Satu

4.7K 176 1
                                    

—Fiorenza Maylea

“Silakan duduk dan tunggu di sini, Nona Yeslin.”

Dia memalingkan wajah angkuhnya itu dan dengan sombongnya memutar gagang pintu, tanpa peduli pada ucapanku. Dasar wanita keras kepala!

Aku lelah dengan banyak wanita bodoh di sekitarku. Terutama wanita yang ingin berada di dekat pria itu, si pemilik kekuasaan. Aku harus menghadapi mereka, bahkan di saat aku merasa sangat tidak nyaman.

“Maaf, Nona Yeslin.” Aku menahan tangannya yang sudah memutar gagang pintu, menghalanginya agar tidak sampai membuka dan mengganggu ketenangan orang-orang yang berada di dalam. “Tuan Orion sedang kedatangan tamu. Anda sebaiknya sabar menunggu di lu—”

“Memangnya kau siapa? Sekretarisnya juga bukan. Kau hanya pelayan, jadi diamlah.” Dia benar-benar hanya memberiku tatapan jijik seolah aku ini kotoran yang ingin disingkirkannya dengan segera. Dia menepis tanganku dari gagang pintu yang kini berhasil dikuasai olehnya.

“Victor!” Berteriak, aku pikir ini akan mengejutkan semua orang termasuk para tamu dan Orion di ruangannya. Tapi aku harus melakukan ini sebelum Orion William yang justru mengamuk padaku, karena si centil Yeslin Hwani yang tidak bisa kutangani dengan baik.

Hanya butuh sepersekian detik untuk Victor muncul dari ruangan sebelah. Dia mengernyit padaku dan Yeslin secara bergantian. Kugerakkan dagu ke arah Yeslin, aku enggan berteriak lagi karena khawatir Orion merasa terganggu dengan su—

“Ada apa ini?”

Oh, ya ampun! Dia muncul tepat di depan pintu. Aku kaku di tempatku berdiri. Dia pasti akan meneriakiku dengan suara bagusnya itu. Ya, suaranya memang bagus. Suara dalam yang khas, tapi tidak selalu indah saat dia mengucapkan sesuatu. Terutama saat berteriak atau memarahiku. Terdengar sumbang!

“Sayang ... aku rindu pada—”

“Singkirkan dirimu dari tubuhku!” Orion berteriak, antara marah dan panik. Dia mundur, merasa Yeslin tidak pantas menyentuhnya. Dia pasti berpikir begitu, aku yakin dan berani bertaruh untuk itu. Si gila kebersihan. Siapa yang lebih mengenalnya dibanding aku?

Apa Yeslin Hwani tidak menyadari hal itu? Dasar bodoh!

“Kau lihat apa? Cepat kemari!” Orion membentakku. Memintaku masuk ke ruangan bersamanya. Aku terus mengeluh dalam hati sampai pintu ditutup oleh Victor diiringi teriakan protes Yeslin di belakangku.

Dua tamu Orion menatapku. Memindaiku dari atas hingga bawah tubuhku. Aku ingin mengadu, tapi Orion tengah membelakangi kami. Entah sedang apa pria itu di mejanya.

“Lea, kemari.” Orion tidak berbalik. Aku menyusulnya. Berdiri tepat di sisinya. Dan sekarang dia bicara melewati bahunya. “Kalian berdua, aku sudah selesai. Kita bicarakan hal itu lagi minggu depan.”

Seperti robot yang patuh pada perintah manusia, keduanya serentak berdiri tegak dari duduk mereka. Sebelum mencapai pintu, salah satu dari mereka melirik Orion yang sedang sibuk mengeluarkan tisu dari tempatnya, lalu beralih melihatku, tatapan kami bertemu dan dia mengedip padaku.

Seketika aku merasa mual sampai ekspresinya sulit kusembunyikan dari pria yang masih menatapku itu. Aku memperlihatkan padanya, pose seseorang yang seakan-akan muntah. Dan dia meringis sambil menutup pintu.

“Sedang apa kau?”

Aku menegakkan tubuhku ketika kudengar Orion bertanya, sekarang dia menatapku lekat-lekat.

“Aku tanya, sedang apa kau tadi? Menghina di belakangku?”

“Tidak, aku sama sekali tidak menghina Anda, Tuan.” Aku menggeleng-geleng, tampak bodoh. Sengaja juga kutunjukkan wajah penuh penyesalan, tapi dia sama sekali tidak terpengaruh. Seperti biasa, sejak dulu dia memang begitu.

“Ck, awas jika kau berani melakukannya.”

Secepat yang aku bisa, aku menggeleng. “Aku tidak akan berani untuk melakukannya, Tuan Orion.” Walau aku berkata seperti itu, tetap saja kedua mataku tidak menyiratkan itu. Aku balas menatapnya lekat-lekat. Dia tidak setampan yang diributkan orang-orang. Kenapa mata mereka semua seakan buta? Bahkan tingkah Orion seperti Iblis!Ya, Iblis bersarang di tubuhnya.

“Jangan menatapku seperti itu, ketika kau bahkan mengatakan tidak akan berani menghinaku.” Dua jari kanan Orion, ujung telunjuk dan tengah kini berada di keningku. Dia mendorong ke depan dua jari itu bersamaan dengan kepalaku yang ikut mundur perlahan.

Bukan menunduk, aku tetap menatapnya bahkan tanpa berkedip. Si gila ini memang benar-benar pria berengsek sejati.

“Bersihkan semua bagian dari tubuhku yang ditempeli Yeslin.” Orion menyerahkan setumpuk tisu padaku dengan kedua mata mengawasi.

Aih, ini pekerjaan kesekian ratus kalinya harus aku lakukan bahkan ketika usiaku masih enam belas tahun. Membersihkan apapun yang dianggap Orion ‘kotor’ yang bisa menghancurkan suasana hatinya. Dia memang segila itu.

Ya, ampun! Kenapa bisa dia dan Otty Kamea William begitu jauh berbeda? Meski mereka saudara berlainan ibu, tapi darah Tuan Oliver William mengalir di tubuh keduanya. Harusnya dia sedikit mirip dengan adik perempuannya, tapi nyatanya sama sekali tidak.

“Heh! Sedang apa kau? Tidak mau bergerak?” Bentakan Orion menjadi alarm tanda bahaya di otak dan pendengaranku.

“Ah, iya! Baik, Tuan.” Sekarang aku mulai membungkuk di depan tubuhnya. Coba mengingat bagian mana saja yang mungkin terjamah oleh tubuh atau tangan Yeslin Hwani. Aduh, aku lupa! Di bagian mana saja ya, tadi?

Meski hanya jas-nya yang tersentuh, Orion tetap tidak akan sudi menerima kenyataan itu. Dia pasti menjadikanku sasaran kemarahannya jika dia merasa aku gagal membersihkan ‘kotoran’ dari jas-nya.

Ah, baiklah. Bersihkan saja semuanya seperti biasa, lalu semprotkan parfum kesayangannya. Itu jauh lebih mudah bagiku.

“Lea, kenapa tadi kau keluar dari ruanganku?”

Kegiatan menyapu bersih jas Orion terhenti. Aku sadar serpihan tisu tertinggal di jas mahalnya. Aduh, aku harusnya membasahi tisu ini atau cukup perlahan saja saat membersihkannya. Perasaan kesal ikut mengalir ke lenganku yang bekerja.

“Lea!”

“Ah, iya Tuan!” Saat aku akan menegakkan tubuh, puncak kepalaku menubruk dagu Orion. “Ouch!” Terhuyung, aku mundur dengan panik, bisa melihat bagaimana Orion marah besar sembari memegang dagunya.

“Fiorenza Maylea!”

“Tuan, Tuan ... tolong ampuni aku.” Sekarang aku menggosok kedua telapak tanganku dengan enggan. Benar, sebenarnya aku enggan melakukannya lagi. Aku lelah terus meminta maaf padanya karena hal sepele.

Orion sungguh membuatku muak selama tujuh tahun terakhir ini. Aku terus menjaga jarak satu meter di antara kami. Akh! Aku membencimu, Orion William! Sungguh sangat membencimu!

“Kemari kau!” Dia memanggil. Aku bahkan tidak sadar saat dia sudah duduk di sofa tamu.

Kedua kakiku rasanya sangat berat untuk digerakkan, tapi aku ingat siapa yang bisa membuatku makan setiap harinya. Bahkan aku hidup karena kemurahan hati keluarga William, terutama Tuan Oliver. Berengsek memang!

“Ya, Tuan?”

“Kemari kataku.” Dia memintaku mendekat.

Rasanya  terlalu dekat. Artinya sesuatu. Biasanya begitu. “Maksudnya, di samping Anda?”

“Ya. Cepat!”

Aku tidak ingin menambah masalah dengan duduk satu sofa bersamanya, jadi kuputuskan untuk duduk di lantai.

“Sekarang lihat,” katanya. Dia menunjuk dagu bawahnya yang bisa kulihat dari sini, “aku ingin kau membersihkan dagu ini sekarang.” Dia menunjuk bawah dagunya tanpa tersentuh dengan ujung jarinya.

Orion William yang benar-benar luar biasa menyebalkan! Cepatlah mati dan tidurlah dengan tenang di dalam tanah.

𝐎𝐡, 𝐌𝐲 𝐌𝐚𝐢𝐝! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang