30 Juli 2007
Salah satu sekolah swasta di Jakarta Selatan
10.15Tawan Vihokratana melihat sebuah keajaiban berupa Jumpol Adulkittiporn yang duduk manis sejak jam pertama masuk sekolah. Biasanya di istirahat pertama, anak laki-laki itu akan menghilang. Entah diam-diam keluar untuk nongkrong di warung Bang Gunsmile atau pura-pura sakit agar bisa tidur di UKS (Unit Kesehatan Sekolah).
"Kok lo tumben masuk?"
Jumpol, yang sejak tadi menidurkan kepalanya di meja, bangkit dari posisinya dan menarik kedua tangannya ke atas untuk meregangkan tubuh. Ia sendiri juga sejujurnya bertanya-tanya, apa yang membuat dirinya melupakan kebiasaan yang sudah dua tahun tak bisa hilang?
"Udah kelas XII. Ya kali gue bolos mulu," ujar Jumpol beralasan.
Tawan hanya mendengus, tak percaya begitu saja dengan ucapan teman sebangkunya.
"Curiga gue. Lo pasti ada maunya deh."
Jumpol terkekeh. Tawan selalu punya cara untuk mengulik isi otak Jumpol hingga bagian paling dalam. Ucapannya mungkin tak dikatakan dengan penuh keseriusan, tetapi alam bawah sadar sahabatnya itu selalu tahu jika ada niat tersembunyi dari semua kelakuan Jumpol.
"Ya kali," ujar Jumpol sambil merangkulkan tangan kanannya ke pundak Tawan. Kemudian mencoba menggoda sang sahabat. "Kan gue sama lo maunya sama."
Tawan menepis tangan Jumpol yang saat ini kembali tertawa geli. Ia tak paham maksud ucapan Jumpol, tetapi di saat yang bersamaan ia tak ingin mencari tahu. Tawan belajar bahwa tak semua rasa penasaran harus dicari jawabannya.
"Mesra amat lo berdua."
Perhatian Tawan dan Jumpol sama-sama teralihkan pada sosok Thiti dan Att yang kembali duduk di bangku mereka setelah kembali dari kantin. Thiti masih berdiri, sibuk dengan Choki Choki di mulutnya.
"Bagi, Thi!" Jumpol mengulurkan kedua telapak tangannya ke hadapan Thiti.
"Udah habis punya gue. Cuma tinggal satu ini doang."
Att, yang sudah duduk terlebih dulu di bangkunya, kemudian memutar badan dan berhadapan dengan Jumpol. Ia mengambil satu Choki Choki dari dalam kantong bajunya, dan meletakannya di atas telapak tangan Jumpol yang masih terbuka.
"Punyaku masih ada."
Jumpol baru saja ingin mengucapkan terima kasih sebelum dikagetkan dengan gerakan cepat tangan Tawan yang merebut begitu saja Choki Choki di atas telapak tangan Jumpol. Anak laki-laki tersebut berteriak kesal, memandang Tawan dengan wajah penuh amarah yang bisa meledak kapan saja.
Alih-alih merasa bersalah, Tawan hanya meringis kepada Jumpol dan menatap Atthaphan dengan ekspresi memohon.
"Buat aku aja ya, Att. Aku juga mau."
Atthaphan yang kebingungan hanya bisa menatap Thiti yang sudah duduk di sebelahnya, yang membalas tatapan tersebut dengan kedikan bahu. Perhatian Atthaphan kemudian berpindah kepada Jumpol yang kini mendengus kesal sambil menopang dagu dan mengerucutkan bibirnya.
"Heee... bebas sih buat siapa aja."
Suasana mendadak canggung ketika Tawan dan Jumpol sama-sama membisu, dengan Tawan yang memilih memainkan Choki Choki dari Att di atas meja tanpa memakannya. Untungnya seorang penyelamat, Krist Perawat atau Kit, muncul di samping Jumpol dan mengulurkan sebuah Choki Choki tepat di hadapannya.
Jumpol menengadah, melihat Kit dengan dahi berkerut.
"Gue masih punya. Ambil dah tuh."
Jumpol menerima uluran dari Kit dan menimbangnya. Alih-alih memakannya, anak laki-laki itu mengambil Choki Choki milik Tawan yang tergeletak di atas meja, dan menukarnya dengan milik Kit ketika Tawan tidak awas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Nama (Tamat)
RomanceKisah tentang dua orang insan yang terjebak dalam nostalgia. Sudah lebih dari 10 tahun sejak Atthaphan Punsawat mendengar nama Jumpol Adulkittiporn. Hingga sebuah peristiwa membuat keduanya kembali bersinggungan, dan merusak benteng kokoh yang sudah...