Telepon

36 3 4
                                    

Seketika saja aku tergagap. Bingung. Jika ini merupakan kuis Wants To Be A Millionaire sudah tentu aku menggunakan bantuan Ask the Audience. Meminta saran jawaban dari makhluk-makhluk yang sedang menyaksikan kejadian itu, seperti beberapa bintang yang baru muncul, iya memang beberapa saja mungkin teman-teman seperbintangan lain bangunnya kemaleman sebab mereka tidurnya kesiangan keasikan nontonin Homo Sapiens yang insomnia dan overthinking kemarin. Atau meminta saran para culicidae yang sibuk berlalu-lalang mengerubungiku, mungkin hari ini adalah hari nyamuk sedunia sehingga banyak dari mereka sedang merayakan festival di sekelilingku. Tapi mereka tak memberi saran satu pun. Para bintang hanya dapat tersenyum dan nyamuk-nyamuk asik mendendangkan nyanyian bising.

Serius. Duarius. Aquarius. Aku panik bukan kepalang. Terpaksa kubiarkan lagi id dan ego melakukan tugas sebagai mana mestinya, tatkala superego angkat tangan tak mampu memecahkan kebuntuan.

'Lewat chat emang gak bisa? Kangen mau denger suara aku?' Jawabku.

Terkesan sangat jual mahal sekali seakan-akan aku menolaknya menelpon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terkesan sangat jual mahal sekali seakan-akan aku menolaknya menelpon. Tapi jawabku juga kontradiktif di satu sisi menolak karena tak ingin dibayang-bayangi ingatan tentangmu, di lain sisi tergoda sebab harus mengobati rasa rinduku . Dan lagi, aku mengharapkan jawaban jika kamu juga rindu sama sepertiku.

Aku memang bukan orang yang suka menelepon atau ditelepon. Selama kami menjalin hubungan, tiap bulan belum tentu kita berkomunikasi via telepon. Aku lebih nyaman bertemu langsung untuk menceritakan panjang lebar semua yang tidak bisa diungkapkan lewat teks chat, jika bertemu pastinya juga aku mendapatkan bonus-bonus seperti melihat senyum atau sorot mata yang indah darimu yang tak akan bisa kudapati ketika di telepon.

Saking jarangnya kita telepon, kamu pernah bercerita jika Ummi adikmu menanyakan hal ini bukan? Dia kebingungan.

'Kak, kakak kok betah sih gak teleponan sama mas Wiji?' Tanya Ummi yang pada saat itu sedang rajin-rajinnya teleponan sebab punya gebetan baru.

'Udah lewat masanya. Telepon-teleponan sampe pagi kayak begitu mah waktu kakak SMA sepantaran kamu.' Jawabmu.

'Kakak sama mas Wiji juga teleponan kok, cuma seperlunya aja gak kayak kamu yang terus-terusan tiap malem.' Katamu menambahkan.

Aku sendiri tidak tau kamu hanya beradaptasi denganku atau memang menjadi tidak suka teleponan seiring bertambahnya usia dan kesibukan.

Kami berdua telepon memang ketika diperlukan saja. Bahkan lebih seringnya tentang kabar duka, masalah yang butuh respon cepat, dan menanyakan keadaanku ketika sudah beberapa waktu tak membalas pesanmu yang berbuntut dengan suara tangis kecemasanmu. Jarang sekali untuk sekadar chit-chat, kecuali akhir-akhir masa sebelum kita memutuskan berjarak.

Aris keponakanku yang dua tahun itu, hampir setiap pagi merengek memintaku untuk video call denganmu. Dengan sigap memberikan ponselku seraya berucap dengan belum lancarnya,

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Something Without Any LimitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang