Psycho Boyfriend - 12

136K 12.8K 373
                                    

Drt ... drt ....

Ponsel Raka yang berada di dalam saku bergetar, menandakan ada panggilan masuk.

Raka menghela napas, berusaha menghilangkan emosinya ketika melihat yang menelponnya adalah bundanya.

"Hallo, Bun."

"...."

"Baiklah, aku akan ke sana."

"...."

"Bunda, di ruangan berapa?"

"...."

"Raka ke sana sekarang."

"...."

Tut.

Raka keluar dari apartemennya, tapi sebelumnya ia menyuruh anak buahnya untuk mencari Gisel.

"Lihat apa yang akan aku lakukan jika aku menemukanmu sayang!"

Masih dengan diliputi kemarahan Raka mengendarai mobilnya cepat menuju rumah sakit. Semakin cepat ia menemui bundanya, semakin cepat pula ia mencari Gisel.

***

Raka membuka pintu ruangan tempat ibunya berada.

"Astaga, Bun. Kenapa sampai bisa masuk rumah sakit?"

Raka mendekat, dia mengecup kening ibunya dengan sayang.

"Tidak apa, hanya saja bunda lupa sarapan."

"Ck, apa ayah tidak memperhatikanmu?"

"Ayahmu sedang keluar negeri," jelas Renata.

Raka hanya menganggukan kepalanya paham.

Pandangannya beralih pada seorang gadis yang tengah tertidur dengan posisi duduk, sementara tangannya menggenggam tangan bundanya.

"Dia siapa, Bun?" tanya Raka sambil menunjuk gadis itu dengan dagunya.

"Dia yang nolongin bunda, kamu pindahin gih, ke sofa."

"Tapi, Bun ...."

"Cepat!"

Raka menghela napas kasar, ia menegakkan kepala gadis itu, seringainya terbit ketika melihat wajah gadi itu, membuat Renata menjadi was-was.

"Jangan macam-macam Raka!" peringat bundanya.

"Hm."

Raka menggendong tubuh gadis itu ala bridal style, ia membaringkan tubuh gadis itu di atas sofa dengan pahanya sebagai bantalan.

Raka melepaskan jasnya kemudian menyelimuti tubuh gadis itu dengan jasnya.

Jemarinya bergerak lembut di pipi gadis itu dengan berguman, "Cantik."

Hingga pintu terbuka, memperlihatkan seorang wanita. Perempuan itu menatap Raka dan gadis yang di pangkunya dengan tatapan ....

Memuja, lebih tepatnya memuja wajah Raka.

"Jangan lihat anak saya seperti itu!" peringat Renata, bukannya apa-apa. Raka tak suka di ganggu, dan menatapnya seperti itu sama saja mengganggu ketenangannya, dan siapa yang mengganggunya siap-siap saja nyawanya melayang.

"Baik, Buk." Suster itu berjalan mendekati Renata, ya, wanita itu adalah suster.

Merasa terganggu atau bagaimana, gadis yang berada dalam pangkuan Raka menggeliat pelan. Dia melenguh dan membuka mata secara perlahan.

"Raka!" Gadis itu terkejut saat membuka mata, wajah Raka lah yang pertama kali dilihat.

Raka menyeringai. "Sudah bangun baby?"

Sontak tubuh Gisel menegang ketika melihat seringai Raka. Ya, gadis yang berada di pangkuan Raka adalah Gisel.

"Aku salah apa?" pikirnya membuat Raka yang bisa membaca pikiran mendengus kesal.

"Kau lupa apa salahmu huh?!" Nada bicara laki-laki itu sedikit meninggi membuat Gisel langsung mendudukkan tubuhnya dan menatap Raka takut.

Gisel menjauh dan Raka bergeser mendekati Gisel yang menjauh.

"A--ku salah a--pa, Rak?" tanya Gisel takut. Gisel menunduk dalam, rasa takut menyelimuti.

Melihat Gisel yang ketakutan Raka menarik pinggang Gisel hingga sekarang posisinya sangat dekat.

"Kau telah keluar apart tanpa sepengetahuanku, apa itu bukan kesalahan?" tanya Raka santai namun membuat Gisel berasa akan dimutilasi.

Srekk ...

Pisau lipat kesayangannya Raka keluar dari saku dan tentu saja itu semakin membuat Gisel ketakutan.

"Maaf, Raka." Gisel berusaha melepaskan pegangan Raka pada pinggangnya, tapi tenaganya tak cukup untuk melawan Raka.

"Aku akan mengukir di sini." Raka mengusap punggung Gisel.

"Jangan!" Gisel menggelengkan kepalanya lemah. Pertahanannya hancur, dia mulai terisak sekarang.

"Tenanglah! Aku hanya ingin mengukir bukan memotong kakimu seperti janjiku tadi."

Gisel menatap tak percaya ke arah Raka. Janji? Raka sudah berjanji memotong kakinya hanya karna keluar apartemen.

"Awz!" teriak Raka terkejut ketika tiba-tiba telinganya ditarik oleh bundanya, reflek ia melepaskan peganganya pada pinggang Gisel.

"Ampun, Bun!" Wajah Raka memerah menahan sakit, sungguh ia tak berani melawan bundanya.

"Kau mau melukainya heh?" tanya Renata garang.

"Tidak, Raka hanya bercanda," jawab Raka sambil memegang tangan bundanya yang semakin menarik telinganya ke atas.

Gisel terkikik geli.

"Seorang psychopath bisa merasakan sakit juga? Mampus kau," ejek Gisel dalam hati melupakan fakta bahwa Raka bisa membaca isi hati dan juga pikirannya.

Raka langsung menatap tajam ke arah Gisel.

Sontak Gisel langsung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia lupa akan kemampuan Raka yang bisa membaca isi hatinya.

Renata melepaskan telinga Raka.

"Bunda ih." Raka mengusap telinganya yang memerah.

"Ayo sayang kita pergi dari sini!" ajak Renata kepada Gisel.

"Akh, tidak, Tante. Saya mau ngomong dulu sama Raka."

Raka mengangkat sebelah alisnya.

"Ya sudah, kalo Raka mainin pisaunya kamu bilang sama bunda ya! Biar bunda cincang tangannya Raka," ujar Renata dengan menatap garang ke arah Raka.

"Ampun, Bun."

"Ya sudah bunda keluar dulu."

Kini tinggal Raka dan Gisel di dalam ruang rawat itu.

"Bunda kamu psycho juga?" tanya Gisel kepada Raka.

"Ck, tidak! Ayo pulang, aku harus memberimu hukuman."

Raka menarik lembut tangan Gisel tapi Gisel menyentak tangan Raka dengan kasar.

"Maumu apa hah?!" Kesabaran Raka habis. Raka langsung mencengkram bahu Gisel dengan kuat menyalurkan amarahnya yang membara.

"Aku ...."

Bruk ....

Tiba-tiba saja tubuh Gisel ambruk tak sadarkan diri membuat Raka langsung panik setengah mati.

"Hey, kau kenapa sayang?" Dengan cepat, Raka langsung mengangkat tubuh Gisel ke atas brankar.

"Sayang, bangun!" Raka mengusap lembut pipi Gisel.

BERSAMBUNG

Psycho Boyfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang