- 12 -

127K 10.5K 295
                                    

Saat SMA, ia ingin mendaftarkan diri menjadi anggota osis. Retha begitu bersemangat mengisi formulir pendaftaran, hingga mengikuti kegiatan-kegiatan seleksi osis saat di sekolah.

Setelah seleksi yang cukup panjang, akhirnya Retha terpilih menjadi anggota osis, dan akan dilantik saat acara pelantikan.

Acara pelantikan osis berlangsung dua hari, dengan menginap di sekolah. Hal itu membuat Retha harus meminta izin pada orang tuanya, yang mana orang tuanya harus menandatangani surat izin untuknya yang menjadi persyaratan mengikuti acara.

Namun, apa kata Mama?

"Rafka dulu gak ada gini-ginian, Tha? Pake segala nginep-nginep di sekolahan. Emang pengaruh sama nilai sekolah?"

Surat itu tak langsung ditanda-tangani Mama sesuai harapannya. Mama justru memprotes kegiatannya.

"Gak ngaruh itu, Ma. Retha aja kerajinan ngikut osis, bikin capek doang."

Retha bersumpah, saat itu ia ingin sekali menyumpal mulut Rafka yang malah mengompori Mama.

"Acara kayak gitu biasanya dikerjain senior, kan? Mana nantinya banyak disuruh ngurus acara juga. Lembur terus lo, Tha, di sekolah. Temen gue aja dulu, yang ikut osis, keluar karena gak kuat sama capeknya." Rafka kembali menambahkan alasan yang semakin membuatnya dilarang dalam kegiatan itu.

"Loh, kalo kayak gitu buang-buang waktu doang dong. Gak usah lah, Tha, ikut-ikut ginian. Mendingan kamu tidur di rumah, daripada di sekolahan gini." Mama menyodorkan kertas itu pada Retha, tanpa menandatanginya.

"Cuma semalem doang, Ma." Retha berusaha meyakinkan Mama.

"Ini kalo Mama gak ngasih izin, berarti gak perlu tanda-tangan. Jadi, kamu gak bisa ikut, kan?"

"Tapi Retha mau ikut. Retha udah ngelewatin seleksinya dan lolos. Retha harus ikut acara itu." Suara Retha sudah nyaris ingin menangis, mendengar Mama yang tidak mau menandatangani suratnya.

Ia terbayang akan seleksi yang sudah diikutinya beberapa minggu belakangan ini. Lalu, di tahap terakhir, ia justru tak bisa mengikuti pelantikan?

"Kamu kok gak dengerin kakak kamu sih, Tha! Kata Rafka 'kan ini organisasi cuma bikin capek doang. Nanti kamu sibuk ngurusin yang gak penting, pelajaran kamu jadi berantakan," kata Mama, tidak peduli dengan rengekannya.

"Retha bisa ngatur waktu, Ma!"

"Mama gak mau tanda-tangan, bilang aja kamu gak diizinin."

Mama menaruh selembar kertas itu di lantai, karena Retha yang enggan menyambutnya.

Retha mengembuskan napasnya yang terasa berat. Kenangan demi kenangan bergulir di kepalanya, mengantarkannya pada segala momentum tentang bagaimana Rafka mempengaruhi lebih dari separuh pilihannya.

Karena itulah, Retha pernah mati-matian memperjuangkan Gathan. Untuk kali pertama ia ingin memperjuangkan pilihannya - yang lagi-lagi dapat penentangan dari Rafka -. Ia berjuang mati-matian untuk menujukan, bahwa ia mampu menentukan pilihannya sendiri. Ia ingin membuktikan, bahwa pilihannya tidak salah.

Naasnya, ajang pembuktian itu justru berakhir mengenaskan. Ia benci karena Rafka yang akhirnya benar, dan pilihannya selalu berujung pada kegagalan.

***

Suasana divisi keuangan dan pajak tampak sedang repot-repotnya karena mendapat surat panggilan untuk dilakukan audit dari kantor pajak. Para karyawan divisi itu bekerja lebih ekstra dari hari biasanya. Bahkan, beberapa orang sampai lembur karena masa tenggat yang tidak banyak.

Pukul lima sore, beberapa orang dari divisi lain sudah mulai keluar kantor. Tak jarang beberapa dari mereka meledek karyawan divisi keuangan dan pajak yang harus lembur.

Win-Win Solution Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang