Part 1- sebuah pertemuan

647 40 0
                                    

"Bi, kamu kenapa sih melamun sedari tadi?" tanya Maura pada gadis cantik disampingnya itu.

"tidak papa Ra, lagi pengen aja." Jawab Bira sekenannya.

"kamu sudah selesai mengerjakan tugasnya?" tanya Maura lagi pada sahabatnya itu. Shabira mengangguk sebagai jawaban.

"kenapa bisa cepat gitu sih Bi, aku pengen deh pinter kaya kamu." Gerutu Maura karena sedari tadi dirinya tidak selesai-selesai dalam mengerjakan tugas.

Ya, di sekolah Shabira memang terkenal sebagai gadis yang cerdas, tak hanya cerdas dia juga gadis yang ramah dan periang. Tak pernah sekalipun teman-temannya bahkan gurunya mendapati Shabira mengeluh ketika diberi banyak tugas. Pasti dia hanya akan tersenyum dan langsung mengerjakannya, kalaupun tidak bisa pasti ia langsung bertanya pada yang sudah bisa.

"kamu juga bisa Ra, kamu hanya kurang berusaha saja." Ucap Shabira pada sahabatnya. Maura hanya meneghela napasnya pelan.

Tak lama bel istirahat pun berbunyi. Shabira membereskan buku yang ada di mejanya dan bergegas menuju Masjid pesantren untuk menunaikan shalat Dhuha. Biasanya ia pergi bersama Maura tapi kali ini Maura sedang sibuk mengerjakan tugas, jadi ia pergi sendirian sekarang.

Tumben sekali masjid tampak sepi padahal sudah jam istirahat. Biasanya akan banyak santri yang shalat disana. Tapi sekarang satupun tak ada. Ia pun berpositif thinking mungkin mereka sedang mengerjakan tugas atau sebagainya.

Usai shalat Shabira memanjatkan doa dengan khusyu. Ditengah-tengah doanya ia mendengar suara rintihan seseorang. Ia menoleh kekanan dan kekiri tak ada siapapun disana. Dia pun bergidik ngeri ketika membayangkan hal yang tidak-tidak. Tapi segera ia menghilangkan pikiran negatif itu dengan beristighfar. Mana mungkin di rumah Allah ada sesuatu seperti itu. Ia pun mengenyahkan pikirannya itu.

"Akhh..sshh." rintih seseorang lagi membuat perhatian Shabira kembali tertarik. Ia melihat kearah depan yang tertutupi oleh penyekat Shaf antara lelaki dan perempuan. Apa mungkin di depan ada orang?

Shabira pun memberanikan diri maju mendekat dan melihat dari celah pembatas itu. Dan betapa terkejutnya ia ketika melihat lelaki yang sudah terbaring lemah sembari memegangi perutnya kesakitan. wajah bira berubah panik. Bagiamana ini? Bagaimana ia bisa menolong lelaki itu?

"Ya Allah maafkan hamba, hamba hanya ingin menolong lelaki itu." Ucap Shabira pelan sebelum ia melangkahkan kakinya ke depan untuk menghampiri lelaki yang kesakitan itu.

"kakak kenapa?" tanya Shabira khawatir.

"tolong saya, perut saya sakit." ucap lelaki itu terbata sembari menahan sakitnya.

"duh, sebentar kak, saya cari pertolongan dulu." ucap Shabira lalu berlari keluar masjid untuk meminta pertolongan.

Untung saja ada Pamannya yang juga akan shalat. Ia pun langsung menghampirinya.

"paman, ayo ikut Bira." Ujar Bira sambil menarik tangan Hanan menuju ke dalam masjid. Hanan yang hendak wudhu pun menatap keponakannya itu keheranan.

"ini ada apa Bira?" tanya Hanan tetapi Shabira tak menjawabnya. Ia hanya terus menarik tangan Pamannya ke dalam masjid.

"tolong dia Paman, dia kesakitan." ucap Bira ketika mereka telah sampai di tempat itu.

Hanan tak kalah terkejutnya dengan Bira tadi. Ia langsung berjalan mendekat kearah lelaki yang meringkuk sembari memegangi perutnya itu. Hanan pun perlahan membalik badan lelaki itu.

"Astaghfirullah, Ray." Pekik Hanan terkejut ketika mengetahui siapa lelaki itu

"paman kenal?" tanya Bira penasaran. Hanan hanya menjawabnya dengan anggukan kepala, lalu meminta Shabira untuk memanggilkan pengurus pesantren yang lain agar bisa membantunya. Dengan sigap Shabira pun menuruti permintaan Pamannya itu.

***

Shabira menyandarkan tubuhnya pada kursi tunggu di sebuah rumah sakit. ya, disinilah ia sekarang. Di rumah sakit tempat lelaki yang kesakitan tadi dirawat. Ia tak akan sampai sini jika pamannya tidak memintanya. Pamannya harus menghadiri sebuah rapat dengan wali murid dan itu tidak bisa digantikan. Dia pun meminta Shabira untuk menemani lelaki itu untuk sementara. Mau tak mau Shabira pun menurut saja dengan permintaan pamannya itu.

Tak lama datanglah seorang suster dari dalam ruangan. Suster itu menghampiri Shabira yang sedang duduk santai..

"Dik, kamu sudah bisa masuk ke dalam menemani kakaknya. Tapi tolong jangan diajak banyak bicara dulu ya. Biar istirahat dulu." ucap suster itu dengan nada yang ramah. Baru saja Shabira hendak membantah bahwa ia bukan adik pasien itu, tetapi Suster itu sudah lebih dulu pergi meninggalkannya.

Mau tak mau Shabira pun masuk ke dalam ruangan itu. Ia ingin melihat keadaan orang yang ditolongnya itu. Ketika ia membuka pintu ia bisa melihat lelaki itu sudah tertidur lelap diatas ranjangnya. Shabira bisa melihat jelas raut wajah pucat milik lelaki itu.

Shabira memutuskan untuk duduk di sofa yang ada dipojok ruangan. Ia pun mengeluarkan mushaf kecil sakunya. Ya, mushaf itu sangat kecil jadi Shabira bisa dengan mudah membawanya kemanapun. Gadis cantik itupun mulai membaca perlahan untaian ayat demi ayat itu dengan suara pelan karena takut mengganggu lelaki itu.

Setelah beberapa lama Shabira pun mengakhiri bacaannya. Ia menoleh kearah ranjang, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat lelaki itu sedang menatap kearahnya. Shabira pun menunduk karena malu.

"Maaf saya mengganggu ya, sampai kakak terbangun." Ucap Shabira dengan rasa bersalahnya.

"Eh tidak, sama sekali tidak mengganggu. Aku malah senang mendengarkan bacaanmu tadi." Ucap lelaki itu sembari melempar senyum kearah Shabira.

"Kakak sudah merasa lebih baik?" tanya Shabira perlahan.

"Ya, sudah lebih baik dari yang tadi. Terimakasih kamu sudah menolongku." Ucap Lelaki itu dengan tulus.

"Sama-sama. Sudah sepantasnya kita saling tolong menolong." Ucap Shabira lembut.

Setelah itu terjadilah hening beberapa saat karena mereka kehilangan topik. Tetapi tak lama datanglah seseorang dari arah pintu. Mereka berdua pun sontak menoleh kearah pintu.

"Hey, Ray, bagaimana keadaanmu?" tanya lelaki itu sembari mendekat kearah ranjang lelaki itu. Shabira masih menatap mereka bingung.

"Assalamualaikum dulu lah bang." peringat Lelaki yang dipanggil Ray tadi.

"Astaghfirullah Lupa. Yaudah aku ulangi. Assalamualaikum warahmatullai wabaarakatuh." Ucap Lelaki itu

"waalaikum salam." Jawab kedua orang itu spontan.

" oh iya siapa gadis cantik itu Ray? Sepertinya aku belum pernah melihatnya." Tanya lelaki yang Shabira duga Abang dari Lelaki itu.

"Dia gadis yang menolongku, namanya.." Ray memberi jeda sejenak karena sebenarnya dia juga tak mengenalnya.

"Shabira, nama saya Shabira." Ucap Shabira membantu Ray menjawab pertanyaan Abangnya itu.

"Oh Shabira. Nama yang cantik seperti orangnya." Ucap Abang dari Ray itu dengan senyum genitnya. Sontak Ray pun memasang pelototan kepada abangnya itu.

"Shabira, aku Zayn kakaknya Rayyan. Terimakasih kamu sudah membantu adik aku ya." Ucap lelaki itu yang dijawab anggukan pelan oleh Shabira. 

setelah kedatangan Zayn, Shabira pun pamit untuk pulang karena ia rasa sudah terlalu lama meninggalkan sekolahnya, toh sudah ada keluarga dari orang yang ditolongnya juga. 

***

Thanks For Reading Guys. jangan lupa Vote dan komentarnya ya..


Shabira ( Cinta, Asa dan Luka) - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang