06. Gravitasi

31 7 0
                                    

Pulang sekolah pun kami selalu bersama jalan ke halte bus. Kami selalu pulang bersama karena halte tujuan kami searah. Aku masih memikirkan kejadian tadi di kantin yang membuat otakku kini menggila. Kurasakan jantungku kembali berdebar.

"Jeno, kamu kenapa? Diam saja," tanyamu memiringkan kepala dengan ekspresi bingung. Kini kita sudah berada di halte bus.

Aku yang ditatap begitu dari jarak yang begitu dekat semakin grogi. Reflek aku memundurkan kepalaku, menjaga jarak. Kulihat bus kami sudah datang.

"Jaem, a-ayo. I-itu bus kita sudah datang," kataku kemudian pergi duluan meninggalkanmu yang keheranan.

Di dalam bus tidak ada yang angkat bicara sama sekali. Kita berdua sama-sama termenung. Aku menatap jendela dan kamu yang menatap lurus ke depan sambil mendengarkan musik.

Aku pun bingung harus membuka percakapan seperti apa. Merasa bersalah atas tingkah konyolku tadi.

Aku masih memandang ke arah luar jendela sampai tak sadar saat bus ini berbelok, kepala Jaemin bersandar di bahuku. Aku kaget setengah mati. Jantungku hampir copot. Ternyata kamu tertidur. Ini sudah yang ke sekian kali.

Bahuku menegang, tidak tahu harus berbuat apa. Bus tiba-tiba berhenti. Jika saja aku tidak menahan kepalamu, mungkin dahimu akan terbentur dengan bangku di depan.

Terkadang aku ingin berterimakasih pada gravitasi. Jaemin yang mengantuk lalu tertidur dan tak sengaja bersandar di bahuku saat bus berbelok adalah suatu hal yang mendebarkan. Setidaknya aku ada saat kamu butuh sandaran.

Hal itu juga yang membuatku harus membangunkannya setiap saat.

"Jaem. Bangun. Sebentar lagi sampai di halte tujuanmu," kataku pelan sambil menggoyangkan bahuku.

"Hm? Kok cepat?" Wajahmu masih terlihat mengantuk, imut sekali. Aku tersenyum.

"Kamu tidur, jadi terasa cepat."

Tiba di halte tujuan, kamu segera berdiri. Untung saja kita duduk tidak jauh dari pintu bus.

"Jeno, hati-hati, ya. Aku duluan." Kemudian kamu turun dari bus dan masih menunggu di halte sampai bus kembali berjalan. Kamu melambaikan tangan dengan senyuman yang selalu kurindukan.

Tentang SuratkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang