Zen menatap layar handphone nya datar. Sebuah kontak dengan ava abu abu tengah menunjukkan aktivitas mengetik. Gadis itu, iya nama nya Dea, Zen mengirim nya pesan. Sebenarnya tidak ada maksud apa apa selain ucapan terimakasih karena telah membantu nya membujuk Mama nya.
Gadis itu berhasil, iya, dia berhasil membujuk Zea dengan mudah. Zen jadi bertanya tanya apakah Dea memiliki kekuatan semacam sihir untuk membuat orang patuh?
Flashback on
"Selamat siang Tante," Dea tersenyum hingga kedua belah mata nya menyipit dan pipi sebelah kanan nya memuncul kan sebuah lesung pipi.
Gadis itu menyakini Zea dan kembali tersenyum menunjukkan deretan gigi rapi nya.
"Siang, eh silahkan duduk," Zea mempersilahkan Dea untuk duduk.
"Makasiii Tante," Dea duduk di depan sofa di ikuti oleh Zen yang duduk di samping nya, tentu nya dengan jarak satu meter.
"Pacar nya Zen?" Zea mengerut kan kening nya. Zen yang saat itu tengah sibuk memainkan ponsel nya hampir saja menjatuh kan benda pipih tersebut karena ucapan Mama nya yang terlalu spontan.
"Bukan Tan, saya temen nya Zen," Dea menggaruk tengkuk nya yang tak gatal akibat salah tingkah.
"Zen punya temen?" Zea menatap Zen tidak percaya.
"Zen makhluk sosial Ma," Zen menjawab dengan nada ogah ogahan.
"Kita udah lama temenan Tan, tapi Dea baru sempet jenguk Zen hari ini, soal nya Zea ikut program pertukaran pelajar kemaren jadi baru sempat kesini sekarang," Dea berdrama.
Zen tidak tau apakah Dea benar benar habis kembali dari pertukaran pelajar atau tidak, tapi yang ia tau, sangat jelas jika Dea berbohong soal mereka berdua yang berteman lama.
"Zen kok ga pernah cerita sih," Zea nampak berbinar mendengar cerita dari Dea. Dasar tukang kibul.
"Males, ga penting," Zen memutar bola mata nya malas.
"Zen cerita ke Dea, Zen pingin masuk sekolah lagi," Dea menundukkan kepala nya.
"Kondisi dia tidak memungkinkan," Zea terdengar pasrah.
"Mungkin kok, Mama aja yang ga bolehin," Zen menggedikkan bahu nya.
Wajah nya terlihat masam dan tampang nya begitu kesal.
"Tan, kenapa ga uji coba dulu aja? Biar nanti Dea yang jagain Zen sebulan aja Tan, kalo Zen kenapa kenapa dalam waktu kurang dari sebulan Tante boleh tarik Zen dari sekolah," Dea meringis.
Zea nampak diam berfikir merenung kan kata-kata Dea.
"Kamu sekolah di tempat nya Zen dulu?"
"Oh bukan Tan, Dea sekolah di SMA Negeri 2 Bandung," Dea meralat cepat.
"Loh terus bisa ketemu Zen?"
"Cerita nya panjang Tan, waktu itu Zen nolongin Dea, jadi sekarang gantian Dea yang nolongin Zen, Dea bakal jagain Zen deh Tan," Dea menyatukan kedua tangan nya di depan dada.
Zea mengiggit bibir bawah nya sejenak, ia tengah berjuang mencari paru paru baru untuk Zen, Zen juga selama ini terus menuruti apa kata nya. Tidak ada salah nya bukan jika ia mengabulkan permohonan putra nya itu untuk bersekolah.
Lagi pula tampang Dea seperti nya dapat di percaya. Dan sebener nya ia tak tega juga harus terus menerus mengurung Zen di dalam rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lima Paragraf
Teen Fiction"Jangan suka sama gue, gue gabaik, gue bakal ninggalin lo, lo liat sendiri kan hidup gue udah ga lama," - Zen "Gue suka sama lo itu hak gue, lo mau gimana sama gue itu urusan lo, gausah atur atur gue buat berenti suka sama lo, lo bukan Tuhan." - Dea