“Luna, tahukah kau hal yang paling indah dalam cinta?” tanya Lucas sambil membelai rambut Luna yang asyik memejamkan mata.
“Mmm … di kala cinta berbalas, bukan?”
“Jabarkan pemikiranmu.”
“Perlukah itu?” ujar Luna yang membuka matanya, menatap lekat mata Lucas.
Lucas memencet hidung kekasihnya layaknya bel. “Tentu saja. Karena aku ingin tahu seberapa dalam kau memandang perasaan suci itu.”
“Kalau aku tidak mau, bagaimana?” ledek Luna sambil mencubit pipi Lucas.
Pemuda itu terkekeh. “Aku akan pulang.”
“Baiklah. Kau boleh angkat kaki dari sini.”
“Aku masih di sini, tahu. Masa kau betulan akan mengusirku?”
Mendengar pertanyaan menyebalkan semacam itu, membuat Luna membisu. Wajahnya pun tampak jutek.
Lucas beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu keluar. Selagi berjalan, ia berkata cukup keras. “Sepertinya aku diusir. Lebih baik aku pulang saja.”
“Mengapa sekarang kau berusaha menguji kesabaranku?!” omel Luna sambil menjewer telinga kanan kekasihnya, lalu memelintirnya dengan sangat kencang.
Dengan gerakan yang cepat, gadis itu langsung memosisikan dirinya di depan Lucas. Ia menarik kedua pipi kekasihnya itu dengan perasaan yang amat jengkel. Lucas sampai terlihat tak berdaya saat menghadapi Luna yang sedang kesal.
“Aw, aw, aw! Aku mengaku kalah, Luna,” pinta Lucas seraya memohon.
“Kembali-ke-sofa … se-ka-rang!” omel Luna lagi, disertai isyarat jari telunjuk yang menunjuk, serta kedua matanya yang tajam.
Akhirnya, Lucas kembali menduduki sofa sambil memegangi bagian tubuhnya yang diserang secara mendadak. Ternyata, selain bertambah pesona parasnya, kekasihnya itu kini bertambah menakutkan.
Luna bak ratu jelita, namun memiliki sisi buas monster. Daripada dicabik-cabik oleh sang kekasih, pemuda itu memutuskan untuk mengikuti titahnya.
“Menurutku, cinta berbalas merupakan hal paling indah, karena hatimu, juga hati seseorang yang kau cintai berakhir serupa. Dan berkat kesamaan itu, sepasang manusia bisa bersatu, menjadi pasangan paling serasi sedunia.” Luna menjabarkan pemikirannya sembari merentangkan kedua tangannya, seakan pengertian cinta paling indah memang seperti itu.
Lucas manggut-manggut. Ia tampak mencerna kalimat kekasihnya.
“Mengapa kau hanya diam? Tadi kau yakin sekali saat bertanya padaku.”
“Aku ingin bertanya lagi padamu. Tapi jangan kau anggap aku melakukannya, ya.”
Luna memiringkan kepalanya. “Apa itu?”
“Sebelum kutanya, kau harus berjanji untuk tidak mengomel lagi.”
“Iya, janji.”
Wajah Lucas berubah serius. “Andai aku selingkuh, lalu meninggalkanmu tanpa kabar … atau, andai aku tidak mencintaimu, tapi berpura-pura mencintaimu agar kau bahagia … manakah yang lebih baik di antara kedua perandaian itu?”
Luna menganga, tak menyangka bahwa kekasihnya akan menanyakan sesuatu yang membuat jantungnya seolah terlontar keluar.
“Aku janji, ini cuma pertanyaan, bukan kenyataan.”
“Bagaimana kau bisa menjamin itu?” Gadis itu memukuli dada Lucas.
“Bukankah kau merasakan usapanku? Adakah kedustaan dari wujud cintaku itu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Musim Hujan pada bulan Desember
RomanceLuna, gadis yang tak mensyukuri lelaki yang mencintainya dengan tulus. Menjalin hubungan kekasih hanya sebagai status belaka. Kini, ia menyesali apa yang telah dilakukannya. Bagaimanakah kisahnya?