Part 4 | Overthinking

104 15 4
                                    

Aku di sini sampai malam. Tidak, aku tidak bekerja hari ini, namun aku tetap di sini sampai pukul delapan malam. Arkana dan Sena sudah berbaikan kembali, tidak seperti pertemanan pada perempuan, laki-laki memang cenderung cepat sekali berbaikan ya? Namun kalau bertengkar memang sampai bisa menggelengkan kepala.

Aku di sini karena Arkana tidak bisa mengantarku pulang, ada masalah lumayan besar terjadi di cafenya, jadi ada distributor untuk stock bahan makanan yang belum juga mengantar, padahal stock di sini kian menipis. Ketika dimintai konfirmasi, distributor tersebut gagal panen, dan belum bisa mengantar bahan makanan ke cafe ini. Tentu saja semua orang kelabakan, Arkana bahkan tidak henti-hentinya menelepon orang untuk membeli bahan makanan tersebut. Untung saja ada salah satu distributor yang memberikan hasil panennya, walaupun harganya lebih mahal daripada yang seharusnya.

Tadinya, aku mau pulang sendiri. Yaa memangnya aku tidak bisa pulang sendiri, benarkan? Namun, lagi-lagi Arkana melarangku untuk pulang kecuali ia yang mengantar, dan di sinilah aku seperti seorang gadis yang terdampar di sebuah pulau tanpa nama.

Aku menopang dagu di meja, hari ini aku sudah banyak makan dan minum—yang semuanya tentu dibayar oleh Arkana—bahkan ponselku sudah kehabisan baterai karena aku bermain games tanpa henti semenjak tadi.

"Arka, lo harus lihat ini," ucap seorang perempuan yang berada di samping Arkana. Arkana kemudian menoleh ke arah perempuan tersebut dan mereka kian merapat.

Arkana sekarang berada di dekat counter kasir bersama Sena, dan satu perempuan bernama Lara, yang aku tahu Lara itu adalah pacar Jilo, namun mataku menyipit kala Lara lebih menempel ke Arkana.

Tidak. Aku bukan cemburu, hanya saja ini sangat fishy.

Tidak lama, aku mendengar Arkana terkekeh pelan dengan Lara yang tertawa kencang, untuk orang awam yang tidak mengetahui mereka, bisa dipastikan mereka akan berpikir bahwa Arkana dan Lara adalah sepasang kekasih.

Aku bosan. Sangat. Arkana tidak pernah datang menemuiku di sini selain menawarkan aku makanan, hanya Sena yang beberapa kali datang untuk mengobrol bersamaku walaupun itu hanya sebentar karena ia harus bekerja.

Sekarang sudah malam, dan aku harus pulang atau aku akan dimarahi oleh Kevan, walaupun tadi aku sudah meminta izin untuk pulang sedikit malam karena harus bekerja—walaupun aku sama sekali tidak bekerja di sini—

Aku merapihkan barangku yang berada di meja, oh aku juga mengerjakan tugas kuliahku di sini jadi meja itu sedikit berantakan karena ulahku. Setelah semua barangku sudah masuk ke dalam backpack, aku segera berdiri dan berjalan keluar cafe, dan tidak mempedulikan Arkana yang melihatku keluar atau tidak.

Aku tidak peduli.

Aku berdiri di pinggir jalan untuk menunggu angkutan umum dan ketika itu aku melihat Jilo datang dengan membawa plastik dari salah satu minimarket.

Jilo memyeritkan dahinya, "balik? Enggak sama Arkana?" tanyanya dan hanya aku balas dengan senyuman.

Aku malas membahasnya.

Jilo mendekat dan kembali bertanya, "gue panggil Arkana ya? Biar lo diantar balik. Sudah malam soalnya."

Aku menggelengkan kepalaku, "enggak usah. Kelihatannya kalian sibuk banget, jadi gue enggak mau ngerepotin."

Setelah berkata seperti itu, aku melihat angkutan umum yang melewati rumahku, dengan sigap aku menjulurkan tanganku untuk memberhentikan angkutan umum itu.

Sambil tersenyum aku berkata, "gue duluan yaa, kak Jilo."

Saat sudah berada di angkutan umum itu, aku menghela napas lega. Akhirnya aku keluar dari tempat itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Good Looking!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang