Ini sudah satu minggu sejak Jeno terakhir datang ke rumahnya. Satu minggu kemarin, hubungannya dengan Jeno entah kenapa malah membaik. Chat Jaemin yang biasanya tidak pernah Jeno balas selalu mendapatkan balasan kali ini, walau sedikit lama.
Satu minggu kemarin juga dirinya pulang bersama Jeno, dan selalu ada alasan kenapa dirinya bisa pulang bareng pacarnya itu, tidak lain dan tidak bukan adalah tidak hadirnya sosok Hana satu minggu penuh. Kata Jeno, gadis itu tengah mengunjungi rumah Neneknya, dan Jaemin tidak terlalu perduli.
Sikap Jeno sedikit demi sedikit juga berubah. Dia mendengarkan Jaemin ketika Jaemin bercerita, menghabiskan waktu istirahat bersama dengan Jaemin yang memasakkan apapun yang Jeno minta di malam hari. Terasa seperti mereka benar-benar sepasang kekasih.
Niat Jaemin yang ingin memutuskan hubungan malah menyebabkan dirinya menjadi semakin jatuh cinta dengan laki-laki itu. Kalau boleh egois, Jaemin berharap Hana tidak akan pernah kembali, dan membiarkan hubungannya dengan Jeno terus seperti ini. Dengan perasaan Jeno yang lebih dalam untuknya, tentu saja.
Omong-omong, ini hari minggu. Hari yang seharusnya Jaemin habiskan dengan guling-guling di atas kasur atau menonton semua film yang ada di watching list. Tapi daripada itu, dia malah menyibukkan diri di dapur, membuat kue untuk merayakan hari jadinya dengan Jeno.
Hari ini, adalah hari pertama Jeno meminta Jaemin menjadi pacarnya, satu tahun lalu. Terasa sangat singkat, kalau saja hubungannya akan terus seperti ini. Terasa baik-baik saja.
Malamnya, ketika kue yang dia buat sudah selesai dengan cantik, dan dirinya juga sudah bersiap. Jaemin melajukan mobilnya menuju Apartemen Jeno, kata Eric—sahabat Jeno—Jaemin bisa langsung masuk ke dalam Apartemen, dan biarkan Eric membawa Jeno pulang nanti malam untuk kejutan yang sudah dia siapkan.
Sampai di gedung bertingkat itu, senyum Jaemin tidak pernah luntur. Berharap kalau malam ini akan menjadi titik balik untuk hubungannya dengan Jeno, ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.
Memegang kartu akses yang Eric berikan, juga kotak kue yang dia buat sendirian, Jaemin memasuki lift menuju lantai lima belas, lantai dimana unit Apartemen Jeno berada.
Membuka pintu Apartemen bermodalkan kartu akses, Jaemin berharap kalau tidak ada siapapun di dalam, dan Eric menepati janjinya untuk membawa Jeno pulang. Atau apapun agar cowok itu balik ke Apartemennya secepatnya.
Namun suara yang terdengar dari dalam membuat Jaemin sadar kalau ada orang di unit itu, tanpa mau menunggu lama, Jaemin berjalan mendekati asal suara, namun terdiam karna hafal dengan dua suara berbeda jenis ini. Suara yang selalu Jaemin dengar bernada candaan kini malah tengah berdebat, dan adanya nama dirinya menjadi topik perdebatan mereka membuat Jaemin memutuskan untuk menyembunyikan diri. Penasaran dengan topik apa yang tengah mereka bicarakan.
"Gak ada yang bisa dipertahanin lagi berarti, Na. Lo bakalan pergi, terus gue masih harus terjebak di hubungan gak jelas gue sama Jaemin?!"
Jaemin mengernyitkan kening. Tidak jelas, katanya? Kenapa Jeno mengatakan hubungan yang sudah terjalin satu tahun ini tidak jelas?
"Lo udah nyaman sama dia, Jen. Lo hanya harus terus pacaran sama dia, susah?"
"Susah! Kenapa lo gak pernah ngertiin gue? Gue suka sama lo, gue sayang sama lo, Hana. Kenapa lo malah nyuruh gue macarin Jaemin?"
Jaemin mengintip, melihat Jeno yang sudah berlutut di hadapan sosok gadis yang selama ini menjadi alasan dirinya merasakan sakit. Cowok itu terlihat lemah. Bukan seperti Jeno yang selama ini Jaemin kenal.
Pegangannya pada kotak kue mengerat, rasa sakit itu datang bertubi kali ini. Terasa menyesakkan. Kalimat yang Jeno katakan dengan lantang itu seolah menjadi penentu akan dibawa kemana hubungannya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last || nomin
FanfictionTidak ada yang harus dilanjutkan. Dari awal, hubungan mereka memang tidak baik-baik saja.