9 | Secarik Kertas.

264 106 130
                                    

"Kei, kamu kenapa?" Mama datang dari dapur sembari membawa dua buah piring berisi nasi goreng membuatku menoleh ke arahnya tanpa ada niatan untuk menjawab.

Mama menyimpan kedua piring itu di meja makan kemudian menghampiriku dan sebelah tangannya ia gunakan untuk memegang dahiku. "Kamu sakit?"

Aku menggelengkan kepala lantaran sama sekali tidak merasakan sakit. "Engga,"

"Kepala kamu pusing?" Mama kembali bertanya.

Aku kembali menggeleng, karena pada kenyataannya aku memang tidak merasakan pusing juga. "Engga,"

"Tapi kok wajah kamu pucat?" Raut wajah Mama terlihat khawatir sedangkan aku tersenyum tipis.

"Semalam kamu tidur dengan cukup kan?" Mama bertanya sembari memberiku piring yang berisi nasi goreng.

"Cukup, Mam. Kei tidur sebelum jam dua belas kok." Aku mengambil sendok dan garpu kemudian mulai memakan nasi goreng buatan Mama.

Menurutku, tidur sebelum jam dua belas malam di saat keadaan hati sedang kacau adalah hal yang cukup langka. Karena jika saja semalam aku tidak meminum obat penenang, bisa saja aku baru dapat tidur pukul dua pagi lantaran kondisi hatiku yang kurang baik.

Mungkin kalian tahu apa yang akan aku lakukan pada jam-jam tersebut?

Iya, menangis di dalam kesunyian.

Hal itu sudah dapat membuat hatiku jauh lebih tenang. Apalagi sebelum itu aku sempat berbincang sejenak dengan Renjun, alhasil hatiku tak sehancur malam-malam sebelumnya.

Setidaknya, malam kemarin hatiku sedikit lebih tenang.

"Kei, nanti pulang sekolah dijemput sama Kamal, ya." Aku yang sedang memakan nasi goreng mendongak ketika Mama berbicara.

"Tumben, memangnya kenapa Mam?" Lalu setelahnya, aku kembali memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutku.

"Mulai hari ini, Kamal yang akan menjaga kamu selama Mama engga ada. Besok sore, Mama mau pergi ke Jerman."

"Mama ...?" Aku terdiam selama beberapa saat, tidak percaya dengan perkataan yang baru saja Mama ucapkan.

Mama mengangguk, tangannya mengelus pelan rambutku pelan. "Iya, Mama mau ketemu sama Papa. Mama engga akan pergi lebih dari satu pekan, kok."

"Mama kenapa engga pernah bilang sama Kei? K-Kei juga kangen sama Papa." Jika boleh jujur, aku cukup kecewa dengan Mama yang bisa-bisanya tidak mengajak bahkan membicarakan ini padaku sebelumnya.

"Keadaan Papa kamu yang membuat Mama harus kesana, Kei. Maaf ya, Mama engga sempat membicarakan hal ini sama kamu." Mama tersenyum, mencoba memintaku mengerti dengan keadaan ini.

Perlahan, aku mengangguk walaupun sepertinya hatiku belum bisa sepenuhnya setuju dengan hal ini.

"Kalau sarapannya sudah selesai, simpan piringnya di dapur." Aku tahu Mama menegurku karena sejak tadi yang aku lakukan hanyalah mengaduk-ngaduk nasi goreng tanpa ada niatan untuk memakannya.

Aku menghela napas, kemudian kembali melanjutkan kegiatan sarapanku yang sempat tertunda.

Sarapan pagi ini terasa sangat berbeda dengan sebelumnya. Biasanya ada Papa dan Kamal yang selalu memeriahkan suasana di pagi hari dengan berbagai leluconnya.

𝑇ℎ𝑎𝑛𝑡𝑜𝑝ℎ𝑜𝑏𝑖𝑎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang