3. Masalah

6 2 0
                                    

"Tetaplah menunggu, sampai aku menyentuh bahumu dan saat kamu menoleh, kamu akan lihat pintu hati ini terbuka lebar untukmu."


*****


Laki-laki itu datang, menerobos kerumunan murid dan berjalan cepat menuju kearahku. Aku pura-pura tidak mendengar panggilannya. Dia datang, tepat saat aku membuang wajah lantaran tidak mau melihat wajah busuknya.

"Kalma, kamu gak papa?" tanyanya cemas.

Aku sedikit memiringkan wajah kearahnya, lalu senyum datar kuperlihatkan padanya.

"Kalma, kamu kenapa?" tanya dia kedua kalinya.

Aku masih menghiraukannya, berharap Benno mengusir Faren dari hadapanku segera.

"Kalma... lihat aku!" bentaknya.

Tck...

Tanpa kusadari aku telah berdecak kesal dihadapan Faren. Lalu tiba-tiba...

"KALMA!" Bentaknya sambil mencengkram kepalaku tuk menghadap ke dirinya.

"L-leppaass-iiin," keluhku kesakitan.

"FAREN CUKUP!"
"Kalau dia enggak mau jangan maksa!"

Benno yang sedari tadi hanya melihatku tiba-tiba memasuki perpecahan dan menolongku.
Kini, mereka saling bertatap. Terlihat Faren dengan gigi rapat dan mata tajamnya sedang terfokus pada Benno yang juga telah merah telinganya.

"Gak usah ikut-ikutan!" bentak Faren sembari menunjuk Benno dengan jari tengahnya.

"Hmm? kenapa gak boleh?" tanya Benno meremehkan.

"Bener-bener...." Faren mengepalkan tengannya dan siap menonjok Benno.

Semua murid di samping pintu dengan cekatan merogoh handphonenya masing-masing, mereka siap mengabadikan kegaduhan ini.

BUAAAAAGHHHH...

"BENNO!" teriakku.

Aku lupa jika Benno tidak pandai bertarung, sejak dulu aku tidak pernah sekalipun melihat dia adu jotos dengan orang lain.

"Dasar, lemah! hey, Kalma, nanti temui aku di lab kimia setelah jam istirahat kedua,"
"Kalau enggak...."

Kalimatnya belum selesai, Faren dengan wajah mengancam keluar dari UKS meninggalkanku dan Benno yang lebam.

"HUUU... LANJUTINNN... BOSEN-BOSENNNN!!!" sorak murid-murid memecah lamunanku.

"Ben-"

Benno mengelus kepalaku lembut, lalu dia berlari keluar meninggalkanku sendirian.

...

Tubuhku menolak mengejarnya, namun hatiku tidak, gumamku.

Aku turun dari tempat tidur dan memutuskan untuk mengerjar Benno dengan sekuat tenagaku.
Walau tubuh ini tak memungkinkan tuk lari dang menggapainya.

"Benno..." ucapku sembari berjalan pincang.

Sakit, tubuh ini sakit. Tapi aku harus menahannya lebih lama lagi -tidak, hingga Dia dapat kuraih.

*****

Kini aku telah di depan kelas 11, yakni jauh dari UKS tempatku tadi. Namun... aku masih tidak menemukannya. Disisi lain jantungku berdegup kencang, penglihatanku mulai buram, dan tubuhku mulai melemas.

Padahal sudah sejauh ini, gumamku.

Aku pasrah dan membiarkan tubuh ini lemas tak berdaya.

Namun, sedetik sebelum tubuh ini menyentuh tanah, tiba-tiba, seseorang menangkapku dari belakang.

"Benno..." ucapku lirih sambil memegang pipi orang itu.

"Gua Kent."

Sepersekian detik setelah orang itu mengucapkan namanya, pandanganku yang awalnya buram, menjadi gelap tanpa sinar.

Benno tunggu aku....

*****

tbc.

KALMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang