13. Pernyataan Cinta Ken

16 3 0
                                    

Aku sudah memutuskan untuk mencoba membuka hatiku untuk Ken. Dia sangat romantis. Dia mengirimiku sebuket bunga setiap hari hingga akhirnya aku memutuskan untuk menerima ajakan kencannya.

Hanya saja hari Sabtu mendadak aku diminta menemani ibuku arisan sehingga kencan diundur ke hari Minggu. Ken tidak marah mendengarnya. Hal ini menambah satu nilai plus Ken di mataku.

Hari ini kami akan pergi ke mall di daerah Jakarta Barat yang mengijinkan kami membawa hewan peliharaan karena Ken memintaku membawa serta Luna. Tentu saja hal ini disambut baik oleh Luna. Dia juga ingin bertemu dengan Ken untuk mengetahui apakah hati Ken baik.

“Hai, Ken. Aku letakkan pet cargonya disini tidak apa-apa?” tanyaku saat ingin meletakkan pet cargo Luna di bangku bagian tengah. Raut wajah Ken terlihat keberatan sepersekian detik sebelum digantikan oleh senyum lebar.

“Tidak apa-apa. Letakkan di situ aja.”

“Apa kamu yakin? Aku bisa meletakkannya di bagasi jika kamu keberatan,” ucapku ragu-ragu. Aku yakin tadi aku sempat melihat raut wajah tidak suka walaupun hanya sebentar.

“Tidak apa-apa, Han. Apapun akan kulakukan demi gadis cantik sepertimu,” ucapnya sambil tersenyum menggoda.

Wajahku rasanya tiba-tiba memanas. Aku tutup pintu belakang dan berusaha menenangkan detak jantungku yang berdentum cepat sebelum membuka pintu depan.

“Sudah siap pergi, Nona Cantik?” tanyanya sambil tersenyum miring, yang semakin menegaskan ketampanannya.

Aku hanya mengganggukkan kepalaku karena malu. Hari ini dia terlihat sangat tampan dengan kaos putih oblong dengan outer kemeja bergambar bunga-bunga, dan celana jeans panjang.

“Hari ini kamu terlihat cantik sekali,” pujinya.

“Terima kasih.” Aku tersenyum malu dan menundukkan kepalaku.

“Wah, kita rasanya ditakdirkan Tuhan untuk berjodoh ya,” sambungnya lagi.

“Kenapa begitu?” tanyaku bingung. Kepalaku secara refleks langsung terangkat dan menatap ke arahnya.

“Lihat, kamu memakai dress selutut bergambar bunga-bunga juga. Kita seperti janjian,” ucapnya senang.

Aku melihat dress yang kukenakan dan kemeja yang Ken pakai secara bergantian. “Eh, iya, motif baju kita sama,” seruku sambil tersenyum. Sungguh sebuah kebetulan yang menyenangkan.

Tadinya aku ingin memakai kaos oblong dan celana jeans. Namun, Luna bilang aku harus rapi saat pergi kencan.

Jadilah aku memakai dress ini dan memoleskan sedikit make up supaya wajahku terlihat lebih cantik.

Lama-lama aku bingung ya. Aku rasanya bukan memiliki peliharaan tapi konsultan kecantikan dan cinta. 

Ketika tiba, kami langsung menuju taman terbuka yang ada di mall tersebut.

“Ramai sekali, ya,” ucapku terkagum ketika melihat taman ini dipenuhi oleh banyak orang dari berbagai usia.

“Iya, banyak keluarga yang menghabiskan waktu mereka disini. Taman ini merupakan salah satu ikon yang terkenal di mall ini,” beri tahu Ken.

Aku hanya menggangguk-angguk sambil dengan antusias memperhatikan sekeliling.  Kulihat banyak anak-anak kecil dan orang tua mereka sedang memperhatikan ikan-ikan yang berenang dengan lemah gemulai di kolam yang banyak terdapat di sini.

“Anjingnya lucu sekali,” ucapku dengan mata berbinar-binar melihat seekor anjing kecil sedang mengibas-ngibaskan ekornya berjalan di depan pemiliknya. Di lehernya melilit sebuah kalung yang terhubung dengan tali penuntun untuk dipegang pemilkinya.

Ada juga yang membawa anjingnya dalam kereta dorong mirip seperti kereta dorong untuk bayi, hanya saja yang ini berukuran lebih kecil.

Ken hanya tersenyum melihat tingkahku. Kuakui memang aku jarang sekali pergi ke mall ini. Hidupku setiap hari hanya kantor dan rumah. Jikalau pergi ke mall, hanya yang dekat dengan kantorku.

“Kita makan dulu, yuk, Han. Restoran yang itu, bagaimana?” Ken menunjuk salah satu restoran yang berada di sekitar taman itu.

Ada banyak restoran dan kafe di sekeliling taman itu yang terhubung dengan mall. Jadi restoran dan kafe itu terbagi 2 area, setengahnya berada di dalam mall sehingga dilengkapi dengan AC dan sebagian lagi outdoor.

Banyak pemilik hewan peliharaan yang memilih area outdoor sehingga mereka bisa mengikat anjingnya di bagian luar restoran atau kafe.

“Oke. Aku juga suka makanan Italia.”

Kemudian kami memilih tempat duduk di bagian outdoor walaupun cuaca hari ini terbilang panas, supaya bisa melihat-lihat pemandangan yang ada di taman tersebut.

Aku juga merasa lebih nyaman duduk di luar karena ada Luna.

Sebenarnya pihak mall tidak mempermasalahkan jika membawa masuk binatang peliharaan ke dalam area mall, asalkan binatang tersebut berada di dalam pet cargo.

“Mau makan apa?” tanya Ken saat pelayan sudah berada di samping kami sambil memegang kertas untuk mencatat pesanan.

“Kamu mau pesan apa?” aku bertanya balik pada Ken karena aku bingung. Semua makanan yang ada di buku menu terlihat lezat semua.

“Aku sirloin steak,” jawab Ken.

“Ya sudah aku juga.”

“Sirloin steaknya 2 ya, Mas. Minumnya saya lychee iced tea,” ujar Ken

“Saya ice tea saja, Mas. Tanpa gula ya,” ucapku sambil tersenyum.

Pelayan tersebut kemudian mengambil buku-buku menu kami dan pergi.

“Jadi, Han, boleh aku melihat Luna sekarang?” tanya Ken tiba-tiba.

“Oh, ya, sebentar.” Aku membuka pet cargo lalu mengambil Luna.

Luna terlihat senang saat aku mengeluarkannya. Mungkin dia bosan berada di dalam sana dari tadi.

Kemudian aku menyerahkan Luna pada Ken. Luna terlihat tidak nyaman pada awalnya karena Ken terlihat agak canggung saat memegangnya.

“Hai, Luna! Kamu lucu sekali,” puji Ken sambil mengelus kepala Luna.

“Dimana kamu membelinya?” tanya Ken sambil menyerahkan Luna kembali kepadaku.

“Di petshop dekat rumahku.”

“Rasanya aku tidak melihat ada petshop dekat sana saat aku menjemputmu tadi.”

“Oh, ya? Apa tutup, ya? Aku jarang memperhatikan lingkungan sekitar saat di dalam perjalanan pulang dan pergi ke kantor,” jawabku sambil berusaha mengingat-ingat lingkungan di sekitar rumahku.

Pembicaraan kami kemudian terhenti saat pelayan mengantarkan pesanan kami. Ken langsung memotong-motong steak miliknya, sedangkan aku memasukkan Luna kembali ke dalam pet cargo. Setelah itu, aku melap tanganku dengan tisu basah.

Tiba-tiba saat aku hendak memotong steak milikku, Ken mengangkat piringku dan menukar dengan piringnya. Kulihat steak sudah terpotong kecil-kecil.

“Untukmu, biar tanganmu tidak lelah memotong steaknya,” kata Ken sambil tersenyum. Ya ampun, hatiku rasanya seperti meleleh.

“Terima kasih.” Hanya itu yang mampu aku katakan dengan detak jantung yang berdegub kencang.

Aku kemudian makan dengan perlahan karena aku takut makanku berantakan dan membuatnya illfeel.

“Eh, Han, sebentar.” Aku langsung berhenti makan mendengar kata-katanya.

“Ada apa?” tanyaku bingung.

Ken menjulurkan tangannya yang sedang memegang tisu lalu menyeka sudut bibirku dengan perlahan. “Ada saus steak,” ucapnya sambil tersenyum.

Wajahku langsung memerah mendapatkan perlakuan manisnya. “Maaf ya, Ken. Sudah dua kali kamu menyeka pinggiran bibirku saat makan,” ucapku sambil menunduk malu.

Ken memegang tangan kiriku yang tertelungkup di atas meja. Aku langsung mengangkat kepalaku untuk menatap tangannya yang memegang tanganku lalu menatap wajahnya.

“Tidak apa, Han. Aku bahkan bersedia menyeka pinggiran bibirmu untuk seumur hidupku jika kamu mengijinkan,” ucapnya sambil terenyum.

“Maksudnya?” tanyaku yang mendadak tidak bisa berpikir jernih. Kurasa wajahku sudah semerah kepiting rebus sekarang. Sedikit sekali pria yang pernah memegang tanganku. 

“Hannah, aku menyukaimu dari sejak pertama kali kita bertemu. Maukah kamu menjadi pacarku?” ucap Ken dengan matanya tepat melihat ke dalam bola mataku. Dia terlihat sangat serius dengan ucapannya.

❤❤❤❤❤

Ya ampunnnnn.... Nulis adegan uwuw ini bikin saya meleleh juga lho 😂😂😂😂

Yuk yang dukung Hannah sama Ken tunjuk jari 🙌🙌🙌

Hany ❤
Jakarta, 7/9/20

My Cupid is My Guinea Pig (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang