bab 2

828 200 51
                                    

Ketukan pada pintu kamar mengalihkan atensinya Jiyeon dari sebuah novel yang berada dalam genggamannya. Disusul seruan Sinhye yang memanggilnya untuk makan malam.

"Sebentar, Bi," sahut Jiyeon turun dari ranjang dan sedikit membenahi penampilannya. Berjalan membukakan pintu dan senyuman bibinya menjadi hal pertama yang menyapa mata.

"Ayo! Bibi sudah masak makan malam untuk kita," ajak Sinhye yang mengambil lengan Jiyeon dan membimbing gadis itu ke bawah. Tanpa membiarkan Jiyeon membuka suara kembali.

Pandangan Jiyeon tertuju pada dua orang pria berbeda usia yang tengah duduk di meja makan berukuran sedang. Dengan berbagai hidangan makanan yang memenuhi bagian tengah meja tersebut. Lekas Sinhye memposisikan Jiyeon duduk di hadapan sang suami yang menatapnya dengan senyum ramah. "Selamat datang, Cantik!" sambut Jeon Jungki.

Jiyeon membungkuk sedikit, menyapa pamannya dengan sopan sembari melengkungkan senyuman. "Senang bertemu denganmu, Paman."

"Kau tumbuh menjadi sangat cantik terakhir paman dan bibi menemui."

"Terimakasih, Paman."

"Makanlah, masakan bibimu yang paling enak di dunia," canda Jungki mencairkan suasana. Dan itu berhasil, kecanggungan yang sempat Jiyeon rasakan, ruruh setengahnya karena masih ada sebagian lagi yang tersisa antara ia dan Jungkook yang duduk tenang di sampingnya.

"Makan yang banyak, Sayang." Sinhye menuangkan air ke dalam gelas dekat dengan piring Jiyeon yang sudah diisi makanan.

"Terimakasih, Bi." Untuk kesekian kalinya kata terimakasih meluncur tulus dari bibir tipisnya.

"Mungkin masakan bibi tidak seenak masakan ibumu, tapi bibi pastikan rasanya akan cocok untuk lidahmu." Sinhye tersenyum hangat menatap gadis muda yang balas menatapnya hingga kini Sinhye baru saja mendudukkan tubuhnya di samping suaminya.

"Sebenarnya... Ibu tidak bisa masak," sela Jiyeon sedikit terkekeh. Mengingat ibunya yang sering mencoba untuk memasak, tapi selalu berujung gagal dan berakhir dengan masakan dua orang pelayan di rumahnya. Tapi, ibunya tidak putus asa dan terus mencoba kendati selalu sia-sia. "Dan aku rasa ibu menurunkannya padaku."

Sontak ketiga eksistensi yang tengah mengamati Jiyeon melempar tawa geli mendengar kejujuran gadis polos itu. Juga dengan si dingin Jungkook yang menyunggingkan senyuman miring dan menghalangi bibir tipis itu dengan kepalan tangan kanannya sembari berdeham dan kembali fokus pada makanannya.

"Astaga! Jiyeon. Bibi tidak menyangka kau bisa membuat hiburan seperti ini di meja makan." Sinhye masih melerai sisa-sisa tawanya.

"Sifat polosmu pasti kau dapat dari ayahmu," sela Jungki yang berhasil menyudahi tawanya.

Jiyeon tidak begitu yakin, namun pamannya tidak salah mengenai sifat polos ayahnya. Kerap kali sang ibu dibuat jengkel oleh sang ayah yang kelewat jujur dalam semua hal. Hingga semasa tumbuh gadis itu, kalimat "kau sama saja seperti ayahmu" rajin menyambangi gendang telinga Jiyeon.

"Benar, Seojoon mewarisi sifat polosnya pada putri kecilnya ini." Sinhye membenarkan. Mengusap sudut matanya yang berair karena tertawa begitu lepas. "Kau benar-benar seperti Seojoon versi perempuan, Ji."

Jiyeon hanya tersenyum, setidaknya duka kehilangan dua orang yang begitu ia cintai tidak begitu berat karena dirinya kini berada di tengah-tengah kehangatan keluarga bibinya.
Mereka kembali melanjutkan makan malam dengan presensi baru yang menyenangkan mengisi tempat kosong di sebelah putra semata wayangnya. Kendati Jungkook tetap memilih diam dan menjadi pendengar tanpa berniat ikut menceburkan diri dalam percakapan dan gurauan orangtua dan sepupu cantiknya.





•••





Keesokan harinya, Jiyeon terbangun dari tidurnya berkat seruan bibinya yang mengatakan akan berangkat kerja disertai lengah kaki Sinhye yang semakin menjauh dari pintu kamarnya. Jiyeon meninggalkan ranjang empuknya menuju kamar mandi, membersihkan diri sebelum turun ke bawah dan tidak menemukan siapapun. Rumah seluas ini terlalu sepi untuk dihuni oleh empat orang yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar. Dulu, ada ibu yang menyambutnya sepulang dari kuliah dan mengusik Jiyeon yang berkutat dengan tumpukan tugas hingga gadis itu kesal, namun ibunya selalu mempunyai cara agar anak gadisnya tidak marah dengan membuatkan cokelat hangat dan biskuit kesukaan Jiyeon untuk menemani putrinya yang disibukan dengan tugasnya.

Tacenda✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang