4

19 5 0
                                    

Ketika mataku terbuka aku melihat seorang siswi yang mengenakan baju olahraga, sedang tersenyum ke arahku.

"Boleh kakak duduk disini?" tanyanya.

Dibawah pohon ini hanya satu orang yang duduk, yaitu aku. Jika ada siswa maupun siswi lain yang ingin duduk, seharusnya tidak perlu bertanya padaku. Dan mendengarnya memanggil dirinya sendiri dengan sebutan kakak, berarti yang sedang berbicara denganku adalah kakak kelas.

"Boleh kak, silahkan" jawabku tersenyum sembari mempersilahkannya untuk duduk. Aku membenarkan posisi duduk yang sebelumnya bersender ke belakang menjadi tegak.

"Kenalin, nama kakak Alya Nafisah. Panggil aja kak Alya. Kalo nama kamu?" tanyanya setelah duduk di sampingku.

"Raihana kak" jawabku singkat, sembari tersenyum ramah.

"Kakak minta maaf ya, gara-gara kakak bunga sakura yang kamu buat jadi rusak. Tadi pas lagi jalan kakak gak sengaja nginjak bunganya. Kakak kira gak ada yang punya, eh ternyata punya kamu. Kakak minta maaf" kata kak Alya yang sepertinya memang merasa bersalah atas bunga yang diinjaknya tadi.

Sekarang aku tau, siapa yang menginjak bunga sakuraku. Walau merasa kesal telah membuatnya selama satu jam. Mendengar kak Alya meminta maaf, tidak mungkin aku tidak memaafkannya. Walau bunga sakuraku berakhir di tempat sampah.

"Oh gak papa kak, nanti Rai bisa buat ulang kok di rumah" kataku tersenyum, menerima permintaan maafnya secara halus.

"Baguslah kalau kamu gak merasa keberatan, karena tadi kakak lihat kamu kayak kecewa kali gitu, dan kakak benar-benar merasa bersalah" katanya menerangkan

Aku tidak tau harus menjawab apa selain hanya bisa tersenyum.

"Eh, kamu kenapa gak masuk ke kelas?" Tanya kak Alya setelah kami terdiam beberapa saat.

"Buku pr saya ketinggalan di rumah, jadi saya gak bisa masuk ke kelas kak" Kataku dengan sedikit lebih singkat. Tanpa punya niatan untuk menceritakan semuanya.

"Yang masuk pak Ahmad ya?" kak Alya menebak.

"Kok kakak bisa tau?" aku bertanya balik.

"Ya siapa sih yang gak kenal pak Ahmad di sekolah ini. Satu-satunya guru yang berani bantah kepala sekolah. Guru yang semua siswa kelasnya jika tidak membuat tugas akan di suruh keluar. Guru yang lebih kejam dari pada guru BK di sini sekalipun"

Aku terkejut mendengar penuturan kak Alya. Aku mendapatkan fakta baru tentang pak Ahmad. Aku pikir pak Ahmad hanya seorang guru yang perfeksionis seperti guru lainnya. Mendengar hal itu, aku tidak berani lagi untuk datang terlambat atau sekedar melupakan tugas.

"Kakak balik ke kelas dulu ya dek,  kapan-kapan kita ngobrol lagi ya. Dadah" Kak Alya berjalan menjauh seraya melambaikan tangan.

Aku pun tersenyum dan ikut melambaikan tangan. Ternyata menyenangkan juga bisa mengobrol dengan kakak kelas. Aku bangkit dari duduk ku dan berjalan menuju ke perpustakaan untuk mengisi waktu yang sisa satu jam lagi. Karena aku tidak memiliki kegiatan lain selain menghabiskan waktu dengan membaca novel tentunya.


***

Satu jam berlalu dengan cepat. Tanpa terasa bel berbunyi menandakan waktu pergantian jam. Aku bangkit dan meletakkan buku yang ku baca ke tempatnya semula. Aku bergegas kembali ke kelas sebelum guru pelajaran selanjutnya masuk.

Ketika aku selesai menggunakan sepatu, aku bergegas menuju kelas. Namun di tikungan koridor menuju kelas aku menabrak sesuatu yang cukup keras, dan hal itu membuat dahiku sedikit sakit dan mundur beberapa langkah. Aku menggosok dahiku untuk menghilangkan rasa sakit. Setelah lumayan hilang sakitnya aku menengadah untuk melihat apakah yang barusan aku tabrak.

Ternyata aku menabrak seorang laki-laki, lebih tepatnya seorang siswa. Aku terkejut dan segera minta maaf. Tanpa menunggu jawabannya aku segera meninggalkannya. 

Aku sampai di kelas dan beruntung guru pelajaran selanjutnya belum masuk. Aku meletakkan beberapa alat kelas yang tadi aku beli di koperasi. Dina merasa heran mengapa aku masuk dengan beberapa alat tulis. Ia bertanya dan aku membalasnya hanya dengan senyuman.

"Rai, Dahi kau kenapa merah?" tanya Dina.

"Oh ini, tadi aku menabrak seseorang pas mau ke kelas. Nampak kali ya?" tanya ku balik sambil menyentuh dahiku yang katanya memerah.

"Siapa?" tanya Dina dengan wajah penasarannya. Ia semakin mendekatkan dirinya kepadaku untuk mendengar jawabanku. 

Namun sayang, guru sudah masuk lebih dahulu sebelum Dina mendengar jawabanku. Dina mengerucutkan bibirnya, tanda Ia sedang kesal. Aku senang melihat wajahnya yang cemberut. 

"Sabar, nanti waktu istirahat aku kasih tau" Aku berbisik kepadanya.

"Ingat ya, awas kalo lupa, gausah nonton drakor baru" Ancam Dina.

"Iya iya" jawabku sambil tersenyum karena senang melihat tingkahnya yang sedang cemberut.


***

"Jadi siapa?" Tanya Dina lagi. 

Tidak sabar memang Dina ini. Dari tadi terus mendesakku. Saat ini kami sedang di kantin menunggu pesanan kami datang. Kami duduk di sebuah meja dekat jendela kantin yang langsung memperlihatkan lapangan sekolah.

"Tunggu makanan datang dulu ya, udah lapar nih" kataku dengan wajah memelas.

"ihh Rai ini memang selalu kayak gini ya, gausah nonton drakor nanti" Ancam Dina lagi.

"Iya beh" kataku mengalah.

Aku mulai menceritakan dari awal aku keluar kelas, apa yang kulakukan, aku bertemu siapa, lalu baca buku di perpustakaan hingga ketika aku tertabrak dengan seorang laki-laki. 

"Jadi, siapa nama cowok itu?" tanya Dina dengan rasa penasarannya yang tidak bisa di bendung lagi.

"Enggak tau. Kan aku langsung balik ke kelas dan cuma bilang maaf" jawabku walau aku sendiri penasaran siapa orangnya.

"Tapi ingatkan wajahnya" tanyanya lagi.

Aku mengangguk sebagai jawaban.

Pesanan kami akhirnya datang juga. Kami mulai memakannya walau masih terselip sedikit rasa penasaran.

Kantin yang sebelumnya berisik, tiba-tiba menjadi senyap. Semua mata memandang ke arah pintu masuk kantin. Masuklah seorang laki-laki yang membuat semua siswi berteriak heboh. Namun mata siswa laki-laki itu hanya menatap satu arah, yaitu aku.



15 Desember 2020, 3.26 PM

RAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang