku tercekik. Apakah aku ada salah, mengapa namaku di panggil. Sepanjang jalan aku berjalan menuju ke depan, tak henti-hentinya aku menyebut Yang Maha Kuasa. Astagfirullah.

Ketika aku sampai di depan, tepatnya di samping meja guru. Aku mengedarkan pandangan ke penjuru kelas. Semua mata menatapku. Ada yang menatap dengan tatapan khawatir, bingung dan senang. Aku tidak tau, ketika aku mengharapkan sebuah pertunjukkan yang aku pikir tidak ada untuk hari ini, ternyata akulah pemeran utama dari pertunjukan itu.

RAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang