2

3 0 0
                                    

Pukul 20.00

Delaney menuruni anak tangga santai, menengok kesana kemari, melihat keadaan rumah besar tapi sepi ini.

Ia berjalan menuju meja makan, ternyata si mbok sudah menyiapkan makan malam. Dan yah, sepertinya enak.

Seperti biasa, dela duduk sendiri dimeja makan, tepat di tengah, tempat dimana seharusnya kepala keluarga berada. Tapi dirumah ini berbeda, tempat tersebut adalah tempat delaney.

Bahkan tidak ada yang pernah makan disini selain dia dan pekerja dirumahnya.

Mbok, menghampiri delaney dengan segelas susu ditangannya.

"Mbok sudah makan?" Tanya dela disela kunyahan.

"Sudah non, baru aja selesai"

Dela mengangguk mengerti

"Pak dani? Pak mono? Udah makan juga?"

"Sudah non, tadi bareng kok"

Kembali dela mengangguk

Garpu dan sendok dibuat menyilang, tandanya dela sudah selesai makan. Ia menyeka sisa susu disekitar mulutnya dengan tissue.

"Makanan mbok seperti biasanya, selalu enak. Terimakasih mbok"

Dela berdiri ingin meninggalkan meja makan, tetapi perkataan mbok menghentikan niatnya.

"Bapak tadi nelfon non, katanya dia ada perjalanan bisnis ke london. Tadi bapak nelfon sebelum naik ke pesawat"

"Oh.. gitu, makasih mbok"

Dela hendak melangkah, tapi kembali ia urungkan saat mbok kembali melapor.

"Mbok juga tadi dapat telfon dari nyonya, katanya beliau lagi di luar kota ingin menenangkan diri. Sekalian mencari tempat strategis untuk membuat cabang butiknya"

Dela mengangguk mengerti, apalagi yang bisa ia lakukan selain itu?

"Masih ada yang mau dilaporkan mbok?"

Mbok terlihat ragu mengutarakan, ia meremas bajunya kuat.

"Ga pp mbok, ngomong aja"

"Aduh non gimana yah, takutnya non terlalu banyak pikiran. Dokter kan bilang jangan terlalu banyak pikiran, biar otot-otot dikepala non ga tegang"

"Ga kok mbok santai, ngomong aja"

Mbok menimang-nimang, sejujurnya ia tidak mau menambah pikiran dela, tapi jika tidak diutarakan lalu terjadi apa-apa, semuanya akan semakin rumit.

"Rileks mbok, ga pp. Ngomong aja, dela ga terlalu mikirin kok. Ayok, tarik nafas lalu buang perlahan"

Mbok mengikuti instruksi dela dengan baik.

"Jadi.... Den darrel tadi datang non, sama teman ceweknya---"

Berhenti sejenak, mbok memperhatikan raut wajah dela. Takut kalau ekspresi non dela berubah, itu tandanya dia membebani pikirannya.

Tapi, raut wajah dela terlihat sangat tenang. Tidak mengerutkan keningnya sama sekali, bahkan terlihat sangat jelas ia tersenyum lembut.

"Den darrel pergi pakai mobilnya, dia bawa koper lumayan besar. Truss pergi bersama cewek tersebut"

Delaney mengangguk mengerti, ia mengelus lembut bahu mbok.

"Makasih ya mbok sudah melaporkan semuanya ke dela, lain kali jangan ragu mengungkapkan ya mbok. Nanti mbok kepikiran lagi, kalau dela mah udah biasa jadi ga pp :)"

"Tapi non, kalau ada apa-apa bilang yah. Jangan melakukan semuanya sendiri, non dela juga butuh teman untuk bertahan"

Senyum dela merekah, sangat tulus dan lembut. Tapi tidak dengan matanya, yang memerah dan sedikit berkaca-kaca.

SurviveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang