—Orion William
Pertemuan dengan klien berantakan. Hanya karena barisan gigiku yang terasa sangat tidak nyaman saat bicara, seperti ada sesuatu menyangkut di sana. Membuatku benar-benar merasa sangat tidak nyaman di sepanjang pertemuan.
Meski Lea sudah membelikan satu set sikat gigi baru, aku masih merasa gigiku tertancap di leher pesuruhku itu. Rasanya … ah, sudahlah!
“Tuan, boleh aku bertanya?” Victor sudah duduk di hadapanku, tiba-tiba sekali.
Aku mengangguk. Terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri hingga tidak sadar dengan kehadirannya. “Katakan.”
“Kenapa Anda meminta Fiorenza pulang lebih dulu?”
Ah, dia menyadarinya. Tentu saja. Tapi rasa ingin tahu Victor terkadang membuatku tidak nyaman. “Aku yang memintanya pulang lebih awal. Dia terlihat kurang sehat.”
Victor memberiku tatapan ingin bertanya lagi. Namun sayang sekali, aku tidak suka dia banyak bertanya tentangku atau Lea. “Kau juga, pulanglah sekarang. Semua sudah selesai.”
“Tapi Anda bisa memintaku untuk menjadi sopir Anda lagi. Berhubung Anda terlihat lelah, aku bersedia mengantarkan Anda pulang.”
Aku ragu untuk itu, Victor. Harus ada jarak antara kau dan aku. “Sepertinya tidak perlu. Aku akan terlambat pulang. Ada yang harus kuselesaikan.”
“Aku bisa menunggu di ruanganku, Tuan.”
Dia bersikeras, dan aku tidak menyukai hal itu. “Tidak perlu. Aku ingin di sini sendirian, mengendarai mobilku sendiri menuju rumah, dan aku ingin kau pulang. Sampai besok, Victor.” Kukatakan hal itu dengan sedikit penekanan.
Victor tersenyum samar dan canggung. Kupikir dia mungkin terlalu memaksakan diri untuk lebih dekat denganku, selama tiga tahun ini. Tapi sebenarnya, apa lagi yang dia butuhkan? Jabatan? Sudah kuberikan posisi sebagai Sekretarisku. Kurasa itu cukup. Bahkan Lea si pesuruh bodoh itu harus rela berada satu tingkat di bawahnya.
Dia sudah menghilang dari hadapanku semenit lalu. Harus kuakui, caranya menatapku sedikit berbeda. Ah, hentikan! Aku bergidik ngeri jika membayangkan kemungkinannya.
Haaa … akhir-akhir ini pikiranku sedang sangat kacau. Hal-hal kecil mulai tidak terkendali dan aku lalai untuk tegas pada diriku sendiri.
Ah, aku lupa! Kenapa aku meminta Lea pulang ke rumah tanpa diriku? Mungkin dia bisa jadi bulan-bulanan Gistara Gauri, ibu tiriku, jika adik perempuanku yang berbeda ibu, Otty Kamea tidak ada di rumah.
“Kemana Otty?” Aku bertanya pada salah satu pelayan rumah yang melintas di ruang tengah.
“Nona Otty pergi bersama tuan dan nyonya ke acara makan malam bersama keluarga Killian.”
Itu artinya, keluarga Yeslin Hwani. Baguslah, mereka memang tidak perlu mengajakku karena sudah pasti mereka tahu apa jawabanku.
Aku berlalu menuju kamarku, tanpa peduli pada pertanyaan pelayan tentang menu makan malam yang kuinginkan. Aku tidak berselera makan dengan gigi yang terasa tidak nyaman begini.
Kulirik pintu kamar di sebelah kamarku. Lea mungkin sudah tidur. Tapi tanganku tetap bergerak untuk mengetuk pintunya.
Langkah alas kaki yang diseret terdengar jelas di telingaku. Dia terburu-buru. Sudah pasti karena dia tahu aku yang mengetuk pintu kamarnya. Pintu terbuka, dia bahkan belum berganti pakaian.
“Sedang apa kau? Tidak merasa seharusnya kau mengganti pakaianmu jika tidak memilih mandi sebelum tidur?” Aku berkacak pinggang. Ada apa ini? Memangnya aku Ibunya?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐎𝐡, 𝐌𝐲 𝐌𝐚𝐢𝐝!
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚! ❝𝐒𝐞𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐩𝐚 𝐤𝐚𝐮 𝐭𝐚𝐝𝐢? 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐡𝐢𝐧𝐚 𝐝𝐢 𝐛𝐞𝐥𝐚𝐤𝐚𝐧𝐠𝐤𝐮?❞ ❝𝐓𝐢𝐝𝐚𝐤, 𝐚𝐤𝐮 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐥𝐢 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐡𝐢𝐧𝐚 𝐀𝐧𝐝𝐚, 𝐓𝐮𝐚𝐧.❞ ❝𝐂𝐤, 𝐚𝐰𝐚𝐬 𝐣𝐢𝐤𝐚 𝐤𝐚𝐮 𝐛𝐞𝐫𝐚𝐧𝐢...