'Melihat hujan mengingatkanku akan dirimu
Suara hujan menuntunku mendendangkan kesedihan karna kehilanganmu
Titik-titik hujan yang jatuh ke bumi, menyadarkanku bahwa kau tak lagi bersamaku di sini, di dunia ini.'
=======
Wanita bergamis biru muda dan berjilbab baby pink itu menghentikan langkahnya ke pintu, lalu berbelok menuju jendela kamar yang terbuka saat disadarinya hujan baru saja mengguyur bumi. Memandang dedaunan yang bergoyang dan basah terkena titik-titik hujan yang berjatuhan dari langit. Membawa pikirannya melambung jauh ke masa lalu.
"Kak Ara! Buruan gih. Bang Prasetyo dan orangtuanya udah datang tuh." Teriakan Dila-adik Zahara-yang muncul dari balik pintu, menyadarkan wanita itu dari lamunan panjangnya.
Wanita berwajah innocent itu menoleh ke arah suara, lalu mengangguk pelan. Melihat sebentar ke luar jendela kembali, sebelum akhirnya berlalu ke ruang tamu bersama Dila.
Abyasa, mengapa terlalu cepat kau pergi meninggalkan kami? Jika kau masih di sini, mungkinkah yang datang hari ini adalah kamu, bukan dia? Batin Zahara.
***
Gadis berambut lurus sebahu berlari terburu-buru memasuki gerbang sekolah. Lagi-lagi ia kesiangan hari ini. Nyaris saja pintu gerbang akan ditutup. Gadis itu bernapas lega meski napasnya masih tersengal.
Ketika mulai berjalan santai menuju kelas XI IPA 4, sebuah suara perempuan memanggilnya.
"Lho, Inur ngapain bawa-bawa ember dan kain pel segala?"
"Giliran kamu ah yang bawa. Tolong balikin ke kantor ya. Aku udah selesain jatah piket kamu."
"Hahahah .... Iya, iya maaf deh. Aku kesiangan, semalam ngerjain tugas banyak banget. Sampe lupa kalo hari ini piket kelas. Tapi kenapa mesti balikin ke kantor, punya kelas kita mana?"
"Auk ah, hilang lagi mungkin." Gadis yang dipanggil Inur itu mengedikkan bahu. "Trus, abis itu bantuin aku buat nurunin kursi-kursi lagi ke lantai ya." Inur yang baru saja mau membalik badan, menghentikan gerakannya. "Eitts, satu lagi. Jangan jadikan banyak tugas sebagai alasan kamu terlambat. Bukannya kamu emang selalu datang siang. Iya 'kan." Teman sebangku Zahara itu lantas lari sambil tertawa ngakak, meninggalkan Zahara sebelum gadis itu menimpuknya.
"Hei ..., awas ya nanti! Lagipula gak baik anak cewek ketawa ngakak begitu. Hei, Inuurrr!" Gadis berkaca-mata yang Zahara panggil itu hanya melambaikan tangan, masih sambil ketawa.
Zahara berjalan lurus, menuju kantor yang terletak agak jauh dari kelasnya. Saat melewati ruang guru yang terletak tiga ruangan sebelum ruang perlengkapan, gadis bermata bulat dan berkulit putih bersih itu melihat seorang laki-laki berpakaian putih abu-abu duduk di ruang guru. Sedangkan beberapa guru yang tampak di dalam sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Padahal jam belajar juga belum mulai. Mungkin memang setiap hari begitulah rutinitas para guru sebelum memasuki kelas.
Zahara yang penasaran apa yang dilakukan lelaki itu pagi-pagi di sana, memperhatikan lebih lama, hingga yang dilihat menoleh ke arahnya. Zahara menganggukkan kepala, seolah meminta maaf karena telah membuat lelaki itu risih. Laki-laki berwajah oriental sedikit kebule-bulean itu hanya menatapnya dingin.
Gadis tomboy itu lantas memalingkan muka dengan sinis dan berlalu tanpa kata. Ia bersungut-sungut sendiri di sepanjang koridor hingga sampai ke ruang perlengkapan, betapa sombongnya pria itu hingga tidak membalas anggukannya.
Zahara berusaha mengingat-ingat siapa lelaki yang baru saja ia temui. Namun, ia yakin ini pertama kalinya ia bertemu laki-laki itu.
***
Bisik-bisik tentang murid baru pindahan dari SMU terkenal di pusat kota terdengar sampai ke kelas Zahara. Suatu hal langka yang belum pernah terjadi di SMU Karya Abadi yang terletak di sebuah kota kecil di Jakarta Timur, tepatnya di Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas. Seorang bintang kelas sejak di sekolahnya terdahulu. Lelaki yang langsung terkenal sejak hari pertama ia menginjakkan kakinya di SMU Karya Abadi.
Zahara yang awalnya tidak perduli dengan kehebohan itu, satu semester kemudian menjadi penasaran ketika guru agama Islam selalu memuji-mujinya setiap mengajar di kelasnya. "Ibu kagum sekali sama Abyasa, teman kalian dari kelas XI IPA 6. Orangnya pintar, soleh pula. Nilai agama Islamnya di raport, nyaris sempurna." Entah yang keberapa kalinya, Bu Nana selalu mengucapkan hal itu, dengan kalimat yang nyaris sama, di sela-sela beliau mengajar.
Zahara yang sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya, selesai Bu Nana mengisi kelas, gadis itu langsung bertanya pada Inur, Abyasa yang mana yang dimaksud oleh Bu Nana.
"Masa' gak tau Ra? Orang-orang dari awal sudah heboh sama dia. Itu tuh, murid baru yang waktu acara maulid nabi ikut ngasih pidato, mewakili OSIS," jawab Inur, teman sebangku Zahara. "Gimana gak hebat coba, baru pindah aja sudah jadi pengurus inti di OSIS. Malah semester kemaren, dia kan juara umum. Gak heran Bu Nana selalu promosiin dia ke mana-mana. Gak dipromosiin aja, sudah banyak yang naksir kok."
Ingatan Zahara melayang ke hal-hal yang Inur sampaikan. 'Ah, itu kan .... Jadi dia! Ternyata lelaki dingin dan menyebalkan yang aku temui di ruang guru saat itu sebegitu mengagumkan.' Seketika gadis berambut sebahu itu tersenyum.
Abyasa, lelaki soleh, pintar, nan rupawan. Tidak heran jika banyak yang mengaguminya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyanyian Hujan
Romance'Melihat hujan mengingatkanku akan dirimu. Suara hujan menuntunku mendendangkan kesedihan karna kehilanganmu. Titik-titik hujan yang jatuh ke bumi, menyadarkanku bahwa kau tak lagi bersamaku di sini, di dunia ini.' Bagi Zahara Nadindra, hujan adalah...