2 | Berita di Sore Hari.

810 320 564
                                    

"Kiera, pawang lo udah nungguin di depan pintu kelas! " Suara Haechan yang nyaring membuatku terkejut karena saat ini aku sedang mengerjakan tugas proyek untuk pekan depan dan untuk memikirkan idenya harus berpikir dengan keras karena nilai tugas ini cukup besar, dan bodohnya Haechan malah membuyarkan pikiranku.

Aku berdecak sebal, bisa-bisanya Haechan berbicara seperti itu padahal saat ini keadaan kelas masih ramai walaupun pelajaran telah berakhir. Aku tahu maksud Haechan baik, namun apakah harus berteriak seperti itu? Ah, aku lupa kalau hobi Haechan adalah membuat orang lain kesal. Aku menatap ke arahnya, "Iya bawel!"

"Ra, nanti mau kerja kelompok di rumah siapa?" Aku menoleh ke arah April. Dia adalah sahabat sekaligus teman bermain saat berada di taman kanak-kanak. Walaupun kami berdua memang sudah lama tidak bertemu karena berpisah selama 9 tahun, namun nyatanya hubungan kami masih berjalan mulus hingga sekarang dan pada akhirnya kami menjadi sahabat.

"Terserah, gue ikut lo aja."

"Kalau gitu di rumah lo aja ya? Gimana?" April tiba-tiba tersenyum, aku baru ingat bahwa dia hanya akan menunjukkan senyum itu jika memiliki keinginan tersendiri. Dan ya, alasan April ingin kerja kelompok agar dia dapat bermain dengan kucing ku yang bernama Sachiko.

"Iya-iya di rumah gue, eh tapi Mily setuju engga? Kan biasanya dia yang kadang banyak alasan."

"Tenang, nanti gue yang bilang sama dia." April menepuk pundakku, menandakan bahwa semua akan baik-baik saja.

Berbicara tentang Mily, sudah beberapa hari ini gadis itu tidak masuk sekolah karena harus menemani orang tuanya yang baru saja pulang dari luar negeri. Ya hitung-hitung melepas rindu bersama dengan orang tuanya.

"Kieraaa! Lo sebenarnya mau pulang engga sih?" Lagi, Haechan kembali berteriak, namun bedanya kali ini ia langsung menghampiri diriku yang masih setia duduk di kursi sembari menulis hal-hal yang harus dipersiapkan untuk tugas proyek ini.

"Ya mau lah Chan, emangnya kenapa? Kok jadi lo yang repot?" Aku berdecak, sebenarnya aku juga agak kesal dengan sikap Haechan yang tiba-tiba menginginkan aku cepat pulang. Maksudnya apa? Agar dia bisa lebih dekat dengan April? Oh tidak semudah itu, Chan.

"Nih ya yang pertama, kasihan pawang lo udah nungguin dari tadi." Haechan berbicara dengan suara yang pelan, berbeda dari sebelumnya dan aku hanya mendengarkan ucapannya saja tanpa memberi tanggapan.

"Dan yang kedua... itu."

Aku mengernyit, tidak mengerti dengan maksud Haechan. "Hah? Apa sih?"

"Itu.."

Aku menghela napas pelan. "Apa? Lo ngomong yang bener dong, kalau kayak gini gue kan jadinya kesel. Rasanya pengen ngejambak rambut gondrong lo."

Haechan sontak melebarkan matanya karena terkejut mendengar ucapanku, lalu dirinya tertawa. "Heh!"

"Ya lagian lama. Sebenernya lo mau ngomong apa sih?" Aku kembali bertanya padanya, dan arah mata Haechan langsung tertuju pada seorang gadis yang sedang mengobrol dengan teman-temannya yang lain.

Aku menggelengkan kepala. "Engga, gue engga mau."

Wajah Haechan tiba-tiba memelas, seolah-olah bantuanku sangat amat penting baginya. "Ih Kiera bantuin gue lah! Lo kan manis, cantik, baik, hehe."

"Halah, berisik lo. Nih ya, emangnya lo belum tahu atau pura-pura engga tahu selama ini hati April susah dibuka?"

Haechan menggaruk tengkuk lehernya. "Y-Ya tau.. tapi kan engga ada salahnya gue mencoba? Iya kan? Bilang 'iya' dong."

𝑇ℎ𝑎𝑛𝑡𝑜𝑝ℎ𝑜𝑏𝑖𝑎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang