Singkat ceritanya aku, Rury, Claude, dan Felix diperbolehkan kembali ke Istana Peridot. Rury yang saat itu masih tersedu-sedu dengan setengah ketakutan dibantu Felix meninggalkan ruang bicara. Sedangkan aku, masih ada di gendongan Claude.
Kami berempat berjalan dalam diam menuju Istana Peridot. Hening menyelimuti sekitar lima belas menit sampai akhirnya kami tiba di Kamar Claude.
Claude buru-buru mendudukkan ku di atas karpet dan menghampiri rak buku. Melihat tingkahnya yang tampak terburu-buru membuat Felix tidak bisa diam.
"Ada apa, Pangeran?" tanya Felix.
"Di mana buku sihir ku?" Claude bertanya balik.
"Saya tidak tahu, Pangeran," jawab Felix. Meskipun bilang 'tidak tahu', Felix menghampiri Claude dan membantu mencari buku yang dimaksud.
Merasa itu bukan urusan ku, aku merangkak ke sembarang arah. Aku bilang 'ke sembarang arah' karena aku juga tidak tahu sedang merangkak ke mana. Pikiran ku masih berputar tentang kejadian tadi.
Bisa dibilang aku agak syok karena-
BRUUUK!
Kaki ku tersandung sesuatu yang keras hingga aku mencium lantai berbalut karpet. Agak keras dan aku tidak menangis, tapi tetap saja sakit!
"Nona Ambrosia!" Rury berseru dan menggendong ku. Ditimangnya diri ku dengan lembut. Sesekali meniup wajah ku lembut. "Tidak apa-apa, Nona."
Yah, memang tidak apa-apa Rury. Sakit, tapi aku tidak menangis. Lihat? Malah kau yang mau menangis, tuh. Aku jadi bingung, mana di antara kita yang anak kecil?
"Uiii!" panggil ku pelan. Rury menatap ku dengan wajah khawatirnya. Aku menatap matanya lamat-lamat kemudian tersenyum hingga tertawa.
Ayo tertawa bersama ku. Daripada kau menangis melihat ku mencium lantai, lebih baik tertawa. Padahal kalau Eli dan Angga yang melihatnya, mereka pasti tertawa dulu sebelum menolong ku.
DEG!
Eli?
Angga?
Tiba-tiba saja aku teringat dua sahabat ku di kehidupan sebelumnya. Kira-kira bagaimana kabar mereka? Apa mereka baik-baik saja? Mereka tidak terluka, bukan? Saat kecelakaan itu, hanya aku yang tewas, kan?
"Ada apa?" suara Claude memecah lamunan ku.
Aku menoleh ke arah Claude yang menatap ke arah ku. Di belakangnya, ada Felix yang juga menatap ke arah ku. Sepintas, aku melihat raut wajah khawatir dari dua orang itu.
"Itu, Pangeran. Nona Ambrosia tersandung buku tebal di sana," Rury menunjuk ke arah tempat ku jatuh tadi.
Claude mengikuti arah yang ditunjuk Rury dan memicingkan mata ke arah buku yang ada. Sesaat kemudian, Claude mendekati buku itu dan mendengus kesal.
"Pangeran?" panggil Felix.
"Lihat, Felix. Bagaimana bisa buku sihir ku ada di sini?" Claude memungut buku di lantai dan menunjukkannya pada Felix.
Namun, Claude tak memusingkan itu. Dia menghampiri ku dan menatap ku datar.
"Kau bilang dia tersandung. Harusnya dia jatuh dan menangis, bukan? Dia tampak baik-baik saja untuk ku," ucap Claude.
"Nona Ambrosia jarang menangis, Pangeran. Meskipun beliau terjatuh dari atas kursi, beliau tidak menangis," balas Rury.
Kenyataan yang menakutkan. Bagaimana bisa seorang bayi tidak menangis saat jatuh? Benar, bukan? Tapi, sepertinya itu tak berlaku untuk Claude. Lihat saja, dia malah menyeringai dan mengusap pelan kepala ku seraya berkata bahwa aku anak yang kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambrosia (WMMAP X OC) [HIATUS]
Fanfiction#HANYA FANFICTION# . . . Nama ku Rosia, gadis berkewarganegaraan Indonesia. Aku penggemar serial webtoon berjudul <Who Made Me a Princess>. Suatu hari aku tewas karena kecelakaan dan bertemu sebuah suara. "Athanasia de Alger Obelia. Dia butuh...