"Seungmin..."
"Heum?"
Seorang anak yang baru duduk di kelas tiga, menciptakan sebuah maha karya dalam bentuk gambar, bukankah ini anugrah? Tapi apa yang dia katakan?
"Ini bukan sesuatu yang bisa dibanggakan. Menggambar itu kan cuma cocok untuk anak perempuan. Mama bilang seharusnya Seungmin bermain bola saja bersama yang lain."
Aku ingin tanya, siapa yang menciptakan peraturan itu? Siapa yang bilang kalau anak laki-laki tak boleh suka menggambar? Siapa yang menciptakan hukum laki-laki adalah biru dan perempuan adalah merah muda? Siapa orangnya?
"Boleh aku mengatakan sesuatu padamu?"
"Tentu, katakan saja!" ucapnya antusias.
Sungguh, aku benar-benar bermaksud serius untuk mengatakan yang satu ini. Aku menyamakan tinggiku dengannya, menepuk pundak kanan Seungmin pelan.
"Jika kau suka menggambar, maka lakukan. Lakukan yang kau mau, buktikan pada mereka-bahwa kau juga bisa bahagia dengan pilihanmu."
"Begitukah?"
"Ya! Tentu. Pilihan ada padamu. Kau yang mengatur kehidupanmu, atau kehidupan yang mengaturmu. Dan satu hal yang harus kau ingat... Semua orang berhak bahagia."
Saat itu, aku dan Seungmin tengah menyantap makanan yang ia bawa dari rumah. Ibunya memasakkan itu untuk kami berdua makan, katanya.
Seungmin berkata padaku, hidup jadi hantu itu sama sekali tak menyenangkan. Menjadi hantu-antara ada dan tidak ada. Arwah yang masih bergentayangan kadang memilih mengawasi keluarga atau orang-orang terkasih mereka.
Satu hal menyakitkan yang harus mereka terima saat tengah mengawasi; mereka bukanlah alasan untuk keluarganya bahagia lagi. Tempat itu sudah tergantikan, terisi, bahkan mungkin lebih baik. Rasanya tergantikan itu-sesak. Seperti, ah... Ternyata aku bukan apa-apa dibanding dia.
"Kemarin Seungmin bertemu seorang hantu 'ibu'. Dia meninggal setelah melahirkan anaknya."
"Ah, benarkah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
nodus tollens, hyunmin ✔
Fanfic𝗶𝗶. 𝗮𝗻𝗼𝘁𝗵𝗲𝗿 𝗱𝗲𝗽𝗿𝗲𝘀𝘀𝗶𝘃𝗲 𝗲𝗽𝗶𝘀𝗼𝗱𝗲 the boys are human too. !¡ contains mature themes, including violence, that may cause distress.