Part 1 | Meet Me Up!

151 23 0
                                    

Aku ingin mencingcang Yasir, dengan apapun itu, mau memakai pisau, golok, atau gergaji sekalian!

Sadis? Lebih sadis mana dengan dia yang meninggalkan aku sendiri di perpustakaan luas dan buku yang luar biasa banyak ini untuk mencari buku referensi untuk mata kuliah kami nanti? Belum lagi ia yang kabur keluar dari perpustakaan dengan banyak buku yang berantakan hanya karena melihat cewek 'incarannya' hendak keluar dari tempat ini?

Aku benci Yasir. Aku benci perpustakaan!

Kalau bukan karena ia masih ada kerabat dengan keluargaku, mungkin aku benar-benar akan menghajarnya.

Aku mendengus kesal, lalu mengambil semua tumpukan buku itu untuk aku taruh di tempatnya berada.

Ugh, aku sudah melihat penjaga perpustakaan yang melihatku tajam.

Apa aku harus meminta Maugy untuk membantu membereskan semua kekacauan ini? Tapi aku yakin sih dia tidak mau bantu aku juga.

Akhirnya aku hanya bisa pasrah saja.

Saat hendak melangkah kembali ke meja yang terdapat banyak sekali buku karena aku dan Yasir turunkan, aku melihat seseorang sedang melihat-lihat mejaku juga. Dia memegang beberapa buku yang aku sisihkan untuk aku bawa pulang.

Oh, dia ingin mengambil buku yang sudah susah payah aku cari dan ambil?

Langkahi dulu mayatku!

Aku menghampirinya dan berkata, "Sorry nih, ini semua buku yang gue mau pinjam! Enak banget ya lo tinggal ambil pun—"

Aku membeku.

Sial.

Laki-laki itu tersenyum saat menatapku, senyum yang menyilaukan. Sangat menyilaukan. "Sorry juga, gue nggak bermaksud buat ambil buku-buku ini kok. Gue cuma lihat-lihat aja, dan kebetulan buku ini gue cari, tapi lupa judulnya apa." Laki-laki itu memegang buku Interpersonal Communication: Everyday Encounters karya Julia T. Wood dan juga Theories of Human Communication karya Stephen W. Little John and Karen Foss.

"Okay," jawabku singkat.

Aku malu sih sebenarnya, karena sudah memfitnah seseorang, apalagi seseorang itu pangeran kampus, kalau semua penggemarnya tahu mungkin aku sudah habis kena tebas mereka.

Laki-laki itu tersenyum lagi, "nggak apa-apa 'kan kalau gue lihat-lihat?"

"Oh, tentu saja boleh asal nggak lihat-lihat wajah gue aja." Laki-laki itu yang bernama Arkana Pranaja, seorang pangeran kampus yang gila tampannya.

Kali ini Arkana tertawa geli, "kenapa emang wajah lo?"

"Mirip buntelan kentut." Gerutuku, dan aku sama sekali tidak menyangka bahwa ucapanku akan membuat seorang Arkana Pranaja tertawa terbahak-bahak hingga semua orang di perpustakaan melihat ke arah kami.

"Ya ampun, lo kenapa ketawa kencang banget kayak gitu," cicitku pelan, aku juga membuat isyarat permohonan maaf kepada semua orang yang ada disana.

"Lo lucu." Katanya sambil mencoba menghentikan tawanya.

Tidak ada seseorang yang bilang aku lucu, yang ada hanya mereka bilang kalau selera humorku itu sangat aneh. Termasuk aku.

"Lo orang pertama yang bilang gue lucu. Seriusan." Aku memandangnya dengan raut wajah serius, yang entah kenapa malah membuatnya tersenyum lebar.

Apa wajahku seperti badut? Atau boneka Annabelle mungkin?

Oh, atau mungkin kepala Arkana terbentur sesuatu sebelum datang ke perpustakaan?

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Good Looking!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang