"Selamat pagi, Bibi," sapa Jiyeon menarik kursinya di meja makan. "Selamat pagi, Paman." Lalu matanya melirik Jungkook yang sudah menyesap kopi panasnya. "Pagi Jungkook."
"Pagi, Cantik," balas Jungki ramah seperti halnya Sinhye. Sementara Jungkook hanya bergumam menanggapi, enggan menoleh dan memulai terlebih dahulu sarapannya.
"Biar Jungkook yang mengantarmu nanti, Ji." Sinhye berujar ringan, perihal mobil miliknya yang mendadak masuk bengkel semalam. Mungkin memang sepatutnya mengingat sudah lama sekali ia tidak melakukan cek rutin pada mesin mobil lantaran kesibukannya.
"Tidak perlu, Bi. Aku dijemput Eunwoo nanti," balas Jiyeon menghentikan suapan Jungkook pada nasi gorengnya.
"Eunwoo? Teman dekatmu?" tanya Sinhye penasaran.
Jiyeon mengangguk membenarkan, sementara mulutnya sibuk memperhalus kunyahan sebelum ditelan.
"Teman pria? Dekat, atau..." Mata Jungki sengaja mengedip menggoda. "Kekasihmu ya?"
Sinhye hendak memukul lengan suaminya karena menjahili keponakan cantiknya, tapi saat matanya melihat Jiyeon yang mengulas senyum dan mengangguk samar, wanita itu langsung menjerit heboh.
"Benarkah? Kau sudah punya kekasih? Sungguh?" tanyanya berbondong.
Jiyeon kembali mengangguk, rasanya tidak ada yang perlu ia tutupi. Lagipula Jiyeon sudah melempar jauh prinsip tidak akan menjalin hubungan lebih dari pertemanan sebelum ia lulus kuliah. Ya... semenjak hatinya terasa nyeri untuk pertama kali selepas kematian orangtuanya.
Tidak ada salahnya menerima Eunwoo, pria itu pintar dan dewasa, ia akan mengarahakan Jiyeon untuk kebaikan. Bukan sekedar hubungan seperti orang-orang di luaran sana, yang menghabiskan waktu untuk bermesraan dan bertengkar. Jiyeon yakin Eunwoo tidak akan menyuguhkan hubungan sia-sia seperti itu padanya.
"Satu fakultas denganmu?" tanya Sinhye lagi.
"Tidak, Bi. Eunwoo di fakultas kedokteran."
"Astaga! Apa dia tampan? Pastilah ya, mengingat kau sangat cantik seperti ini," ujarnya malah mendukung hubungan baru Jiyeon.
"Kapan-kapan bawalah ke sini, paman juga ingin lihat pria sesempurna apa yang berhasil meluluhkanmu," timpal Jungki yang juga tampak tidak mempermasalahkan.
"Tentu, Paman."
Tak!
Ketiganya menoleh pada Jungkook yang baru saja meletakan dengan kasar sendoknya. "Aku selesai," ujarnya dingin. Disusul dengan decitan kaki kursi yang di dorong keras dan pria itu berlalu dari meja makan. Bertepatan dengan deringan ponsel Jiyeon di atas meja.
Melihat ada nama Eunwoo di sana, Jiyeon meneguk minumannya dan pamit pada bibi dan pamannya karena Eunwoo mungkin sudah menunggu di depan.
"Hati-hati, Sayang. Jangan lupa kenalkan kekasihmu pada bibi dan paman nanti, ya!" serunya pada Jiyeon yang mulai menjauh.
"Tentu, Bibi." Gadis itu melanjutkan langkahnya menuju pintu.
"Hai!" sapa Eunwoo yang memiringkan wajah tampannya ke kiri karena terhalang tubuh tegap Jungkook yang ternyata berpapasan dengannya di depan pintu.
Buru-buru gadis itu melangkahkan kaki menghampiri Eunwoo dan menarik lembut tangan Eunwoo yang akan mengusap pucuk kepalanya, dan menjauh dari Jungkook yang masih membatu dalam pijakannya di ambang pintu.
"Tidurmu nyenyak semalam?" tanya Eunwoo membukakan pintu mobil untuk kekasihnya.
Jiyeon mengangguk dan tersenyum manis, meski mata itu sempat melirik Jungkook yang masih menghunus dengan mata tajamnya.