Bab 7

698 173 43
                                    

Bukan Jungkook yang menjemputnya kali ini, melainkan pria manis dengan mata seperti bulan sabit saat bibir tebalnya menyunggingkan senyum untuk menyapa. Jiyeon melirik mobil yang baru saja pria itu tinggali di parkiran, mobil merah yang ia lihat semalam.

"Hai, Jiyeon!" sapanya seolah mereka sudah pernah bertemu sebelumnya.

"Y-ya?"

"Aku teman Jungkook. Dia memintaku menjemputmu," ujarnya menjelaskan tanya yang bersarang di kepala.

"Memang Jungkook dimana?"

"Dia sedang meeting penting. Jadi kau akan pergi ke sana denganku."

"Ah iya! Aku Park Jimin." Pria itu mengulurkan tangannya memperkenalkan diri. Jiyeon membenarkan pikirannya, karena pelayan di rumah bibinya sudah memberitahunya semalam.

"Park Jiyeon," balasnya menyambut tangan itu.

"Aku sudah tahu. Ayo!" ajaknya yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam mobil.

Diperjalanan, mereka lebih banyak diam. Jiyeon sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini, karena memang gadis itu membatasi sosialisasi. Tapi bagi Jimin yang biasanya tidak bisa diam barang sepuluh menit saja tentu menjadi kendala. Bibirnya sudah gatal mengajak bicara, namun karena mereka baru saja kenal, konversasi pun terbatas dan berakhir dengan mengerikan setengah jam perjalanan.

Ingatkan Jimin untuk mencari buku referensi cara menangani seorang introvert. Bisa mengurangi tinggi badan kalau ia terjebak hening yang mencekam seperti ini.

Mereka sampai di sebuah restoran, masuk beriringan dan langsung duduk di meja yang sudah disediakan.

"Pesanlah, ini sudah sedikit telat untuk jam makan siang," ujar Jimin yang melihat Jiyeon ragu menatap buku menu.

"Eum... boleh? Tidak menunggu Jungkook dulu?" tanya gadis itu dengan polosnya.

Jimin terkekeh pelan sebelum menyahuti, "Tentu saja boleh, bisa dipenggal aku kalau membiarkanmu kelaparan hanya karena menunggu pria itu."

Jiyeon mengangguk patuh dan langsung memesan beberapa makanan dan minuman untuknya. Sembari menunggu pelayan datang dengan makanan mereka. Jiyeon memilih menyibukkan diri dengan ponselnya. Sesekali tersenyum melihat stiker yang Eunwoo kirim memenuhi room chat mereka.

"Siapa itu? Kekasihmu?" Kedua alis Jimin terangkat, mencoba mengintip layar ponsel Jiyeon. Rasa ingin tahunya begitu tinggi dibanding tinggi badannya. Begitulah yang biasanya Jungkook ucapkan. Sampai pria manis itu kebal dengan mulut tajam temannya.

"Bukan, dia temanku," balas Jiyeon kembali memasukan ponsel ke dalam tas-nya. Hingga pelayan datang dan menata makanan mereka di atas meja.

Suasana tidak canggung lagi begitu mereka menyantap makan siang, ternyata gadis cantik seperti Jiyeon tidak dingin saat disibukan dengan makanannya.

"Aku baru tahu Jungkook memiliki sepupu." Jimin memulai begitu makanan habis tak bersisa. Salahkan Jiyeon yang terlalu larut dalam mengisi perut.

"Untuk orang seperti Jungkook, aku salut ada yang mau berteman dengannya."

Jimin tertawa selepas kalimat jujur Jiyeon meluncur dan membuatnya terhibur. Mencairkan suasana kaku yang tadi susah payah Jimin singkirkan.

"Astaga! Kau benar, aku heran kenapa sampai sekarang aku mau berteman dengannya."

"Carilah teman baru selagi bisa. Kau bisa stres terlalu lama berada di sekitarnya," ujar Jiyeon mencoba memberi saran. Seolah Jimin adalah anak malang yang terjebak dengan orangtua yang kejam.

Dan itu kembali mengundang tawa Jimin hingga mereka berdua tidak menyadari orang yang tengah dijadikan objek perbincangan sudah mencuri dengar dengan tenang. Menunggu sampai tawa Jimin reda dan langsung menarik kursi untuk didudukinya. Membuat teman yang telah dikenal lama tersedak saking kagetnya dengan kehadiran Jungkook yang tiba-tiba.

Tacenda✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang