Tiga

1.4K 113 2
                                    

—Fiorenza Maylea


Ya, begitu. Banting saja. Aku juga selalu merasa terbebani dengan ponsel pemberianmu itu. Huft! Tenanglah diriku, tenang. Hanya karena aku gugup, dia jadi melihatku seperti sedang berbuat suatu kesalahan besar.

Sekarang aku bisa menatap walau sebentar wajah kakunya itu. Takut? Tentu saja aku takut. Dia lebih mengerikan dari ibu tirinya. Bahkan tuan Oliver yang lebih berkuasa tidak pernah sekalipun membentakku.

“Maaf? Hanya itu yang bisa kau katakan?” Nadanya berusaha ditenggelamkan dalam suara yang dingin untuk menyembunyikan amarahnya, mungkin.

“Aku ….” Tidak bisa kulanjutkan, rasanya aku ingin menyerah. Tapi tidak, aku tidak bisa. Bertahan adalah cara satu-satunya. Aku berhutang hidup pada paman Andrew Torin dan tuan Oliver William.

“Apa katamu? Aku tidak mendengar kau menyelesaikan ucapanmu. Jadi cepat katakan!” Bentakan itu lagi. Meski membentak, wajah tampan tanpa cela mampu bertahan di sana cukup lama.

“Sepertinya aku kurang sehat, Tuan.” Bohong. Aku sehat dan kuat. Hanya di depanmu saja aku merasa sakit, sulit bernapas, dan kehilangan suaraku yang biasanya bebas berbicara tentang banyak hal dengan orang lain.

Aku tidak ingin melihat wajah Orion saat aku berbohong. Karena dengan mudah dia bisa mendeteksinya. Luar biasa memang. Aku sungguh membenci Orion dengan segala kelebihan-kelebihannya yang bagiku adalah bencana.

“Istirahatlah.”

Ya, ampun. Apa ini Orion? Barusan dia mengatakan apa? Aku sungguh bisa menganggapnya Malaikat hari ini. Sedikit kebohongan dan dia tertipu? Ini seperti bukan dirinya. Tapi biarlah, menurutku ini karena kepulangan nyonya Hanny. Ibu kandungnya itu sempat memutuskan hubungan dengan Orion selama hampir empat tahun terakhir. Paman Andrew yang memberitahuku.

Mungkin karena sudah sangat merindukan ibunya, fokusnya terpecah sehingga dia jadi sedikit longgar padaku. Huft, aku beruntung. Terima kasih pada nyonya Hanny Quenna. Andai dia tahu betapa lelahnya aku terus berada di sisi putranya yang Maha sempurna, gila kebersihan, dan sejuta sifat buruk lainnya itu, mungkin nyonya Hanny akan menangis sambil minta maaf padaku.

“Hei, mau ke mana?”

Aku terkejut ketika dia menghadangku di dekat pintu. Hah? Bukankah dia menyuruhku istirahat tadi? Apa sekarang dia berubah pikiran?

“Kenapa wajahmu begitu?” Dia mengernyit lagi. Kujamin sebentar lagi keningnya akan dipenuhi kerutan, mengalahi kerutan di wajah tuan Oliver.

“Bukannya Anda menyuruhku untuk istirahat?” Memasang wajah bingung, aku berusaha untuk tidak kesal karena sepertinya dia berniat mempermainkanku.

“Ya, aku memang menyuruhmu istirahat, bukan pergi.”

Perkataannya membuatku tercengang. Jadi kira-kira apa maunya?

Telunjuk Orion tiba-tiba terarah melewati bahuku. Seketika aku menoleh untuk melihat apa yang ditunjuk olehnya. “Sofa? Maksud Anda aku harus tidur di sofa?” Kedua mataku terbuka, berikut dengan kesadaranku. Sejak kapan Orion memiliki belas kasihan terhadapku? Tidak pernah. Dan inilah keinginannya. Menyiksaku tanpa akhir.

“Kalau begitu, tidak apa-apa, Tuan. Sepertinya aku baik-baik saja. Aku akan pergi ke pantry dan makan sesuatu di sana, selagi menunggu Anda berganti pakaian. Mobil Anda juga pasti sudah disiapkan oleh Victor.” Setelah aku berkata seperti itu, Orion memutar tubuh, lebih dekat ke pintu, dan menguncinya dari dalam. Oh, ayolah. Tingkahnya semakin menyebalkan saja.

“Pergi ke sana dan berbaringlah.” Perintah itu meluncur dari bibirnya seiring dengan dagunya yang mengarah ke sofa.

Aku menghela napas dan mengusahakannya setenang mungkin, lalu mengikuti perintahnya. Ini benar-benar akan teramat menyiksaku.

“Tidur di sana selagi aku berganti pakaian dan menghubungi dokter untukmu.”

“Tapi aku belum menyiapkan pakaian Anda, Tuan.” Seketika aku mengurungkan niat untuk duduk atau berbaring, karena menyiapkan kebutuhannya adalah tugas utamaku.

“Tidak perlu.” Dia mengangkat tangannya. Itu pertanda darinya bahwa aku tidak boleh bergerak lebih dari ini. “Tetap di sana, berbaring.” Menutup pintu dan aku tidak tahu bagaimana raut wajahnya setelah memintaku kembali ke sofa.

Bisakah aku tidur dengan nyaman jika seperti ini? Tidak. Tentu saja tidak. Tapi pada akhirnya aku benar-benar tertidur karena kelelahan. Semalam, aku mendapat kabar mengenai orang tua kandung yang telah membuangku. Valery Britanie, teman di sekolah dasar yang masih menjalin hubungan denganku hingga saat ini, bekerja sebagai seorang detektif swasta di sebuah kota kecil dua jam perjalanan dari sini.

Aku tidak begitu tahu seperti apa detail pekerjaannya, tapi dia menemukan informasi tentang mereka saat sedang menyelidiki kasus orang hilang. Berita itu sangat mengejutkan bagiku. Walau selama ini secara diam-diam aku mencari keberadaan mereka, tidak kusangka justru informasi tentang mereka ditemukan secara tidak sengaja oleh Valery.

Sepertinya aku sedang bermimpi bertemu Valery. Mungkin karena kami sudah lama tidak bertemu. Dan aku sedang menangis di pelukannya, ketika tiba-tiba kulitku, di keningku, telapak tangan besar menempel di sana. Karena aroma Orion jelas sangat kuhafal, aku tidak berani membuka kedua mataku. Ini benar dia. Dia yang memeriksa suhu tubuhku dengan meletakkan telapak tangannya di keningku.

Wah, gawat! Aku benar-benar tidak berani bernapas sekarang, dan jantungku juga terlalu berisik. Sangat berlebihan memang. Tidak tahu kenapa sudah tujuh tahun bersama, aku sama sekali tetap tidak bisa terbiasa dengannya, Orion William si berengsek.

Aku mendengar suara pintu diketuk, dan seketika telapak tangan yang besar dan hangat itu lepas dari keningku. Apa? Hangat? Ya, begitulah. Akan kuakui itu. Telapak tangan si berengsek ini memang hangat.

Aku tidak mendengar pintu dibuka, tapi hanya suara Orion yang terdengar sedikit keras. “Siapa?”

“Victor, Tuan.” Suara jawabannya samar. Itu karena Orion tidak membuka pintunya.

“Tunggu saja di mobil. Mungkin aku akan terlambat turun.”

“Baik, Tuan.”

Dan kemudian hening. Aduh, bagaimana ini? Aku belum berani membuka mataku. Jika dia sadar aku menipunya, tamat riwayatku. Jangan buka matamu. Jangan dulu! Tunggu sampai dia pergi.

“Halo, Dokter July? Ya, aku membutuhkan bantuan Anda segera di kantorku. Apa? Ah, baik. Terima kasih kalau begitu.”

Matilah aku! Dia benar-benar meminta dokter July untuk memeriksaku. Ini gawat. Dokter July pasti tidak akan berpihak padaku, tidak akan pernah.

Entah berapa lama waktu berlalu, aku sungguh merasa ini sangat menyiksa dengan keadaan kedua mata tertutup. Pintu terbuka dan suara lembut itu terdengar di telingaku. Suara mereka samar, sungguh aku tidak bisa mendengar basa-basi keduanya yang sepertinya terjadi di depan pintu.

Aku merasakan tepukan lembut di lenganku. “Nona Fiorenza, kau bisa buka matamu sekarang. Orion sudah pergi.”

Hah? Apa? Dia tahu aku sedang bersandiwara? Apa seorang Dokter tidak bisa ditipu? Benar-benar membuka mata, aku tahu dokter July tidak berbohong. Karena tidak terasa di hidungku aroma Orion di ruangan ini. Itu pertanda dia sudah pergi.

Senyum manis, lembut, dan hangat. Dia tipikal dokter yang akan disukai semua pasiennya.

“Wajahmu pucat karena tegang. Keringat dinginmu sampai terasa di kulitku, Nona Fiorenza.” Dokter July menyentuh pelan lenganku. “Kau hanya sedang merasa tertekan. Apa aku benar?” Dia tersenyum, membujuk. Aku tahu dia ingin membuatku bicara.

Terbiasa dengan Orion, aku perlahan-lahan pintar membaca ekspresi, walau tidak sehebat para ahlinya. Meski begitu, ekspresi Orion paling sulit ditebak. Aku muak melihat raut wajahnya.

“Tidak. Aku hanya gugup karena masalah lain, di luar pekerjaan.” Aku tersenyum, berusaha mengimbangi kelembutannya.

“Benarkah? Apa selama ini Orion membiarkanmu memiliki kehidupan pribadi?”

Aku tetap tersenyum menanggapinya. Ini dia. Dokter July sedang mencari keburukan Orion William entah untuk apa. “Tentu saja dia membebaskanku untuk memiliki hidupku sendiri, Dokter July.”

𝐎𝐡, 𝐌𝐲 𝐌𝐚𝐢𝐝! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang