Cumulonimbus : 5

87 13 55
                                    

Semisal kamu adalah bumi, aku tak peduli ada seberapa banyak bintang yang mengorbitmu, mencoba menarik perhatianmu. Karena aku, akan terus berusaha jadi yang paling terang untukmu. Meski nyalaku, meleburku jadi abu.

.

.

.

Cuaca hari ini cerah dan ini hari Sabtu, hari yang paling aku tunggu dari deretan hari lainnya. Yah, tidak peduli cuacanya bersahabat atau tidak, hari sabtu akan tetap menyenangkan.

Itu karena sekolah ini jadi lebih bebas di hari sabtu, tidak ada pelajaran eksak, tidak ada materi sekolah yang membuat kepala pening bukan main sampai sanggup membuatku menyanyakan pada diriku 'Apa otakku yang malang masih sanggup bekerja dengan baik di dalam sana?' Iya, hanya ada kegiatan ekstrakulikuler. Rasanya seperti hidup di Nische yang berbeda—relung ekologi.

Tapi aku tetaplah aku, meskipun turun ke sekolah hanya untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dan bisa bersantai bersama teman yang lain, aku masih ingin di asrama saja. Seandainya bisa, aku hanya ingin berbaring seharian di ranjang. Bukan malas, aku lebih senang menyebutnya sebagai Saving mode. Bagaimanapun juga, bukankan Leyeh-leyeh dan bercumbu dengan kasur adalah hal yang sempurna menjadi list kegiatan di buku agenda?

Ah, kalau sudah seperti ini aku jadi bertanya-tanya, apa dikehidupanku sebelumnya aku adalah seekor koala? atau kukang? Jika memang benar, untuk kehidupanku selanjutnya aku harus menjadi sesuatu yang baru. Harus naik level. Dan sudah kuputuskan, aku akan memohon agar diiznikan bereinkarnasi menjadi batu kali atau tutup botol saja, tak perlu memikirkan beban hidup.

Sudahlah, mengeluhkan hal itu bukannya dapat mengubah hari sabtu menjadi tanggal merah. Hanya akan memperberat kerja neuron otakku yang mungkin sudah keriting dendrit-nya karena Overthinking-ku.

Kabar baik saat aku melihat mading sekolah tadi. Aku diterima dalam klub mading. Dan untuk minggu ini belum ada kegiatan, mungkin akan dimulai minggu depan. Kegiatan ekstrakulikuler PMR yang kuikuti juga belum menemukan pembina. Jadi, aku tidak punya agenda setelah zumba bersama beberapa menit lalu.

Aku sendirian sekarang, Caca sedang mengikuti seleksi klub basket. Begitupula Rama, dia bilang ingin masuk klub basket agar jadi idola di sana. Iya, terserah kamu saja, Ram.

Aku mencari kelas yang kosong dan duduk di bangku paling belakang. Jika saja kami diizinkan kembali ke astri (Asrama putri) sekarang, tentu aku sudah menjadi Cheetah dan berlari secepatnya menuju kamar yang pada pintunya tertempel nomor 3112, berdinding putih pualam seperti rumah sakit dengan lorong yang kelewat panjang dan licin, kemudian merobohkan diri pada kekasihku.

Sayangnya, itu tak bisa dilakukan sebelum jam makan siang.

Akhirnya, aku duduk di dalam kelas yang tak ada presensi murid di dalamnya sama sekali. Mencoret-coret buku sketsaku dengan pensil yang sedikit tumpul.

"Riri?" Seseorang memanggilku. Tidak, itu bukan Rama. Itu suara seorang gadis. Kuangkat kepalaku yang tunduk, mengalihkan fokusku, menatap sepasang manik kehitaman yang mengalunkan suaranya hingga terdengar runguku.

Hei, mereka tahu namaku. Wah, berteman dengan manusia laknat seperti Rama bisa mendongkrak nama juga ternyata.

Bukan satu orang saja yang ada di depan mejaku. Ada beberapa gadis rupanya. Gadis-gadis yang sama, yang mengelilingi Rama dan menatapku sinis beberapa waktu lalu. Ya ampun, sebenarnya karma buruk apa yang kulakukan di kehidupanku sebelumnya sampai harus berurusan dengan hal mengesalkan dan tidak berguna seperti ini?!

Cumulonimbus [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang