01 (P E N G E N A L A N)

130 12 0
                                    


" Nadia, bangun sayang! Sudah jam 4, sholat subuh dulu terus ngaji " Suara lembut Umi diiringi dengan guncangan kecil dipundakku menyadarkan ku dari mimpi indahku malam ini.

" Iya Umi.. 5 menit lagi! Masih jam 4 kan, Nadia masih ngantuk Umi.." jawabku spontan dengan mata masih tertutup rapat ketika Umi membangunkan aku setiap subuh.

Kemudian kutarik selimut sampai menutupi kepala dan memeluk guling kembali seraya memikirkan apa yang tadi aku mimpikan, nikmat sekali tidur pada waktu subuh.

" Loh katanya tadi 5 menit lagi! Ini sudah 15 menit Nadia kok belum bangun? " Suara Umi kembali mengagetkanku, aku kaget didalam mimpi rasanya kakiku seperti terjatuh dilubang yang dalam. " Ini ngapain malah pakai selimut! " Ucap Umi lagi sambil menarik selimutku agar aku terusik dan bangun dari mimpi indahku. Namun aku tak kunjung bangun malah semakin kutarik selimut untuk tetap berada diposisi nyaman saat tidurku.

Umi tidak pernah capek membangunkanku yang super susah bangun, akhirnya Umi membaca Al-Quran dengan lantang tepat berada disamping telingaku. " Iya Umi iya Nadia bangun nih " Ucapku dengan memaksa mataku agar dapat terbuka lebar dihadapan Umi. Hal itu yang selalu Umi lakukan ketika aku susah dibangunin, Umi selalu mengaji tepat disampingku berharap aku sadar dan dapat hidayah dari Allah untuk segera bangun ketika mendengar adzan berkumandang.

Aku segera bergegas ke kamar mandi untuk wudhu kemudian sholat, setelah sholat aku selalu murajja'ah bersama Umi, Setelah murajja'ah biasanya aku kembali tidur karena waktu sekolah masih lama.

" Nadia.. tahun depan ke pesantren ya! " Ucap Umi dengan nada memohon. Sontak membuatku kaget, senang sekaligus sedih. Aku senang karena dari kecil aku sudah antusias pengen belajar dipesantren melihat teman sekelasku ada yang anak pesantren, dan sedihnya jika harus berada jauh dari Umi. Aku selalu berfikir 'nanti yang membangunkanku siapa? Kalau aku rindu Umi gimana? Kalau pengen pulang gimana? Tidak tahu jalan pulang'. Umi terus menatapku mengharapkan jawaban dari anaknya, " Eemmm, tahun depan ya Umi? " Ucapku dengan mengulang kata-kata Umi, karena emang aku masih bingung harus jawab apa. " Iya sayang, tahun depan! Nadia tahun depan kan sudah SMP jadi Nadia harus mandiri, kalau bisa menuntut ilmu itu sejauh mungkin. " Ucap Umi disela-sela kebimbanganku. " Nadia tahu kan pepatah yang mengatakan 'Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China', Nadia pengen ke China kan? ". aku menjawab perkataan Umi degan anggukan dan senyuman kecil, berharap Umi lega kalau anaknya tidak menolak ketika mau di bawa kepesantren.

.
.
.
.

Assalamualaikum wr.wb.
Semoga selalu dalam lindungan yang maha esa yaa reader.
Terimakasih sudah membaca ceritaku,
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca 👌
.
Sampai ketemu di part selanjutnya yaa..
See U

"Islammu Mahar Terbaik"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang