Cumulonimbus : 13

52 13 44
                                    

Menurutmu, berapa jumlah lubang pada sedotan? Satu? Dua?

Kalau hanya satu, sedotan  itu pasti tidak bisa digunakan karena ujungnya akan buntu. Dan kalau dua, itu juga rancu. Jika sedotan diperhatikan dengan baik, maka hanya ada satu lubang yang memanjang sampai ujung sedotan itu.

Jadi, menurutmu berapa? Satu atau dua? Ah sudahlah, jangan ikut memikirkannya. Itu hanya pemikiran tak berdasar yang tiba-tiba saja tercetus dalam kepalaku.

Mari kita beralih ke topik yang lebih hangat daripada jumlah lubang pada sedotan.

Oke, jadi begini, seseorang baru saja mendapat satu kualifikasi lagi untuk memenuhi kriteria pacar idaman. Biar kusebutkan, tampan, kaya, tinggi, jenius, supel, berjiwa kepemimpinan, berkharisma, jago olahraga dan tambahannya adalah ketua osis!

Hampir sempurna. Minus kewarasan.

Dasar Rama, sampai mana sebenarnya dia ingin mengais point untuk jadi pacar idaman? Sejujurnya, aku cukup terkejut karena Rama yang kukenal itu anti direpotkan perihal masalah untuk umum.

Namun, semenjak tahun pertama kami di bangku menengah atas, dia mulai menjadi ketua kelas. Di tahun kedua, dia kembali terpilih menjadi ketua kelas, dan sekarang dengan Extra point terpilih menjadi ketua osis.

Wow, ini pencapaian yang hebat.

Congratulation for Rama!

And, Poor me,

Aku tetap menjadi Riri yang tidak suka mentereng di lingkungan sosial. Rasanya, menjadi pusat perhatian banyak orang itu seperti sebuah nightmare. Barangkali memang benar, aku punya tingkat kecemasan sosial yang cukup tinggi.

Itu sebabnya, ketika Rama mengajukanku menjadi sekretaris acara Dies Natalis sekolahku yang termasuk agenda terbesar tahunan, aku menolaknya dan lebih memilih masuk divisi dekor.

Rama memang bukan ketua panitia, tapi dia ikut bertanggungjawab penuh atas acara besar ini. Sangking besarnya acara ini, persiapan dilakukan satu semester sebelum acara dimulai. Pemilihan ketua divisi saja dirapatkan terlebih dahulu dan dilakukan dengan serius.

Jadi, yang menjabat sebagai ketua panitia juga bukan asal cap cip cup kembang kuncup. Dan yang terpilih menjadi ketua panitia adalah Arga, teman sekamar Rama sekaligus sahabat Iqbal.

Sejauh ini, semua divisi memang bekerja dengan sangat giat. Terutama divisi acara, divisi perlengkapan dan divisi dekor yang bisa bekerja sampai malam suntuk. Beberapa murid yang bukan penghuni asrama sampai menginap di ruang kesenian dan mengerjakan apa yang bisa dikerjakan sampai tembus pagi, termasuk aku.

Ah tidak, aku tidak bekerja sampai pagi, hanya sepulang sekolah sampai pukul sepuluh malam sebelum lonceng jam malam asrama putri berbunyi.

Jarum jam masih menunjuk ke angka 8 ketika Iqbal tiba-tiba bersimpuh melantai bersamaku dengan gunting yang menyangkut pada ibu jari dan telunjuknya.

"Tinggal ini, Ri?" tanyanya.

Aku yang sempat tersenyum menyapanya kembali fokus pada pekerjaanku bersamaan menjawab pertanyaan Iqbal, "Iya, tinggal itu aja."

Kipas ruang kesenian meniupkan angin cukup kencang sampai hampir membuat siluet kijang yang tengah kugambar tergulung bagian atasnya. "Aku bantu pegangin." ucap Iqbal.

Kutatap matanya yang sudah fokus pada hasil goresan pensilku. "Thanks." Iqbal tersenyum ramah dan mengangguk tanpa mengalihkan fokusnya.

"Anak dekor yang lain ke mana, Ri?"

Sekarang, giliran aku yang fokus pada pergerakan tanganku tanpa menatap dia yang tengah duduk di hadapanku dengan kedua tangannya yang tergelar menahan karton hitam dari tiupan angin.

Cumulonimbus [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang