part 18- bukan ia yang kuharap datang

431 32 6
                                    

Assalamualaikum teman teman semuaa.. maaf banget lama updatenya. Karena memang keterbatasan kuota.hehe. so ini part baru, have you enjoyed it.

Happy reading. Jangan lupa vote dan komentar yang mendukungnya yaa.

****

"Bira, tunggu. Kenapa kamu tidak menanggapi panggilanku? Kamu sudah lupa dengan suara ku?" Tanya lelakinyang kini sudah berdiri di samping Bira.

"Ah maaf, aku tadi hanya tidak yakin itu suaramu." Ucap Bira memberikan alasan.

"Siapa anak lucu ini? Ini bukan anakmu kan Bi?" Tanya lelaki itu lagi melihat bayi yang ada di stroller.

"Oh, ini anak dari kakak sepupuku. Kamu kenapa bisa disini?" Tanya Bira dengan nada ragu.

"Aku merindukanmu Bira." Ucap lelaki itu dengan mimik wajah seriusnya membuat Bira salah tingkah dibuatnya.

"Bukankah aku sudah mengatakan padamu semua di Bandara waktu itu dan kamupun sudah paham." Ucap Bira kepada lelaki itu dengan tegas.

"Ya, waktu itu aku memang sudah ikhlas. Tetapi, aku kembali berpikir. Aku sudah menunggu selama 6 tahun Bi saat kamu di pesantren dulu dan sekarang aku harus menunggumu lagi selama 4 tahun. Itu lama untukku Bi. Dan karena sekarang aku sudah besar, aku akan mengejar kemanapun kamu pergi. Aku tak akan membiarkanmu dengan orang lain. Kamu hanya untuku Bira." Ucap lelaki itu dengan nada tegas dan serius. Bira dibuat takut melihatnya. Karenq baru kali ini ia melihat lelaki itu berbicara serius.

"Byan, tapi aku tak bisa bersamamu. Aku lebih nyaman kita menjadi seorang teman." Ucap Bira lagi kepada lelqki yang ternyata adalah abyan.

"Bi, aku gak perlu kamu jadi temanku karena aku sudah punga cukup banyak teman. Yang aku butuhkan sekarang adalah teman hidup. Dan kamu adalah teman hidup yang aku pilih Bi." Ujar lelaki itu lagi dengan sedikit penekanan. Lelaki itu tampak serius dengan Bira.

"Maaf Byan.  Untuk saat ini aku ingin fokus dengan perkuliahanku dulu. Aku belum terpikirkan mengenai hal semacam itu."ucap Bira sebisa mungkin memberikan pengertian pada Byan yang terus ngotot itu.

"Tenang Bi, aku tak akan tergesa gesa mengajakmu menikah. Kita menjalin komitmen saja. Kamu hanya milikku dan aku juga hanya milikmu. Kamu gak mau pacaran kan jadi mungkin ini jalan terbaik untuk kita." Ucap Byan dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

"Astaghfrullahaladzim. Itu sama saja Byan. Komitmen atau apalah itu, tak ada bedanya dengan pacaran. Menjalin hubungan antara yang bukan mahram itu haram Byan. Allah melaknat orang-orang yang berbuat demikian."

"Tapi Bi, aku janji kok gak akan ngajak ngajak kamu jalan, gak pegangan tangan, gak keluar berdua. Cukup kita ngobrol melalu chat atau telepon. Gimana?" Tanya Byan lagi seakan memberikan ide brilian.

Shabira menggelengkan kepalanya pelan. Ia ingin sekali lari dari sana sekarang. Meninggalkan Byan dengan segala ocehannya. Tetapi ia masih punya hati. Ia harus tetap bersabar.

"Byan, hal itupun sama saja. Mengobrol dengan yang bukan mahram melalui chatpun akan menimbulkan dosa. Setan akan menggoda dari arah manapun. Jadi stop memberikan ide-idemu itu Byan. Cukuplah kita seperti ini saja." Ucap Bira membuat Byan bungkam.

" Tapi Bi.."

"Maaf Byan, aku harus pulang sekarang. Assalamualaikum." Pamit Bira sebelum Byan sempat mengoceh lagi. Bira berjalan cepat meninggalkan Byan yang masih termenung ditempatnya.

****

"Bira kamu kenapa tergesa-gesa seperti itu? Apa ada yang mengganggumu?" Tanya Kevan pada Bira. Bira menggeleng sebagai jawaban.

"Tidak ada apa-apa kok Bang, tadi Bira cuma takut kalau kemaleman aja pulangnya." Ujar Bira memberikan alibinya. Kevan tau alasan Bira cukup aneh untuk dipahami tetapi ia hanya mengangguk tanda mengerti.

"Yasudah kamu mandi dulu biar abang yang jaga Shaquille." Perintah Kevan pada Shabira. Bira pun mengangguk lalu berjalan menuju kamarnya meninggalkan Kevan dan Shaquille disana.

Di kamarnya Bira masih duduk termenung memikirkan segala yang terjadi. Ini masih belum bisa Bira mengerti. Lelaki yang dulu akrab dengannya dan sudah ia anggap teman sendiri ternyata menyimpan rasa padanya. Dan sekarang tanpa ia duga, lelaki itu berani melakukan hal-hal yang diluar ekpektasinya. Lelaki itu rela pergi kesini hanya karena rindu. Dia juga berani mengungkapkan segalanya pada Bira. Bira menghargai jika Byan mau jujur padanya tetapi cara yang ia lakukan lebih terlihat seperti memaksa.

Ketika Bira sibuk dengan pikirannya, seseorang mengetuk pintu Bira.

"Bi, ayo makan malam dulu." Ajak Naura pada Bira.

Bira pun tersadar dari lamunannya dan menyadari bahwa ia belum membersihkan diri bahkan ia belum melaksanakan shalat magrib.

"Iya kak, Bira mandi dulu." Ucap bira lalu bergegas ke kamar mandi.

Setelah semua selesai Bira turun ke bawah menemui mereka. Makanan di meja masih utuh karena Naura dan Kevan masih menunggu mereka. Tapi satu hal yang membuat mata Bira merasa kejanggalan. Ada seseorang ditengah tengah mereka. Dan orang itu adalah..

"Hai Bira, kita berjumpa lagi." Ucap lelaki itu dengan senyum termanisnya.

Bira hanya mampu mematung memandang lelaki itu. Bagaimana ia bisa disini?

"Bira, ayo duduk. Semua orang sudah kelaparan karena menunggumu." Gurau Naura membuatnya tersadar dengan lamunannya.

"Bi, tadi aku yang mengajak Byan kesini. Aku bertemu diluar tadi. Dan dia bilang ingin bertemu denganmu. Kalian pasti juga sudah lama kan tidak bertemu." Jelas Naura mengobati rasa penasaran Bira.

"Iya Bi,aku juga belum hafal jalan disini. Aku sedikit lupa jalan pulang, untung saja ada Kak Naura tadi." Ujar Abyan dengan nada senangnya.

Tapi Bira hanya diam. Terciptalah hening beberapa saat di malam itu. Naura menatap heran pada Bira begitupun Kevan. Kevan rasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Bira.

"Yaudah yuk makan." Ujar Naura memecah keheningan.

Merekapun akhirnya makan malam dengan Naura yang masih berbincang dengan Byan dan Bira yang sibuk dengan pikirannya sendiri.

Usai makan Bira pun pamit ke kamarnya. Sungguh Bira tak ingin lebih lama lagi disituasi seperti itu.

"Lho Bi, kamu tidak mau mengobrol dulu dengan Byan?" Tanya Naura pada adiknya itu.

"Bira kelelahan, biarlah dia beristirahat. Pergilah ke kamar Bi." Ucap Kevan lebih dulu sebelum Bira sempat menjawab.

Bira hanya mengangguk mendengar ucapan Kevan lalu bergegas menuju kamarnya.

"Maaf ya Byan, Naura sedang capek jadi tidak bisa ngobrol bersama." Ucap Naura penuh penyesalan.

" Dan lebih baik kamu pulang karena ini sudah waktunya kami istirahat." Ujar Kevan dengan nada yang tidak mengenakan.

"Yang." Peringat Naura pada suaminya.

"Ah ya,lebih baik saya pulang. Terimakasih atas malamnya kak Naura. Saya permisi dulu. Assalamualaikum."ucap Byan sebelum terjadi perpecahan rumah tangga.

"Kamu kenapa sih Yang seperti itu pada Byan?" Tanya Naura pada suaminya.

"Dia bukan lelaki yang baik untuk Bira." Ucap Kevan datar

"Ga baik gimana? Dia itu teman semasa kecilnya Bira." Ucap Naura kekeuh.

"Coba kamu lihat Bira di kamarnya. Dan bujuklah dia bercerita." Ucap Kevan pada istrinya. Naura pun menurutinya dan menuju kamar Bira.

***

Shabira ( Cinta, Asa dan Luka) - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang