04.

1.3K 178 1
                                    

"Jadi, udah putus sama Jeno?"

Tanya itu langsung Renjun lontarkan ketika dia sampai di dalam kelas. Memutar posisi bangku ke arah Jaemin, cowok mungil itu menatap Jaemin yang terlihat baik-baik saja.

"Hm,"

"Gak mau cerita?" Tanya Renjun, dia menopang dagunya dengan tangan, berminat sekali kalau Jaemin mau berbaik hati berbagi cerita.

"Bentar." Jawabnya, menatap ke arah pintu yang tidak ada siapa-siapa. Anak IPS 2 itu selalu datang telat, namun Jaemin entah ada angin darimana berangkat lebih pagi, begitupula Renjun.

Oh, jangan lupakan sosok yang baru saja masuk dengan heboh. Dia langsung duduk di samping Renjun, menghadap Jaemin agar lebih nyaman mendengarkan.

"Nah, jadi kenapa bisa putus?"

Terkekeh kecil, Jaemin tatap kedua sahabatnya yang seperti anak balita meminta mainan, tatapan mata mereka terlalu berbinar untuk mendengarkan kabar yang tidak menyenangkan.

"Emang udah saatnya?"

"Lah, apaan sih. Mana ada alesan putus kaya gitu." Haechan protes.

"Bukannya Hana udah ke Belanda, lo bisa perbaiki hubungan lo sama dia, 'kan? Seharusnya?" Kali ini Renjun bertanya lebih realistis. Memikirkan sang sahabat yang terlalu bulol selama satu tahun terakhir, membuatnya memikirkan pertanyaan itu.

Kalau saja tidak ada alasan logis, Renjun bisa memastikan kalau Jaemin akan memanfaatkan kesempatan kali ini. Memperbaiki hubungannya dengan Jeno adalah kalimat yang Renjun dengar dari berapa hari yang lalu.

Lagian, setahu dirinya, hubungan Jaemin dan Jeno sempat membaik satu minggu kemarin. Jadi, pasti ada alasan kuat yang membuat Jaemin memutuskan Jeno.

"Gue gak harus cerita semuanya ke kalian, 'kan? Lagian, kalian harusnya seneng gitu gue bisa bebas dari dia?"

Mendengar itu, membuat Haechan dan Renjun saling tatap selama berapa detik, kemudian menatap Jaemin terus mengangguk, membenarkan.

"Berarti entar balik traktir ya?"

"Mana ada?" Protes Jaemin, kesal sendiri dengan usul Haechan.

"Yaelah, ini tuh namanya merayakan kebahagiaan. Putusnya lo sama Jeno adalah kebahagiaan. Jadi pokoknya entar Marugame sih."

"Sushi aja, gue pengen sushi." Renjun menimpali. Sudah berapa hari ini dia ingin sekali makan Sushi.

"Marugame aja, lah. Enak itu. Sushi mulu makanan lo."

Karna Renjun emang pecinta Sushi. Sudah berapa kali mereka berdua ngalah karna menuruti kemauan Renjun agar makan Sushi, karna sejatinya tidak ada yang bisa menolak Sushi diantara mereka bertiga. Namun Renjun ketuanya.

"Maen twitter mulu sih, lo. Jadi kepengen makan apa tergantung yang lagi banyak diomongin."

"Yaelah, jarang-jarang kita makan Marugame. Sushi mah sebulan ada kali empat kali. Bening deh entar pup gua."

"Gak nyambung!"

Jaemin hanya tertawa melihat interaksi kedua temannya itu. Mereka memang tidak pernah akur, tapi selalu memperhatikan satu sama lain. Mereka berdua juga selalu mempunyai solusi dari perdebatan panjang mereka, walau kadang Jaemin harus merasakan sakit kepala karna teriakan tidak santai keduanya.

"Yaudah, entar Marugame, abis itu kelar makan Sushi." Kali ini Haechan mengusulkan, membuat Renjun menatap temannya itu dan mengangguk menyutujui.

Tinggal Jaemin yang harus merelakan nasib dompet nya yang akan terkuras habis karna kedua orang itu.

***

"Oi!" Tepukan di pundak disusul dengan sebuah tangan yang bertengger di bahunya membuat Jaemin yang tengah berjalan sendirian di Koridor tersentak, menemukan Hyunjin yang entah kenapa terlihat sangat bahagia.

"Kenapa, sih? Tumben nyapa." Buku yang ingin dia kembalikan ke perpustakaan Jaemin peluk lebih erat, lumayan berat namun sosok disampingnya seolah tidak berminat untuk membantu.

"Udah putus kan lo?"

Tanya itu membuat Jaemin melirik Hyunjin sekilas, mengernyit karna dia merasa belum menceritakan apapun pada si tetangga depan rumah.

"Tau darimana?"

"Insting,"

"Halah, sok-sokan." Dia menggerakkan bahunya, meminta Hyunjin menjauhkan tangan cowok itu dari pundak. "Lepas, ah. Berat nih. Bantuin bawain kek, kaga peka amat."

"Males. Mending gue ke Kantin, lah. Daripada nemenin lo ke perpus."

"Emang dasar kaga ada adab lo." Jaemin tambah keras menggerakkan bahunya, membuat Hyunjin mau tidak mau menjauhkan tangannya dari pundak cowok itu.

Tanpa mengatakan apapun, Hyunjin malah mengambil semua buku yang ada di tangan Jaemin, membawanya kemudian berjalan lebih cepat.

Jaemin yang melihat itu hanya mencibir, Hyunjin itu emang tsundere abis. Mempercepat laju, Jaemin menyamakan langkahnya dengan Hyunjin. Menepuk-nepuk pundak si cowok yang lebih tinggi darinya itu.

"Emang ada bakat jadi babu gue lo." Ledek Jaemin, terkekeh karna Hyunjin langsung menimpali kalimat candaannya dengan makian. "Sialan lo!"

"Entar balik bareng gue," Ucap Hyunjin tiba-tiba. Biasanya mana pernah dia menawarkan untuk pulang bareng. Terakhir Jaemin menaiki mobil Hyunjin aja satu minggu lalu, saat cowok itu tiba-tiba ada di Halte padahal jam pulang sudah lewat satu jam lalu.

"Gue mau jalan sama Haechan Renjun, kaga bisa."

"Yaelah, jarang-jarang ini gue ngajak balik bareng." Mereka menaiki tangga menuju lantai tiga, lantai dimana ruangan umum seperti perpustakaan dan ruang ekskul berada. Tidak ada siapapun di Koridor lantai tiga, sepi, namun terasa menyenangkan. Angin yang bertiup lebih terasa dari sini, membuat Jaemin menikmati ciptaan Tuhan itu dengan seksama.

"Kapan-kapan juga bisa. Gua udah janji duluan sama mereka. Kaga enak lah batalin juga, apalagi cuman buat lo. Lo siapa?"

"Gak ada adab!"

Langkah Hyunjin terhenti di depan perpustakaan, membuat Jaemin mengernyit karna dia fikir Hyunjin akan ikut masuk kedalam.

"Kenapa?"

"Lo aja sana yang masuk, gua mau ke kantin." Mengembalikan semua buku yang tadi dia ambil dari Jaemin, Hyunjin menepuk-nepuk tangannya sendiri karna merasa ada debu di buku-buku itu.

"Ini belum istirahat, loh."

"Masa bodo amat,"

"Gua do'ain semoga Pak Jaki keliling, deh." Pak Jaki itu guru Konseling, tidak tahu apa gunanya di sekolah ini selain menghukum para murid yang ketahuan melanggar peraturan sekolah. Kalau para murid mau konsul masalah mereka juga datangnya ke Bu Ina, guru BK yang baik hati dan siap mendengarkan serta memberikan petuah bagi para muridnya tanpa membicarakan masalah mereka pada guru-guru lain.

Bu Ina itu guru BK favorit semua murid.

"Kaga takut elah, Pak Jaki doang." Padahal kalau ketemu guru sangar itu juga sudah bisa dipastikan Hyunjin akan kabur. Ini cuman gaya-gayaan aja dibelakang guru itu.

Omong-omong, Hyunjin bisa keluar kelas sekarang juga karna guru yang seharusnya mengajar tidak masuk. Hanya memberikan tugas dan Hyunjin malas mengerjakan. Dia akan menyontek saja nanti dengan Kinan, gampang.

"Udah, ah. Masuk sana. Besok aja balik bareng gue nya."

"Oke, deh." Kemudian meninggalkan Hyunjin yang masih berdiri di depan perpustakaan, membawa langkahnya masuk lebih dalam ke ruangan penuh buku-buku itu.

Disini menyenangkan, kalau saja Jaemin suka membaca buku. Tapi karna wifi perpustakaan lancar, dan Jaemin sudah mendapatkan pasword dari Kak Hilda, si penjaga perpustakaan yang baik itu, jadi Jaemin memutuskan menghabiskan waktunya sampai istirahat disini. Mendownload apapun sesuka hati, dan streaming apapun sepuasnya.

Hari ini Jaemin ingin sendiri, dan perpustakaan adalah tempat yang tepat untuk itu.

Last || nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang