Bendera Perjuangan 1

50 4 1
                                    

Katanya usaha tidak akan menghianati hasil, semakin keras kamu berjuang maka semakin besar keberhasilan.

Apakah semua keadaan seperti itu, rasanya terlalu naif, menggantungkan harapan pada keadaan yang tidak mengharapkan kedatangan.

Berbicara perihal perjuangan, sekarang Hei Ran tengah mengibarkan bendera perjuanganya, bukan untuk perang, namun mendapatkan hak dirinya untuk di cintai pujaan hati, dasar bucin setengah mati, bukan, tapi sepenuh hati, jiwa, dan raga.

Hei Ran menelan ludahnya, haruskah ia hampiri sekumpulan pria tampan itu.
Ah dia sangat percaya diri bahwa kelima pria di sana akan menyambutnya sehangat sup buatan ibu kantin, namun tidak dengan lelaki berhoodie hitam yang tengah menatap layar ponselnya. Aneh, mengapa pria itu memakai hoodie saat cuaca panas seperti ini.

"Tenang Hei Ran, kamu pasti bisa!"

Melangkah menuju meja paling ujung Hei Ran menghiraukan pandangan dan sapaan murid Neo.

"Hi"

Keenam pasang pria disana terkejut melihat kedatangan Hei Ran, gadis angkuh yang biasanya tidak menyapa orang duluan, sekarang tengah tersenyum ramah kepada mereka.

"Renjun, katakan bahwa aku tidak mimpi!"

"Diam kau Haechan, mulutmu bauk!"

"Boleh aku duduk disini Oppa?"

"Si..silah..kan" Jeno, pria itu terlalu gugup.

"Jisung, mana seragammu? Mengapa pakai Hoodie di musim panas seperti ini?"

Jisung tak ada selera menjawab pertanyaan Hei Ran, membuat keadaan menjadi hening 

"Seragamnya terkena susu coklat"
Jaemin memecahkan keheningan. " Hei Ran, sudah makan siang?" Sambungnya kembali.

"Hm.. tidak lapar Oppa"

"We... nanti kau bisa sakit, bangaimana jika perutmu.... bla.. bla blaa..bla..-" rasanya cilotehan Jaemin menjadi backsong tatapan mata Hei Ran, mata gadis itu tak sedikitpun beralih melihat sosok yang sangat ia rindukan, tepat duduk di samping Jaemin.

"Aku merindukanmu"

"Berhenti menatapku!" Singkat, padat, jelas, dan nyes...
Beberapa murid yang duduk disekitar mereka menatap kearah Hei Ran, malu, tentu, sudah mati matian ia menahan egonya malah di perlakukan seperti ini.

"Aku ke kelas duluan!"

"Yak.. Park Jisung, siapa yang akan membayarkan makananku!" Heachen dengan tidak tau keadaanya berterik.

Punggung Jisung mulai mengecil di telan jarak, tidak ingin membuang waktu, Hei Ran menyusul kepergiannya.

"Jisung, berhenti!"
"Park Jisung"

Jisung tidak menghiraukan sama sekali teriakan Hei Ran, ia semakin memperbesar langkahnya.

"Aku mohon, berhenti!" Seperti tersihir, kakinya tidak kuasa melangkah lagi, Jisung berhenti.

"Akhirnya kamu berhenti, apakah sudah mengingatku?"

"Tidak! jika tidak penting aku pergi!"

"Yaaak..Wajahmu tidak cocok garang, Kau lebih cocok terseyum ramah."
"Seperti ini"  Hei Ran menarik kedua sisi bibir Jisung, Sambil menatap mata pria itu dalam.

"Lepaskan tanganmu!" Hei Ran tersadar, lalu mundur kebelankang, dia terlalu memaksa, pasti Jisung tidak nyaman.

Menatap Hei Ran dingin, Jisung membuang nafas muak, lalu hendak berbalik, namun Hei Ran menahan pergelangan tangan pria itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EVANESCENT • Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang