Ulangan akhir semester satu akan dilaksanakan satu minggu lagi, dan Jaemin harus belajar lebih giat dari biasanya. Tidak ada pencapaian apa-apa sebenarnya. Bunda tidak pernah meminta dirinya untuk mendapatkan nilai sempurna. Tapi Jaemin merasa kalau dia harus bisa membuat Bunda bangga dengan nilai-nilai sempurnanya. Sebagai bentuk terimakasih karna Bunda sudah bertahan membesarkan dirinya dan Bang Jae seorang diri.
Karna Jaemin tipe yang suka ketenangan, maka dia tidak akan mengusulkan belajar bersama. Bukannya membuka buku, dia, Haechan, dan Renjun hanya akan mengobrol dan melupakan niat awal untuk berkumpul. Jadi, satu minggu ini akan Jaemin habiskan dengan menyendiri, dan kedua temannya sudah biasa akan hal itu.
Ini jam istirahat kedua, dihari biasa, mungkin dia akan diam di kelas melakukan apapun dengan teman-temannya. Tapi hari ini Jaemin sudah mendudukkan dirinya di salah satu bangku yang ada di perpustakaan, membuka buku dan mempelajari materi-materi yang tidak dia mengerti.
Berapa menit tenang seorang diri, Jaemin harus mendapatkan kegaduhan kecil dari seseorang yang saat ini berdiri di hadapannya. Orang terakhir yang ingin Jaemin lihat.
"Aku boleh duduk di sini?" Tanya Jeno, dan tanpa menunggu jawaban, dia sudah meletakkan buku-buku miliknya di atas meja, menarik bangku dan mendudukkan dirinya di sana. Menyebalkan.
Tidak ada percakapan sampai berapa menit ke depan. Keduanya sibuk dengan buku masing-masing. Jeno juga sebenarnya datang ke perpustakaan karna memang ingin belajar. Tapi mendapati Jaemin juga duduk disana membuat Jeno melipir mendekati cowok manis itu. Duduk dihadapannya tanpa pernah dia duga.
Berapa hari ini Jeno tidak melihat Jaemin. Membuat dirinya sedikit rindu. Tidak ada lagi chat random dari cowok itu, dan Jeno sepertinya harus terbiasa dengan itu semua.
Ini memang salahnya.
Tidak bisa fokus pada rumus di buku yang harus dia mengerti, Jeno malah mengalihkan pandangan pada sosok yang terlihat serius dihadapannya. Daripada meneruskan belajar, cowok blasteran itu malah menopang dagu, menatap Jaemin dalam mencoba mengobati rindu.
Sementara Jaemin yang merasa ditatap malah risih sendiri. Kedatangan Jeno sudah membuat fokusnya pecah, dan ditatap dengan tatapan mendamba seperti itu malah mood belajar Jaemin anjlok tidak terkendali.
"Kayanya alesan orang buat belajar di perpustakaan gak berlaku di lo, ya?" Kalimat tanya tiba-tiba yang Jaemin lontarkan membuat Jeno mengernyitkan kening, menegakkan tubuhnya karna kaget sendiri mendengar panggilan Jaemin yang berbeda.
Nada yang dia berikan juga terdengar dingin.
"Kamu ngerasa keganggu?"
"Siapa yang gak keganggu kalau ditatap kaya tadi?"
Bukannya meminta maaf, Jeno malah menyeringai, senang sendiri karna Jaemin mau menanggapi obrolannya. Walau harus dengan nada dingin seperti sekarang.
"Oke, berarti kamu salting aku liatin?"
"Gak jelas!" Pertanyaan Jeno itu membuat Jaemin menggerutu. Ada apa ini? Kenapa Jeno malah menanyakan hal menyebalkan seperti itu? Sosok di depannya ini jelas berbeda dengan sosok yang selama satu tahun kemarin menjadi kekasihnya.
Jeno terkekeh, lucu sendiri melihat wajah kesal Jaemin. Kemana saja dirinya sampai baru sadar kalau Jaemin se menggemaskan ini?
Tapi tawa geli Jeno harus berhenti karna Jaemin yang merapihkan barang-barangnya, berniat meninggalkan perpustakaan karna mood belajarnya sudah tidak ada.
Melihat Jaemin yang sudah berdiri, Jeno menyusul dan mencekal tangan itu. Membuat pergerakan Jaemin terhenti namun tidak membuat si manis menatap kearahnya.
"Kenapa malah pergi?"
"Kenapa lo nanya, sih?" Jaemin muak, sifat Jeno yang seperi ini malah menyakiti dirinya. "Kenapa malah se perhatian ini? Buat apa, Jeno? Buat nepatin janji kamu sama Hana?"
Genggaman tangan Jeno mengendur, pertanyaan Jaemin membuatnya terdiam.
Muak dengan keadaan, Jaemin berusaha untuk pergi dari hadapan cowok itu. Sampai saat ini, Jeno bahkan tidak menjelaskan maksud kalimatnya dengan Hana waktu itu. Dia tidak mengelak, dan Jaemin tidak mengerti kenapa dia malah berubah sebaik itu ketika hubungan mereka bahkan sudah selesai.
**
"Besok Caffe gue launching,"
"Congrats,"
"Sialan, harusnya gua gak usah ngasih tau lo sih."
Jeno tidak menanggapi, membiarkan Eric mencibir dirinya sesuka hati. Lagian launching Caffe temannya itu sudah dijadwalkan dari lama, dan Eric juga sudah memberitahu Jeno berapa kali. Sampai muak Jeno mendengarnya.
Saat ini keduanya tengah berjalan di Koridor, karna bel pulang sudah berbunyi, kedua sejoli itu memutuskan untuk berjalan bareng ke tempat parkir. Lagian keduanya tidak ada siapapun untuk diajak bareng selain satu sama lain. Miris.
"Kabar Hana gimana?" Tanya Eric, menatap Jeno yang dari tadi hanya memasang wajah datar. Dirinya tahu kalau ada yang sedang temannya itu fikirkan, dan Hana adalah salah satunya.
"Gak ada kabar. Semoga baik-baik aja." Jawab Jeno. Cowok yang biasanya masih membalas sapaan teman-temannya itu kini terlihat lebih diam. Kepergian Hana pasti membuat Jeno sedikit merasa bersalah. Apalagi hubungannya dengan Jaemin juga tidak baik-baik saja.
"Berarti dia gak ngabarin lo?"
"Hm,"
"Kita cuman bisa berdoa buat kebaikan Hana aja, Jen. Lo tau 'kan kalau dia lagi berjuang sekarang?"
"I know,"
Eric menepuk pundak Jeno, berusaha menguatkan. Tidak ada yang mengenal Jeno lebih dari dirinya dan Hana. Mereka bertiga memang sudah bersahabat sedari kecil. Tapi Eric tidak sedekat itu dengan Hana, tidak sedekat Jeno dengan cewek itu.
Kepergian Hana ke Belanda untuk berobat juga menyakiti Eric. Menyakiti siapapun yang mengenal cewek itu. Dia terlalu baik dan masih terlalu muda untuk berjuang dengan penyakit mematikan.
Sampai di parkiran, kedua cowok itu menaiki motor masing-masing. Akhir-akhir ini Jeno memang lebih sering membawa motor. Lebih cepat dan lebih memudahkan dirinya untuk ke mana-mana, katanya.
Tapi dua sosok lain yang kedua sejoli itu kenali salah satunya membuat pergerakan mereka terhenti. Eric menatap Jeno yang tengah memperhatikan Jaemin, terlihat menggemaskan ketika merenggut dan tertawa seperti itu.
"Kesambet setan parkiran lo bengong begitu." Suara Eric membuat Jeno mengerjap, mengalihkan pandangan dari Jaemin yang tengah berlari mengejar sosok yang tidak Jeno kenal. Mereka terlihat bahagia, dan serasi.
"Cemburu, 'kan?" Tanya bernada sok tau dari Eric tidak Jeno balas. Jawabannya hanya akan menjadi ledekan temannya itu.
"Samperin, gih. Siapa tau Jaemin lebih milih balik sama lo daripada sama, siapa sih itu, kaga kenal anjir gue." Eric menatap lamat-lamat sosok yang bersama Jaemin. Tidak mengenal karna sepertinya mereka beda jurusan.
Lagi-lagi tidak mendapatkan jawaban dari Jeno membuat Eric mencibir. "Sadar diri, ya? Makanya gak mau nyamperin? Jaemin juga kayanya bukan tipe yang bakalan gampang deket sama mantan, tuh."
"Bacot." Balas Jeno, kesal. Kemudian memakai helm dan meninggalkan Eric yang masih asik meledek nya. Sahabatnya itu memang selalu saja menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last || nomin
FanfictionTidak ada yang harus dilanjutkan. Dari awal, hubungan mereka memang tidak baik-baik saja.