Terpisah cukup lama, dan kembali dipertemukan didalam keadaan yang sudah tidak lagi muda. Wajah ayu terutup oleh keriput, dan surai panjang sehitam jelaga yang kini terganti oleh warna kelabu terang.
Sulit.
Tapi mungkin Jung Chaeyeon bisa jelaskan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gadis dengan senyum terbaik, gadis dengan rambut panjang yang sehalus benang nilon. Wajahnya yang jauh lebih mungil diantara lingkupan telapak tanganku, dan netra gelapnya yang jernih; dimana aku seakan bisa menemukan ribuan galaksi ketika aku memandangnya.
"Zhou Jieqiong!"
Aku tersenyum mengeratkan kepalan tanganku.
Terpesona dengan mudah menatap langkah kakinya yang ringan, berlarian disepanjang bibir pantai.
'Dia begitu bahagia.'
Setiap pekik tawa yang keluar dari mulutnya; pikiranku melayang.
Sumpah serapah, kutukan, bahkan doa-doa yang penuh akan keluhan... semuanya mendadak lenyap dari pikiranku.
Kehidupan keras yang aku sesali, pada akhirnya aku hanya memiliki tawa dan rasa syukurku berkat keberadaannya yang berharga.
'Tuhan.... Kenapa Engkau ciptakan manusia seindah itu?'
Dan kenapa...
'... Hanya dia yang menjadi pelipur laraku?'
Aku tak sepantasnya memiliki perasaan itu.
Kami jauh berbeda didalam banyak hal. Hingga rasanya mustahil untuk kami dapat bersatu.
Tapi Engkau, Kau karuniakan kebahagiaan yang luar biasa ketika aku disisinya.
Padahal mungkin Engkau tau ... Jika aku pun tak bisa untuk terus andalkan dia sebagai alasan dari setiap senyumku.
Sebab suatu hari...
Khhh!
... Mungkin akan ada masa dimana kami tidak akan lagi saling bertemu.
Spalsh!!!
"Ugh!"
"Jung Chaeyeon!!! Apa kamu akan tetap jadi seorang pengecut!!! Ayo kemari!!! Ikut aku pergi dan kita hidup bersama!"
'... Bersama?'
Jieqiong tersenyum, binar matanya yang indah tak pernah redup menatapku hangat.
Ah,
Semangatku menggebu. Arti tatapannya seakan sampai ke hati, dan menyeretku untuk maju mendekat.
Berlari menjawab lambaian tangannya, menerjang tiupan angin yang menerbangkan topi capingku menuju riak samudra; hanya untuk meraih tangannya, dan menggenggamnya dengan erat.