5. Another king

67 8 0
                                    

"Terima kasih sudah bertahan selama ini."

Dinding-dinding beku memang tak bisa hengkang dari diorama. Tapi mereka tahu tiap-tiap kalimat itu beresonansi di antara tubuhnya, selalu ada yang memaku tungkai kurusnya dengan sepasang netra yang sibuk pandangi refleksi diri dalam benda datar di depannya.

Ketika kalimat itu mengudara bersama napas pendek pemiliknya, jam dinding juga selalu thuk-thukkan bunyinya di dalam kepala. Padahal benda itu ada di ruang tengah, sedangkan kali ini presensinya sama sekali tak terlihat kecuali seseorang membuka pintu ruangan lembab di sana. Dan itu tak mungkin sebab Fey telah merapatkan kuncian pada kenopnya. Tepat, Fey tengah lari dari kekosongan megah yang ada di rumahnya dengan membawa diri bersembunyi di kamar mandi.

Setidaknya dengan berada di suatu tempat yang lingkupnya sempit seperti ini, bisa membuat kekosongan yang selalu menjadi pemenang atas segala yang ada pada dirinya tak berani melewati sekat untuk mendekat.

Ya, seharusnya seperti itu. Seharusnya kosong dan sepi berhenti tepat di depan pintu. Lalu pergi bersama dersik yang membawa kapal nelayan ke tengah lautan.

Tapi kekosongan dalam diri justru bergerak kelewat cepat. Menyebar melalui aliran darah, kemudian mengisi setiap syaraf di setiap pembuluhnya. Kadang Fey bertanya, sebanyak apa darah di tubuhnya, kenapa itu tak pernah habis kendati selama ini ia memerasnya.

Bukan isi kepala dan hatinya saja yang merasa kosong, raganya kini merasakan hal yang sama. Dan itu menjadi lebih buruk ketika Fey berusaha memeluk tubuhnya sendiri. Dingin tak lagi sekedar menempati sulur-sulur pada telapak tangan dan kaki, tapi sudah memenuhi sudut persendian. Terlebih untuk sesuatu yang sejak empat tahun lalu hanya bisa dirasakan sepinya sendiri.

Seharusnya tak akan seburuk ini jika Fey punya seseorang untuk sekedar diajak bicara. Ya, seharusnya. Tapi ini jam sibuk. Dan seperti yang sudah-sudah, Fey tak akan menemukan siapa pun dengan mudah. Fey selalu sendiri di saat-saat seperti ini. Tapi, bukannya selama ini Fey memang sendiri.

Bahkan manusia sekecil Yujin juga ikut-ikutan menyibukkan diri. Gadis kecil itu sejak sepekan yang lalu telah memulai aktivitas playgroup nya. Dan sudah sejak sepekan lalu juga ia akan pergi bersama pengasuhnya tepat pukul sembilan, lalu kembali sebelum jarum jam menuju angka dua belas.

Oh, Fey bahkan tahu tentang hal ini. Tentang Yujin yang hanya pergi meninggalkannya tak lebih dari tiga jam. Tapi macam yang sudah-sudah, Fey belum terbiasa untuk tak bersama putri kecilnya, pun sama sekali tak bisa membiasakan diri dari kekosongan yang kembali menelannya hidup-hidup seperti ini.

Seharusnya pagi ini Fey pergi ke kedai kopinya. Namun itu urung ia lakukan. Apa yang menjadi permohonan Yujin beberapa saat lalu adalah satu-satunya alasan.

Sejak Fey memberitahu Yujin bahwa ayahnya tengah bekerja di kerajaan laut, Yujin tak pernah lagi bertanya perihal apa pun menyangkut ayahnya.

Dan kini Fey diliputi perasaan bersalah sebab secara tidak langsung ia telah mengajarkan kebohongan. Bukankah seharusnya Fey mengatakan yang sejujurnya? Lagi pula Fey juga tahu bahwa kebohongan hanya akan menjadi racun bagi diri sendiri.

Ini sudah lebih dari tiga puluh menit. Dan Fey masih saja pandangi pasi di wajahnya. Serta pandangi ceruk di klavikula yang ia rasa makin dalam saja. Padahal akhir-akhir ini Fey makan dengan porsi lebih banyak. Tentu saja. Si kecil Yujin begitu sering minta makan, tapi baru beberapa kali suap ia sudah tak menginginkannya lagi. Katanya bosan dengan lauk ikan. Alhasil selalu Fey yang menyelesaikan makanan gadis kecilnya, dengan alasan, sayang jika dibuang begitu saja. Tapi lihat, itu tak memberi efek sedikit pun bagi tubuhnya. Berat badannya tetap diangka yang sama. Dan itu jauh di bawah standar yang seharusnya.

OFFERSEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang