prologue.

540 79 11
                                    

Sudah hampir dua minggu lebih Chan tidak pulang ke rumahnya, ke Kuil Para Pelindung. Biasanya pemuda itu akan pulang setiap minggu. Namun dikarenakan ada urusan penting, ia terpaksa menunda kepulangan. Tidak apa-apa, daripada tidak pulang sama sekali. Chan tidak akan bisa bermeditasi dengan benar di apartemen yang dihuni lima manusiaㅡdan ia sangat butuh untuk mengisi ulang energinya setelah sekian lama mengubah energi negatif di sekitarnya menjadi energi positif.

Yang dilakukan Bang Chan di pagi pertama begitu sampai di sana adalah berlari mengitari halaman kuil bersama beberapa penghuni kuil lainnya, para pelindung kekuatan. Beberapa di antaranya sudah seumuran ayahnya, tetapi banyak juga yang berusia lebih muda bahkan sebaya dengan Jeongin. Chan merasa jauh lebih baik meskipun baru satu malam menghabiskan waktu di rumahnya. Kuil ini memberikan ketenangan sendiri bagi para pemilik kekuatan seperti dirinya dan juga teman-temannya.

"Chan-ah. Di sini kau rupanya."

Saat ia sedang beristirahat di bawah sebatang pohon yang berada di sudut halaman, seseorang tiba-tiba berjalan cepat ke arahnya. Chan mengenalinya sebagai Paman Wang, salah seorang asisten kepercayaan kakeknya. Pria itu kelihatannya agak terengah saat menghampiri Chan sehingga ia pun segera berdiri dan menyambutnya.

"Ya, Paman? Ada yang bisa kubantu?" Chan menunduk sekilas sebelum memberi pria itu pelukan sekilas.

"Maaf aku mengganggu waktu senggangmu," meskipun nada bicara Paman Wang masih terdengar biasa, tetapi Chan menyadari ada yang berbeda dengan sorot matanya. Kecemasan yang cukup kentara di sana membuat jantung Chan sedikit mencelos, "bisa ikut aku sebentar? Ada yang ingin kukatakan padamu. Tapi...ini di antara kita saja, oke?"

"Baik, Paman," Chan segera mengangguk sebelum menyejajarkan langkah dengan Paman Wang yang kini menuntunnya menuju bagian samping kuil.

Sepanjang perjalanan, pria itu sama sekali tidak mengatakan apapun. Chan semakin merasa was-was hingga ia hampir saja buka suara jika Paman Wang tidak mengisyaratkannya untuk menunggu. Namun begitu mereka sampai di dekat gudang kecil yang menjadi tempat penyimpanan kendi dan berbagai gerabah untuk keperluan penyembuhan, Paman Wang segera menarik Chan ke dalam dan menutup pintu rapat-rapat.

"Paman, ada ap--."

"Sst, aku harus memastikan tidak ada yang menguping," bisik pria itu. Chan kembali mengangguk patuh dan menunggu hingga tidak ada lagi suara langkah kaki maupun pembicaraan yang sayup-sayup terdengar di sekitar mereka.

"Kurasa sudah aman, Paman," gumam Chan lagi. Paman Wang hanya tertawa pelan mendengar ketidaksabaran dalam nada bicara Chan, lalu ia pun mengangguk.

"Jadi...," Paman Wang menghela napas pelan, wajahnya perlahan berubah serius, "aku ingin memberitahumu tentang sesuatu yang terjadi pada kakekmu seminggu yang lalu."

***

'Saat kakekmu bicara dengan leluhur di rumahnya, tiba-tiba beliau atuh dan tidak sadarkan diri. Jantungnya berdetak tidak beraturan dan napasnya mulai tersengal seperti orang sekarat. Aku segera membawanya ke Rumah Sakit karena kupikir kakekmu terkena serangan jantung. Lalu begitu sampai di Rumah Sakit, kakekmu sadar dan hasil pemeriksaannya pun tidak menunjukkan tanda-tanda adanya penyakit yang membahayakan nyawa.'

Chan menghela napas, alisnya berkerut ketika ia kembali memutar ulang pembicaraan dengan Paman Wang tadi.

'Waktu kutanya apa yang terjadi saat bersemedi, beliau bilang tidak ada apa-apa. Namun gelagat kakekmu sejak saat itu terlihat...aneh. Seperti baru saja mengalami sesuatu yang mengerikan. Beliau juga memintaku bersumpah untuk tidak memberitahu ayahmu atau penghuni kuil yang lain mengenai hal ini. Tapi beliau tidak bilang kalau aku tidak boleh memberitahumu. Jadi...kuberitahu saja padamu soal ini, Channie, karena kurasa kau harus tahu bahwa mungkin saja ada bahaya yang mengancam kalian saat ini.'

Semakin lama ia memikirkan percakapan itu, semakin intens denyut nyeri yang kini mulai menggerogoti kepalanya. Pemuda itu bahkan mulai memijat pelipisnya kuat-kuat untuk meredakan rasa sakit yang mengganggu itu. Padahal ia berharap bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan keluarganya di sini. Namun berita mendadak dari Paman Wang membuat Chan harus kembali ke apartemen dan mendiskusikan tentang hal ini bersama teman-temannya.

"Minho, tolong kabari Felix dan Changbin agar berkumpul di apartemen malam ini juga. Ya, aku akan kembali paling lambat sore nanti. Mmhm, nanti malam kuberitahu semuanya. Sekarang tolong rahasiakan pada ayahku soal rapat darurat ini. Pada kakek juga, kalau beliau sempat bertanya. Bilang saja kalau aku harus mengerjakan tugas kuliah atau...menemukan pemilik kekuatan baru. Iya, iya, aku akan hati-hati. Kalian juga, ya? Okay, bye."

Setelah memutus pembicaraan, Chan segera menghapus riwayat panggilan terakhirnya dengan Minho. Lantas ia pun segera menjejalkan pakaian ke dalam ranselnya kembali dan bersiap untuk makan siang bersama keluarganya sebelum kembali ke Seoul hari itu juga.

ashes of edenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang