20. Idiotic Metaphor, Nevada

417 34 0
                                    

By: Kuncenkasur

Prompt: Snow Storm

Rated: M

Genre: general

Summary: Kalau kamu berjalan terus, dan merasa kalau itu nikmat, maka kamu adalah seorang yang sinting. Besok kiamat mungkin datang, maka menarilah di bawah salju dan berbahagialah selagi sempat.




Jimin sudah tidak kuat lagi berjalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jimin sudah tidak kuat lagi berjalan. Tubuhnya seperti karung yang dilempar begitu saja ke tanah. Ia jatuh terjerembab di tumpukan salju tebal setelah tersandung batu. Dinginnya terasa menusuk tapi hanya sebentar, paling-paling sedetik, karena selebihnya yang ia rasa adalah panas membakar seolah-olah es yang menadahi tubuhnya adalah lahar kental. Kemudian mereka juga sirna, digantikan oleh kebas yang membuatnya hampa, serasa tidak punya badan. Otaknya sudah tidak bisa berfungsi dengan baik. Syarafnya menyerah untuk bekerja. Dia tidak bergerak setelah jatuh, teronggok saja seperti sampah di jalan luas yang redup dan sepi itu.

Kemudian seorang misterius datang. Walau sudah setengah mampus, Jimin masih bisa melihat bahwa orang itu memiliki rambut yang sewarna dengan salju yang baru turun; begitu putih, dan dia mengenakan selembar kain mirip selimut yang diikat, menggantung di pundak dan ujung-ujungnya berkibar terbawa lintang angin dan hujan salju yang deras.

Orang itu memandangnya dari kejauhan. Walau tidak sempurna ia menerka, Jimin merasa bahwa tatapan itu amatlah lekat, layaknya si rambut putih memang melihat kepadanya dengan suatu tujuan. Jimin yang sudah teler mengira bahwa malaikat maut datang menjemput. Dia memejamkan mata dan siap dibawa ketika sosok itu menghampirinya. Dia bahkan berusaha mengulurkan tangannya, karena siapa tahu si malaikat maut mau menuntunnya pergi dari situ. Walau ada sedikit penyesalan, tapi ia kira lebih baik ada ujung dari semua penderitaan ini. Ia sudah tak mau lagi minum air kencingnya sendiri gara-gara kelaparan dan frustrasi butuh kehangatan. Ia sudah muak.

"Kukira kau mayat!"

Kemudian matanya terbuka lagi setelah mendengar suara teriakan kasar yang menyaru dengan deru badai. Ia tahu tubuhnya merespon dengan keterkejutan, walau tidak bisa diperlihatkan lewat ekspresi atau juga gelagat. Ketika melihat wajah itu dari jarak yang dekat, Jimin juga baru sadar kalau rasa-rasanya, ketegangan sekaligus ketakutan dan kepasrahan akan maut yang tadi eksis dan kuat menjadi larut dalam sebuah perasaan aneh yang seketika muncul menguasai. Mata biru itu, dan titik-titik salju yang menempel di rambut dan pundaknya, nampak begitu familier, karena serupa dengan apa yang kebanyakan orang miliki. Bukan seperti rupa malaikat maut yang disebut-sebut sangat mengerikan. Lama-lama Jimin merasa kalau ia sudah ditipu oleh pikirannya sendiri, dan ia pun merumuskan bahwa—ah, sepertinya dia tidak bakal mati di sini.

"Kau masih bisa bangun apa tidak!"

Dia tidak lagi punya energi. Tadinya malah mau menyerah saja, tapi entah mengapa, teriakan dengan nada membentak itu seolah-olah menjadi stimulan bagi otaknya untuk aktif kembali, meski baru dari bagian terkecil dalam sel-selnya. Dalam hitungan menit Jimin belum lagi dapat berbicara atau pun menggerakkan tangan dan kakinya saat itu, sehingga tidak ada kata yang terucap dari bibir dan tidak ada pula tindakan yang ia lakukan ketika tubuhnya kemudian digerakkan, untuk dibawa duduk atau berdiri kalau masih bisa.

Jimsu Day 2020: HEARTFELT LOVE [fanfic & fanart]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang